Pemerintah baru Malaysia yang dipimpin Tun Mahathir Mohamad menghadapi masalah besar yaitu utang negara yang sangat besar jumlahnya, sehingga Malaysia terancam bangkrut.
Kumpulan partai pembangkang (oposisi) yang berhimpun dalam Pakatan Harapan yang telah memenangi Pemilu ke-14 di Malaysia, yaitu Parti Keadilan Rakyat (PKR), Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PBBM), Parti Amanah (PA), Parti Tindakan Demokratik (DAP) dan parti politik di Sabah serta Sarawak, tidak bisa berpesta pora setelah menang Pemilu (PRU) di Malaysia dengan menaklukkan Putrajaya, karena menghadapi banyak masalah seperti utang Malaysia yang sangat besar jumlahnya.
Tun Mahathir sangat sedih setelah mengetahui secara pasti besarnya hutang negara yang diwariskan Datuk Najib Tun Razak, sehingga Tun Mahathir menyerukan pemotongan gaji para menteri sebesar 10 persen yang diikuti anggota parlemen dan sejumlah negara bagian di Malaysia serta warga Malaysia membuat gerakan aksi melunasi utang dengan cara iuran dan patungan.
Menteri Keuangan Malaysi Lim Guang Eng menjelaskan total hutang Malaysia mencapai 1.087 RM (sekitar Rp 3.500 triliun) pada 31 Desember 2017.
Untuk mengurangi besarnya utang, berbagai proyek yang dibiayai asing dan bersifat utang terutama dari China seperti pembangunan kereta api cepat Kuala Lumpu – Singapura, dan banyak lagi proyek besar yang dibangun atas pembiayaan dari utang, dibatalkan oleh Tun Mahathir Mohamad.
Indonesia Bagaimana?
Sejatinya Indonesia menghadapi masalah besar seperti Malaysia.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) utang luar negeri Indonesia pada akhir Agustus 2018 tercatat sebesar US$ 360,7 milyar atau setara Rp5.480 triliun (kurs Rp15.200 perdolar Amerika Serikat).
Utang tersebut terdiri atas pemerintah dan Bank Sentral sebesar US$181,3 milyar dan utang swasta termasuk BUMN sebesar US$179,4 milyar (Viva, 16/10/2018).
Jumlah utang Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Dampaknya amat besar bagi rakyat karena terus bertambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar cicilan utang pokok yang sudah jatuh tempo berikut bunga, berarti semakin berkurang dana untuk membangun kesejahteraan rakyat.
Buktinya bantuan sosial dalam bentuk subsidi telah banyak dihapuskan. Begitu pula anggaran pembangunan di daerah semakin berkurang karena dana APBN banyak dialokasikan untuk bayar utang dan bunga serta biaya pembangunan infrastruktur.
Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan data bahwa kemiskinan terus mengalami penurunan. Akan tetapi garis kemiskinan yang ditetapkan hanya sekitar Rp 13.400 perhari perkapita (perkepala).
pertanyaannya, apa cukup untuk hidup perhari perkepala dengan penghasilan Rp 13.400 perhari. Saya memastikan tidak cukup.
Berpenghasilan setiap hari di atas 2 dolar Amerika Serikat menurut Bank Dunia (dikatakan sudah tidak miskin). Berarti Rp 30.400 perhari perkepala (kurs 1 dolar AS=Rp15.200) sejatinya masih jauh dari mencukupi untuk hidup layak.
Sebagai sosiolog saya tidak berani mengatakan bahwa Indonesia terancam bangkrut seperti Malaysia karena bukan merupakan kepakaran saya, tetapi saya sangat yakin besarnya utang Indonesia, semakin menyulitkan rakyat jelata karena dampak negatifnya langsung dirasakan seperti terus melemahnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika Serikat mengakibatkan seluruh jenis barang terutama sembako (sembilan bahan pokok) naik harganya.
Semoga pemerintah baru Indonesia sadar, bahaya utang yang tengah mengancam bangsa Indonesia.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
