Saya mulai menulis tajuk ini dengan mengemukakan, pertama, saya bukan anggota Muhammadiyah, tetapi simpati akan kiprah dan perjuangan Muhammadiyah dibidang pendidikan dan sosial.
Kedua, saya juga bukan anggota Partai Amanat Nasional (PAN), tetapi peduli Partai Amanat Nasional karena menurut saya PAN merupakan salah satu pilar demokrasi di Indonesia karena didirikan pasca reformasi.
Ketiga, PAN menurut saya adalah pilar Muhammadiyah dan warganya dalam dunia politik. Walaupun Muhammadiyah tidak berpolitik praktis, tetapi warganya perlu wadah politik untuk mengaktualisasikan aspirasi politiknya.
Keempat, PAN didirikan Prof. Dr. M. Amin Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu sebagai wadah tempat menyalurkan aspirasi politik. Sama halnya KH. Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PB NU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai wadah penyaluran aspirasi politik warga Nahdiyin.
Dengan demikian, umat Islam dan warga Muhammadiyah memiliki saluran untuk menyalurkan aspirasi politik terutama pada saat Pemilu agar kepentingan politik umat Islam, Muhammadiyah dan warganya terwakili diparlemen (DPR RI., DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota).
Terancam Terdegradasi
Semua lembaga survei yang menyurvei elektabilitas Capres dan Partai Politik, walaupun hasilnya sulit dipercaya karena selalu memenangkan yang membayar mereka, tetapi bisa dijadikan sebagai informasi awal untuk waspada dan bekerja lebih keras.
Menurut hasil survei berbagai lembaga survei, Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan salah satu partai politik yang elektabilitasnya rendah dan berpotensi terdegradasi-tidak bisa memiliki wakil di parlemen nasional (DPR RI) yang mensyaratkan perolehan kursi sebesar 4%.
Oleh karena itu, sebelum hal itu terjadi, saya memandang amat penting Muhammadiyah dan warganya menyelamatkan Partai Amanat Nasional.
Setidaknya ada lima alasan, mengapa Muhammadiyah dan warganya wajib menyelamatkan PAN.
Pertama, umat Islam dan warga Muhammadiyah sudah kalah total dalam bidang ekonomi. Berpotensi pula mengalami kekalahan besar dalam bidang politik, jika membiarkan PAN terdegradasi dalam Pemilu 17 April 2019.
Kedua, kader agama lain banyak sekali menjadi calon anggota parlemen (legislatif) di seluruh partai politik yang beraliran nasionalis dan sekuler. Jika umat Islam dan warga Muhammadiyah tidak sadar, maka mereka berpotensi menguasai parlemen nasional dan daerah hasil Pemilu 2019.
Ketiga, kekuatan ekonomi yang mereka miliki, telah menempatkan para calon anggota parlemen di semua tingkatan dan partai-partai politik nasionalis-sekuler berada diatas angin dalam Pemilu 2019, karena memiliki dana berlimpah untuk biaya kampanye dan menguasai media massa.
Keempat, umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia menghadapi ancaman dari utara yaitu China. Menurut ekonom Aviliani, ada 400 juta pengangguran di Tiongkok yang akan merangsek ke Indonesia. Saya mengatakan bukan lagi akan merangsek ke Indonesia, tetapi sudah merangsek, karena tiap hari warga China datang berbondong-bondong ke Indonesia.
Kelima, kekuatan asing semakin besar pengaruhnya di Indonesia karena diberi karpet merah oleh penguasa. Sementara umat Islam dipecah belah, diadu domba. Ada yang disebut radikal, teroris, intoleran, bahkan anti Pancasila.
Muhammadiyah dan warganya harus bersatu menyelamatkan PAN pada Pemilu serentak 17 April 2019.
Cara menyelamatkan PAN supaya tidak terdegradasi dari Senayan, hanya satu cara yaitu seluruh warga Muhammadiyah dengan niat yang tulus dan ikhlas memilih para calon anggota parlemen untuk DPR RI., DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Dengan demikian, PAN selamat dari terdegradasi di DPR dan memiliki anggota perlemen yang besar hasil Pemilu 17 April 2019.
Saya tIdak percaya hasil Pemilu 2019 PAN akan terdegradasi dari parlemen RI. tapi sebaiknya waspada. Utk mencegah kemungkinan terburuk, warga Muhammadiyah diminta menyelamatkan PAN dgn memilih caleg PAN Pemilu 17/4/2019
https://t.co/HBSu1vKbOs— Musni Umar (@musniumar) April 9, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
