Pada 9 Februari 2019, insan pers memeringati Hari Pers Nasional. Pada puncak acara peringatan Hari Pers Nasional, Presiden Jokowi diberi Penghargaan Kemerdekaan Pers.
Sementara publik merasakan bahwa pers semakin tidak merdeka. Dalam banyak kasus, pers hanya memberitakan suatu peristiwa yang sesuai keinginan pemodal dan penguasa.
Sebagai contoh, Reuni 212 yang dihadiri puluhan juta orang hanya TV ONE dan TV Al Jazeera dan TV lain dari luar negeri yang menyiarkan langsung peristiwa tersebut
Sementara koran tidak memuat menjadi berita utama, bahkan wartawan RRI yang menyaksikan langsung peristiwa Reuni 212 karena didepan kantor RRI dipenuhi lautan massa, tidak memberitakan karena dilarang.
Sebaliknya media sosial memberitakan reuni aksi damai 212 dengan berita yang luar biasa, sehingga peristiwa yang ekstra damai itu diketahui masyarakat luas.
Pers Dipasung
Pemirsa TV ONE banyak sekali memberi apresiasi kepada TV ONE karena merupakan satu-satu stasiun televisi di Indonesia yang memberitakan langsung reuni aksi damai 212.
Karni Ilyas, Pemimpin Redaksi TV ONE dalam memberi respon terhadap apresiasi publik melalui kicauannya di Twitter mengatakan: Dear Pemirsa TV ONE; Terima kasih atas semua atensi dan apresiasi. Sesungguhnya kami hanya menjalankan tugas jurnalistik: memberitakan peristiwa yang terjadi diruang publik. Tidak lebih.
Pada kesempatan yang lain Karni Ilyas berpendapat bahwa media harusnya menjadi “watchdog” penguasa atau pengkritisi dan pengawas…
Akan tetapi realitas yang masyarakat saksikan dan rasakan bahwa pers tidak lagi menjalankan peran dan fungsi sebagai watchdog (penjaga) penguasa, pengkritisi dan pengawas, tetapi pers Indonesia saat ini telah menjadi alat pemodal dan penguasa.
Ini terjadi, karena pemilik modal di hampir semua media melakukan kolaborasi dengan penguasa untuk mempertahankan eksistensi. Hegemoni penguasa begitu digdaya, sehingga kebebasan dan kemerdekaan pers atau media dipasung. Pers akhirnya dipandang tidak lebih hanya sebagai alat kepentingan pemodal yang berkolaborasi dengan penguasa.
Medsos Jadi Watchdog
Pudarnya pers di mata publik karena terjadi perselingkuhan antara pemodal dan penguasa.
Dibalik itu, ada semacam blessing in disguise karena tumbuh media sosial sebagai alternatif, dimana setiap orang bisa menyampaikan berita atau pesan dengan cepat dan pesan itu dapat diterima oleh banyak orang seperti sms ataupun internet. Selain itu, Pesan atau berita yang disampaikan bebas tanpa melalui Gatekeeper dan lebih cepat dibanding media lainnya.
Kemajuan teknologi, telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui media sosial untuk mengambil alih peran media atau pers sebagai “watchdog” (penjaga), pengkritisi dan pengawas penguasa agar tidak menyalahgunakan kekuasaan.
Dampak positifnya cukup besar karena penguasa tidak bisa sewenang-wenang melakukan apa maunya karena dikontrol oleh masyarakat melalui media sosial.
Walaupun begitu, media sosial juga mengalami pemasungan melalui UU ITE, karena ada pasal-pasal karet di dalam UU ITE yang multi tafsir serta penegakan hukum masih belum sama dan adil kepada mereka yang oposisi dan pendukung penguasa.
Selamat Hari Pers Nasional semoga kita menyadari kesalahan yang dilakukan untuk segera diperbaiki.
Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
