Prabowo Subianto, calon Presiden RI Nomor 02 mengemukakan bahwa kebocoran anggaran diduga mencapai Rp 500 triliun setiap tahun atau 25 persen dari total anggaran.
Pernyataan tersebut mendapatkan reaksi keras dari pihak penguasa. H.M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI merespon pernyataan Prabowo dengan mengatakan bahwa ada kebocoran anggaran tapi tidak sebesar yang dikemukakan.
Sementara itu, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menteri Koordinator Kemaritiman RI mengatakan bahwa pernyataan Prabowo bahwa kebocoran anggaran sebesar Rp 500 triliun setiap tahun adalah bohong.
Prabowo Tidak Bohong
Saya menulis dua buku tentang korupsi. Buku 1) Korupsi Musuh Bersama. Buku ke 2) Korupsi di Era Orde Reformasi.
Berdasarkan dua buku tersebut dan hasil analisis saya dari para kepala daerah dan anggota parlemen yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) pelaku korupsi, saya dapat pastikan bahwa kebocoran anggaran yang dikemukakan Prabowo adalah fakta bukan bohong.
Berapa jumlah anggaran negara yang bocor setiap tahun tidak ada yang tahu secara pasti. Akan tetapi sangat besar jumlahnya, bisa mencapai 25 %.
Isu kebocoran anggaran sejak Orde Baru telah sering dikemukakan. Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo pernah mengemukakan bahwa kebocoran anggaran 30 %.
Pernyataan Prabowo itu merupakan pengulangan kembali dari berbagai pernyataan sebelumnya bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara kita banyak dikorupsi.
Bahkan isu yang digulirkan untuk melengserkan Pak Harto dari kekuasaannya adalah korupsi yang kemas dengan isu korupsi kolusi nepotisme (KKN). Sejatinya isu korupsi yang paling besar porsinya adalah kebocoran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Akhiri Kebocoran Anggaran
Pada hakikatnya manusia baik. Lingkungannyalah yang membentuk manusia menjadi tidak baik.
Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota parlemen di semua tingkatan, masa jabatan mereka hanya lima tahun. Biaya pengeluaran mereka untuk membiayai partai politik tempat mereka bernaung serta biaya para pendukung sangat besar. Sementara gaji/honor yang diterima tidak memadai jumlahnya. Untuk tetap survive sebagai kepala daerah dan anggota parlemen, akhirnya mencari sela untuk menggerogoti anggaran.
Begitu pula, aparatur sipil negara atau pegawai negeri sipil baru Kementerian Keuangan yang sudah disesuaikan income (penerimaan). Selain itu, dibangun sistem yaitub para pejabat dan pegawai tidak boleh berhubungan langsung dengan masyarakat atau pegawai dari instansi lain yang mau berurusan dengan mereka. Juga diciptakan iklim untuk tidak korupsi.
Dampaknya, korupsi di Kementerian Keuangan RI sangat berkurang.
Untuk mengakhiri kebocoran anggaran yang gila-gilaan. Kuncinya terletak kepada pemimpin tertinggi di Indonesia yaitu Presiden RI. Selain itu, menteri yang memimpin kementerian.
Sukses tidaknya mengakhiri kebocoran anggaran, sangat ditentukan kepemimpinan. Mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Oleh karena itu, para pemimpin pemerintahan tidak hanya harus memiliki planning, organising, actuating dalam menjalankan pemerintahan, tetapi yang amat penting adalah melakukan controlling (pengawasan) terhadap yang dipimpin.
Masalah pengawasan ini sangat penting direformasi. Pada saat yang sama income para pejabat dan pegawai ditingkatkan, serta hukum ditegakkan kepada semua.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
