Pemilihan Umum 2019 adalah Pemilu Serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta memilih anggota parlemen di semua tingkatan (DPR RI., DPD RI., DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota).
Pemilu serentak ini adalah untuk pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Pemilih akan memilih 6 kali, yaitu 1) memilih pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, 2) memilih calon anggota DPR RI., 3) memilih calon anggota DPD RI., 4) memilih calon anggota DPRD Provinsi, 5) memilih calon anggota DPRD Kabupaten, 6) memilih calon anggota DPRD Kota.
Sistem Pemilu ini tergolong rumit dan tidak mudah dilaksanakan. 1) pemilih yang kurang pendidikan pasti mengalami kesulitan dalam melaksanakan hak pilihnya karena harus memilih 6 kali dan sangat banyak calon anggota parlemen dari partai politik yang akan dipilih, yang bersaing antara satu dengan yang lain dalam satu partai politik, maupun antar partai politik.
2) pemilih pemula, yang untuk pertama kali memilih pasangan calon Presiden dan cakon Wakil Presiden, memilih calon anggota parlemen di pusat (DPR RI Dan DPD RI dan daerah (Provinsi, Kabupaten, juga akan menghadapi masalah dalam memilih calon anggota DPR., anggota DPD., anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan kota, karena banyak partai dan banyak calon anggota parlemen, yang bersaing antara satu partai dan Odengan partai yang lain.
3) Penyelenggara Pemilu. Ditingkat pusat, Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ditingkat daerah Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Banyaknya daerah dan luasnya wilayah, terbatasnya sumber daya, serta banyaknya peserta Pemilu parlemen, berpotensi mengalami masalah dalam Pemilu serentak di KPPS dan TPS.
Selain itu, minimnya honor yang diterima petugas dan tidak dibayar tepat waktu, bisa menyebabkan mereka melakukan jual beli suara untuk mendapatkan uang, misalnya antara caleg atau relawan petahana yang dimediasi penyelenggara pemilu, yang luput dari pengawasan Bawaslu atau semua berkolusi.
4. Pengawas Pemilu. Ditingkat pusat dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ditingkat daerah, Badan Pengawas Pemilu Daerah (Bawaslu daerah) Provinsi, Kabupaten, Kota. Bahkan ada Pengawas Kecamatan, Kelurahan dan Desa. Walaupun begitu, kurangnya honor, tidak dibayar tepat waktu, dan kurangnya biaya pengawasan, bisa menyebabkan adanya kolusi dan korupsi dengan para caleg yang menghalalkan segala cara untuk menang.
5) Aparatur Sipil Negara, TNI dan Polri, jika tidak menaati undang-undang, sehingga mereka memihak kepada petahana, maka Pemilu akan curang.
Potensi Curang
Ambisi menang dari pasangan Calon Presiden dan calon Wakil Presiden dan para calon anggota parlemen dalam Pemilu adalah sah.
Akan tetapi, ada indikasi untuk mewujudkan kecurangan dalam Pemilu 2019 dengan adanya isu DPT siluman 31 juta, DPT ganda 2,9 juta dan Daftar Pemilih Gila 14 juta. Belum lagi isu penjualan blangko e KTP dan ribuan e KTP yang ditemukan berceceran.
Harus dicegah secara dini, menghalalkan segala cara untuk menang dalam Pemilu. Karena pihak yang dikalahkan dengan cara yang curang akan dilawan dengan melalui jalur hukum, dan bisa melalui cara-cara yang ekstra konstitusional melalui pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menjatuhkan yang menang secara curang.
Sejak awal, partisipasi masyarakat dan media harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan kecurangan Pemilu 2019 dengan adanya isu DPT siluman 31 juta, DPT ganda 2,9 juta dan Daftar Pemilih Gila 14 juta. Belum lagi isu penjualan blangko e KTP dan ribuan e KTP yang ditemukan berceceran
Semua yang dikemukakan merupakan indikadi awal adanya potensi curang dalam Pemilu 2019.
Masalah tersebut harus diantisipasi dan dicegah jangan sampai menjadi pintu masuk untuk mewujudkan kecurangan dalam Pemilu.
Jangan sampai demi menang menghalalkan segala cara, karena cara semacam itu akan dilawan secara hukum dan sangat berbahaya kalau dilawan massa seperti aksi 212. Kalau itu yang terjadi, maka kita akan mengalami kemunduran dalam berbangsa dan bernegara.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
