Sebagai sosiolog, saya tidak pernah percaya, pembangunan ekonomi dan infrastruktur bisa mewujudkan salah satu tujuan Indonesia merdeka yaitu memajukan kesejahteraan umum.
Buktinya Indonesia sudah membangun 53 tahun lamanya, nasib rakyat jelata belum pernah berubah.
Pada 27 November 2018, pukul 06.00 pâgi wib, saya tiba di Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta Utara. Saya kemudian berolahraga dengan jalan kali mengelilingi Pusat Perdagangan Mangga Dua Square yang cukup luas.
Pada saat jalan kali dibelakang Pusat Perdagangan tersebut saya menyaksikan kereta api melintasi kawasan itu. Ternyata dipinggir lintasan kereta api berdiri gubuk-gubuk tempat tinggal warga.
Gubuk-gubuk yang saya saksikan jumlahnya amat banyak. Saya yakin mereka sudah menempati gubuk-gubuk itu puluhan tahun lamanya.
Solusi Permanen
Pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang dilaksanakan tidak bisa mengubah nasib rakyat jelata menjadi lebih baik.
Pembangunan ekonomi dan infrastruktur, justeru semakin menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan ekonomi.
Gubuk-gubuk yang mereka tempati akan hilang jika digusur dengan alasan demi pembangunan. Akan tetapi setelah penggusuran, nasib mereka lebih buruk. Kalaupun mereka dipindahkan ke rumah susun (Rusun), cepat atau lambat akan keluar karena tidak mampu menyewa Rusun.
Berdasarkan pengalaman hidup yang saya alami dan yang saya saksikan dalam kehidupan sehari-hari, saya memastikan hanya pendidikan yang bisa mengubah nasib rakyat jelata.
Cara mewujudkannya dengan intervensi kekuasaan. Dimulai dengan mengubah cara pandangan (mindset) rakyat jelata bahwa mereka bisa maju.
Akan tetapi perubahan nasib tidak bisa diserahkan kepada mereka, karena rakyat jelata pada hakikatnya memiliki budaya miskin seperti pasrah, sudah takdir mereka miskin, malas dan sebagainya.
Bentuk intervensi pemerintah seperti memberi bimbingan, penyadaran dan beasiswa kepada anak-anak rakyat jelata untuk mengikuti pendidikan di dalam dan luar negeri.
Dengan melaksanakan pembangunan manusia melalui pendidikan, kesenjangan dan ketidakadilan bisa diatasi.
Hanya para élit yang memegang kekuasaan dan para ekonom, belum berubah walaupun konsep pembangunan mereka sudah gagal menghantarkan bangsa Indonesia maju.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
