Kotak suara kardus telah menjadi topik perbincangan masyarakat yang amat ramai. Sampai saat ini belum reda pembicaraan masalah tersebut.
Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) telah menjadi sorotan tajam masyarakat. Untuk meredakan sorotan tajam tersebut, Ketua KPU Arief Budiman berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kotak suara Pemilu 2019 kuat dan aman.
Kotak suara mampu menahan beban hingga 70 kilogram. Pada hal setelah diisi dengan surat suara Pemilu, beban maksimal yang ditanggung kotak tersebut hanya 7 kilogram.
Kotak suara berbahan karton kedap air, menurut Arief, bukan kali ini saja digunakan. Pada 2014, saat kotak suara berbahan aluminium rusak, untuk menutup kekurangannya maka dibuat dari kertas duplex (DetikNews, 25 Desember 2018).
Sejatinya pangkal persoalan, adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu. Dugaan masyarakat amat kuat bahwa dengan menggunakan kotak suara kardus dalam Pemilu, akan mudah dilakukan kecurangan dalam Pemilu.
Masalah Kepercayaan
Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam Pemilu 2019 adalah meyakinkan masyarakat bahwa Pemilu akan berlangsung umum bebas rahasia jujur dan adil (Luber dan Jurdil). Tidak akan ada kecurangan.
Kasus-kasus yang dipersoalkan masyarakat seperti DPT (Daftar Pemilih Tetap) ganda, dugaan pemilih siluman, pemilih orang gila, dan paling mutakhir kotak suara kardus, dapat dimaknai sebagai indikator rendahnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu.
Penyelenggara Pemilu samada KPU RI maupun Bawaslu RI, belum pernah mengeluarkan pernyataan yang memastikan bahwa Pemilu akan dilaksanakan berdasarkan asas: Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (Luber dan Jurdil). Tidak akan ada kecurangan.
Pada hal yang amat dikhawatirkan masyarakat terutama Prabowo-Sandi sebagai penantang petahana (incumbent) adalah kecurangan. Oleh karena menurut data yang dimiliki Tim Prabowo bahwa kekalahan Prabowo-Hatta Rajasa dalam Pemilihan Presiden 2014 karena dicurangi.
Bagaimana menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu? Menurut saya, penyelenggara dan masyarakat Pemilu harus melakukan 6 hal.
Pertama, komisioner KPU harus terus-menerus menyampaikan kepada masyarakat dan Prabowo-Sandi bahwa Pemilu akan dilaksanakan dengan jujur, adil dan tanpa kecurangan.
Kedua, KPU melaksanakan tahapan demi tahapan Pemilu secara transparan, terbuka dan demokratis.
Ketiga, KPU menindaklanjuti informasi yang disampaikan masyarakat, pasangan calon Presiden dan partai-partai peserta Pemilu misalnya tentang DPT ganda, dugaan Pemilu siluman, dan peserta pemilih orang gila, untuk diperbaiki dan disempurnakan.
Keempat, KPU dan Bawaslu wajib bekerjasama dengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil tanpa kecurangan.
Kelima, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan seluruh jajarannya sampai para saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus membangun, memelihara, menjaga, merawat dan mewujudkan kepercayaan ditengah-tengah masyarakat bahwa Pemilu akan diawasi dengan sebaik-baiknya, sehingga berlangsung tidak hanya Langsung Umum Bebas Rahasia, tetapi juga Jujur dan Adil tanpa kecurangan.
Keenam, partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan partisipatif harus digelorakan, dengan mendatangi TPS untuk menyoblos pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden serta calon anggota parlemen di semua tingkatan.
Dengan melakukan enam hal tersebut, maka bisa memberi keyakinan kepada masyarakat bahwa Pemilu akan berlangsung jujur dan adil tanpa kecurangan. Dengan demikian, perbincangan kotak suara kardus akan redup seiring tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara Pemilu bahwa Pemilu 2019 akan berlangsung aman, damai, jujur dan adil serta tidak ada kecurangan.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
