Pada hari Jum’at 31 Agustus 2018, saya, isteri dan Prof Fachri Bey melakukan perjalanan ke Malaysia. Kami menumpang pesawat MAS (Malaysia Airlines). Tujuannya ke Kuala Terengganu untuk menghadiri undangan Prof Yahaya Ibrahim, puteranya bernama Heiqal, seorang pilot, merayakan pesta pernikahannya setelah mempersunting gadis cantik keturunan Pakistan bernama Naziah yang bekerja sebagai pramugari. Keduanya bertemu di udara dilangit biru (Air Asia) kemudian saling jatuh cinta dan mengakhiri lajang dengan perkawinan sesuai sunnah Rasulullah SAW.
Pesawat yang kami tumpangi lama antri dibandara Sukarno Hatta International Airport Jakarta baru bisa terbang (take off) karena padatnya penerbangan di bandara Sukarno Hatta.
Ketika tiba di bandara KLIA (Kuala Lumpur International Airport) kami turun dan jalan menuju imigrasi pintu keluar sebagaimana penumpang pada umumnya. Setelah antri kami khawatir terlambat, lalu Prof Fachri meminta izin duluan kepada para penumpang yang sedang antri, petugas kaunter imigrasi kemudian memberitahu supaya langsung menuju penerbangan domestik Kuala Terengganu melalui imigrasi di bagian lain. Ternyata bandara Kuala Lumpur Internasional terintegrasi dengan penerbangan domestik. Jadi kami bisa langsung menuju penerbangan domestik Kuala Terengganu.
Kami sempat berlari-lari kecil menuju Gate B7 penerbangan domestik Kuala Terengganu karena takut terlambat. Alhamdulillah tidak terlambat sebab ada perbedaan satu jam Jakarta – Kuala Lumpur.
Kami melanjutkan penerbangan dari Kuala Lumpur International Airport ke Sultan Mahmud Airport Kuala Terengganu selama 45 menit.
Di Kuala Terengganu
Dalam perjalanan dari KLIA menuju Sultan Mahmud, Kuala Terengganu cuaca kurang bersahabat. Saya kebetulan bawa mushaf Alqur’an kecil dan sejak penerbangan dari Jakarta menuju KLIA dan seterusnya ke bandara Sultan Mahmud, Kuala Terengganu banyak membaca Alqur’an.
Kami tiba di Airport Sultan Mahmud Kuala Terengganu dengan selamat. Kami keluar dari pesawat melalui tangga yang berhubungan langsung dengan ruang bandara. Saya cukup senang karena bandaranya (airport) cukup luas dan bagus, toiletnya (tandas) bersih dan pelayanan ramah dan baik.
Setelah Prof Fachri dan isteri saya Ibu Nina mengambil koper di kounter pengambilan barang di bandara Sultan Mahmud, kami keluar ruang bandara, Encik Suhaimi, seorang driver yang pernah menjadi driver Prof Fachri dan Prof Kamaruddin sewaktu menjadi Profesor tamu di Univ. Sultan Zainal Abidin Terengganu sudah menunggu di luar dengan mobil mini miliknya sendiri.
Kami kemudian diantar ke hotel Tawakuf Inn tempat menginap di dekat bandara. Setelah itu kami diantar keliling kota Kuala Terengganu untuk mencari makan, tetapi hari itu adalah hari cuti umum (libur umum), pertama, Kuala Terengganu sebagai bagian dari persekutuan negara Malaysia merupakan kerajaan Islam, raja menetapkan setiap hari Jum’at adalah hari libur. Kedua, hari itu bertepatan 31 Agustus adalah hari kemerdekaan Malaysia, yang dinyatakan sebagai hari libur nasional.
Implikasi dari itu, semua toko dan restoran di Kuala Terengganu tutup kecuali FC (Fried Chicken). Prof Fachri mencari money changer untuk tukar uang. Setelah kami mencarinya keliling kota ada satu money changer yang dibuka. Pak Fachri menukar uang kemudian disusul isteri saya. Semula mau tukar uang Rp 500.000 kemudian ditambah Rp 500.000 karena nilai mata uang rupiah merosot sekali terhadap mata uang ringgit Malaysia (1RM=4.000 Rp).
Setelah itu kami keliling pusat kota Kuala Terengganu mencari restoran untuk makan. Setelah mencari restoran akhirnya kami menemukan dipinggir jalan yang baru buka dan bisa menyediakan makan.
Usai makan sore kami bersilaturrahim ke rumah ibu Encik Suhaimi sekaligus kami salat Magrib dan salat Isya jama’ qashar taqdim. Rumahnya adalah rumah panggung yang dibangun 30 tahun lalu. Saya terkenang di masa kecil, rumah bapak saya di kampung, Kendari Sulawesi Tenggara adalah rumah panggung yang dibawahnya adalah laut.
Encik Suhaimi juga membawa kami ke rumahnya yang belum lama dibangun. Saya kagum karena seorang driver dan isterinya bekerja sebagai security di Univ. Sultan Zainal Abidin bisa buat rumah yang cukup bagus dan punya dua mobil kancil. Saya segera teringat dan terkenang karyawan di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta sulit memiliki rumah dan mobil seperti yang dimiliki Encik Suhaimi.
Penutup
Saya bersyukur melakukan perjalanan ke Kuala Terengganu Malayia pada hari Jum’at karena boleh dikatakan sebagai wisata religi. Negara bagian itu, banyak Masjid yang dibangun dengan megah.
Menteri Besar, kalau di Indonesia disebut Gubernur dipimpin oleh seorang alim dari Parti Islam se Malaysia (PAS). Masyarakatnya taat menjalankan Islam, dan ekonominya cukup maju karena Kuala Terengganu memiliki sumberdaya alam berupa minyak (petrol).
Saya juga senang menyaksikan kota Kuala Terengganu yang masih asri- banyak pepohonan dan cukup bersih. Selama tiga hari di daerah itu saya tidak melihat petugas kebersihan menyapu jalan. Mungkin karena sedang cuti (liburan), tetapi kota itu tetap bersih karena rakyat Kuala Terengganu berpartisipasi menjaga dan memelihara kebersihan jalanan dengan tidak membuang sampah di disembarang tempat kecuali di tong sampah.
Rakyat Kuala Terengganu sangat rendah hati dan baik hati, tidak hanya rakyat jelata, tetapi juga para cendekiawan yang berkhidmat di Univ. Sultan Zainal Abidin (Unisza) maupun di Univ. Malaysia Terengganu (UMT).
Contoh kebaikan dan kemurahan hati cendekiawan Terengganu Malaysia ialah Prof Dr Mohd Afandi Salleh, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Univ. Sultan Zainal Abidin yang belum lama ini ditangkap tentara Israil ditengah laut Mediterania karena bersama kapal membawa obat-obatan menuju Gaza. Bayangkan kami menumpang dimobilnya menuju hotel tempat menginap kemudian mampir ke rumahnya, kami salat Zuhur jama’ qashar dan saat Ashar jama’ taqdim qashar di rumahnya, diberi oleh-oleh lukisan dari Palestina, diantar ke hotel dan malamnya sesudah salat Isya, dijemput lagi untuk makan malam.
Kebaikan, kerendahan hati dan kemurahan masyarakat Kuala Terengganu Malaysia, merupakan wujud dari penghayatan dan pengalaman ajaran Islam yang diperintahkan untuk menghormati dan memuliakan tamu.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
