Judul tulisan ini saya dapat inspirasi dari Kusmanto, PLH Kepala Satpol PP, saat membuka sarasehan (1/11) di hotel Picasso, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang bertajuk
“Sosialisasi Program Perlindungan Masyarakat Dalam Rangka Ketentraman dan Ketertiban di Ibukota Jakarta”, yang diselenggarakan Satpol PP DKI Jakarta.
Dalam sambutan pembukaan, Kusmanto mengatakan bahwa Indonesia bisa bangkit dari Jakarta. Ungkapan itu mengesankan bagi saya sehingga dijadikan topik tulisan ini.
Merujuk Pembukaan UUD 45
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat besar. Dalam APBD Perubahan tahun 2018, sebesar Rp 83 Triliun.
Dengan dana yang besar, DKI bisa melakukan banyak hal untuk membangun Indonesia dari Jakarta.
Pembangunan sarana dan prasarana akan mengubah Jakarta secara pisik seperti kota-kota maju di dunia.
Namun, pembangunan semacam itu harus disesuaikan tujuan Indonesia merdeka yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.”
Pembangunan DKI Jakarta harus merujuk pada tujuan Indonesia merdeka “yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, memcerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, berdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Dalam upaya mewujudkan tujuan kita merdeka harus ada skala prioritas. Jika dilaksanakan misalnya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka akan memberi resonansi dan pengaruh besar terwujudnya tujuan kita merdeka.
Dalam hubungan itu, sangat penting ada pemihakan kepada mereka yang lemah dan belum beruntung. Tanpa pemihakan, maka upaya memajukan kesejahteraan umum tidak akan pernah terwujud. Ini amat penting karena sejatinya mereka miskin dan termarjinalisasi bukan karena takdir, tetapi sistem yang dibangun tidak memihak kepada mereka.
Kondisi Riil Warga DKI
Sebagai sosiolog, saya banyak melihat langsung kondisi masyarakat bawah di Jakarta. Ketika ceramah dihadapan tokoh masyarakat di Kecamatan Tambora, Kebon Jeruk, Tanah Abang baru-baru ini, saya bertanya, apakah masih ada warga yang tidur sif-sifan (bergantian), mayoritas menjawab “masih ada”.
Pada hal kalau Jakarta dilihat dari kejauhan, nampak kemajuan pembangunan yang luar biasa. Kita menyaksikan gedung-gedung perkantoran yang menjulang ke angkasa, gedung-gedung pusat perdagangan, Mall yang mewah dan sebagainya.
Jika turun dari gedung-gedung tinggi dan jalan kaki ke belakang gedung, kita akan menemukan gang atau jalan kecil yang dihuni banyak masyarakat bawah. Mereka hidup seadanya, tinggal di rumah yang sempit dan sumpek.
Mengapa itu terjadi? Jawabannya hanya satu, mereka berpendidikan rendah dan tidak memiliki kepakaran (skill).
Warga masyarakat bawah, mayoritas berpendidikan rendah, sehingga tidak bisa diterima bekerja di sektor formal dan tidak bisa mengembangkan bisnis. Mereka bekerja serabutan atau bergelut disektor informal yang sangat kompetitif, tanpa dukungan modal dari perbankan dan pemerintah.
Jumlah mereka besar, dan setiap Pemilu, menjadi sasaran penggalangan massa untuk meraih kemenangan. Setelah menang dan menduduki posisi terhormat, mereka dilupakan.
Bangun Manusia
Jakarta sebagian kecil warganya sangat maju dan mapan. Mereka kaya, memiliki aktivitas bisnis, rumah yang besar dan puluhan mobil serta tabungan yang besar.
Akan tetapi, lebih banyak lagi warga Jakarta yang tidak beruntung. Jika batas garis miskin ditetapkan Rp 1 juta perbulan perkepala, berarti penghasilan perhari perkepala, sekitar Rp 33.000, maka jumlah orang miskin di DKI bisa mencapai 3 juta orang. Pada hal penghasilan sebesar itu, masih jauh dari cukup untuk hidup layak di DKI Jakarta.
Bagaimana meningkatkan kehidupan warga DKI? Menurut saya, hanya melalui pembangunan manusia yaitu pendidikan.
Yang bisa menaikkan harkat dan martabat masyarakat bawah adalah pendidikan. Akan tetapi, para politisi tidak mau fokus pada pembangunan manusia karena lama baru kelihatan hasilnya. Kalau pembangunan pisik segera kelihatan hasilnya, apalagi ada komisi proyek.
Oleh karena itu, dalam seri ceramah saya di setiap kecamatan di DKI Jakarta, saya selalu menekankan pentingnya pendidikan.
Saya selalu minta tokoh masyarakat untuk mengajak warga Jakarta mengutamakan pendidikan. Mereka yang miskin dan tidak mampu bisa masuk ke Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.
Selaku rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, saya siap membantu mencarikan beasiswa untuk mewujudkan prinsip “education for all.”
Kalau DKI Jakarta sukses membangun manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia, maka DKI akan jadi “role model” dalam membangun Indonesia.
Tidak hanya itu, saya optimis di bawa Gubernur Anies Baswedan, Indonesia akan bangkit dari Jakarta.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
