Pemilihan umum (Pemilu) Presiden di Indonesia tahun 2019 saya sebut sebagai sarana menguji seorang Presiden petahana apakah masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan atau sebaliknya.
Oleh karena Presiden petahana baru memerintah selama satu periode dan masih bisa satu periode lagi atau 5 tahun lagi jika masih mendapat amanah dari rakyat.
Dalam pertarungan mempertahankan kekuasaan dan merebut kekuasaan, sangat wajar memilik semangat dan tekad untuk menang dalam Pemilu Presiden.
Yang menjadi kekhawatiran, Jika petahana memiliki semangat mengikuti Pemilu Presiden apapun caranya harus menang walaupun dengan menghalalkan segala cara. Begitu pula sebaliknya sebagai penantang, jika berprinsip apapun caranya jika perlu menghalalkan segala cara yang penting menang, maka Pemilu Presiden 2019 berpotensi menghadirkan skenario terburuk.
Fenomena Mengkhawatirkan
Ada fenomena yang bisa disimpulkan dan mudah-mudahan salah bahwa ada skenario yang tengah dimainkan untuk melakukan yang disebutkan, misalnya membayar lembaga survei untuk terus-menerus memenangkan petahana dalam setiap survei mereka, menggunakan anggaran desa dan anggaran PKH untuk memenangkan Pemilu. Selain itu, menggunakan aparat hukum untuk melawan mereka yang dianggap mendukung penantang, dan membiarkan pelanggaran Pemilu yang dilakukan pendukung petahana.
Begitu pula sebaliknya sebagai penantang, walaupun tidak memiliki alat negara dan dana yang berlimpah untuk melakukan operasi memenangkan Pemilu Presiden dengan menghalalkan segala cara, tetapi fenomena sosial yang kita saksikan beberapa waktu lalu seperti reuni 212 yang diikuti puluhan juta orang dan kampanye Prabowo dan Sandi di berbagai daerah yang dihadiri boleh dikatakan lautan manusia, dapat dimaknai besarnya dukungan untuk memenangi Pemilu Presiden 2019.
Jika Pemilu Presiden dilakukan curang, maka kita bisa membayangkan rakyat akan marah. Jika ini terjadi, maka potensi people power terbuka lebar untuk melawan kecurangan Pemilu.
Cegah Skenario Terburuk
Skenario terburuk dalam Pemilu Presiden 2019, sudah banyak dibahas dalam diskusi terbatas berbagai kelompok masyarakat madani.
Menurut saya, yang amat penting dilakukan ialah mencegah terjadinya eskalasi politik yang kemudian menghadirkan skenario terburuk.
Setidaknya harus dilakukan lima hal. Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus melaksanakan Pemilu Presiden dengan asas langsung umum bebas rahasia, jujur dan adil. Tidak boleh ada kecurangan Pemilu sedikitpun.
Kedua, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bekerja keras mencegah terjadinya kecurangan Pemilu. Seluruh jajaran Bawaslu dari pusat sampai di tempat pemungutan suara (TPS) harus mencegah dan menindak pelanggar Pemilu secara adil tanpa pandang bulu.
Ketiga, petahana dan penantang serta tim koalisinya harus menahan diri, tidak menghalalkan segala cara untuk memenangi Pemilu Presiden.
Keempat, aparat penegak hukum dan TNI harus netral, adil, profesional dan tidak memihak kepada salah satu pasangan calon yang tengah bersaing untuk memenangkan Pemilu Presiden.
Kelima, masyarakat madani dan dunia perguruan tinggi harus berpartisipasi melakukan pengawasan partisipatif untuk mencegah terjadinya kecurangan Pemilu saat penyoblosan, mencegah politik uang dalam proses Pemilu dan pasca Pemilu yaitu saat hasil Pemilu dibawa ke KPUD Kabupaten/Kota, ke Propvinsi dan KPU.
Dengan mencegah Pemilu curang, maka sejatinya kita telah mencegah terjadinya skenario terburuk dalam Pemilu Presiden 2019.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
