Saya menyambut gembira disertai galau banyaknya dana yang digelontorkan ke masyarakat menjelang Pemilu. Pertama, menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang disebut dalam UU Apatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, akan membayar gaji ke-13 dan ke-14.
Kedua, dana desa tahun 2019 yang mencapai Rp 73 triliun, yang disalurkan ke berbagai desa di seluruh Indonesia.
Ketiga, Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp32,65 Triliun yang disalurkan ke berbagai keluarga yang memiliki kegiatan usaha.
Keempat, kenaikan tunjangan operasional dan kinerja babinsa yang mencapai 71 persen.
Kelima, berbagai program di setiap kementerian yang ditujukan kepada rakyat.
Kepentingan Pemilu
Bantuan yang begitu besar yang disalurkan ke masyarakat, tidak sedikit yang prihatin karena yakin bantuan tersebut tidak akan membawa ekomomi bangsa Indonesia bangkit dan maju.
Didi Hidayat, pensiunan pegawai Kementerian Luar Negeri RI yang puluhan tahun menjadi Ketua RT kemarin sore (9/3/2019) sewaktu saya bersilaturrahim dikediamannya menyampaikan keprihatinannya tentang kondisi bangsa dan negara. Dia bertanya, dari mana dananya diambil untuk membiayai segala macam yang disebutkan Pak Jokowi?
Menurut dia, kalau berpikir untuk masa depan anak cucu kita, masa depan bangsa dan negara, kita patut prihatin dan bersedih.
Saya memberitahu tahun 2019, kita mengalami defisit anggaran sebesar Rp 296,0 Triliun. Defisit itu ditutup dengan utang baru. Jadi hidup kita sebagai bangsa dan negara ditopang oleh utang yang sekarang ini sudah menggunung.
Selain itu, mengalirnya warga negara asing, terutama China datang ke Indonesia, sangat memprihatinkan sebab membahayakan kedaulatan negara kita dan sekarang telah menjadi ancaman nyata Indonesia.
Semua yang dilakukan, diduga keras untuk kepentingan politik memenangkan elektoral (Pemilu).
Boros dari Hasil Utang
Sebagai ilmuan saya galau melihat borosnya penggunaan anggaran negara. Pada hal, setiap tahun terjadi defisit anggaran hampir Rp300 Triliun, yang ditutup dengan utang baru.
Kedua, semua bantuan yang digelontorkan ke masyarakat sudah terbukti tidak mengubah ekonomi bangsa Indonesia bangkit dan maju. Apalagi bantuan yang digelontorkan menjelang Pemilu, sarat dengan kepentingan politik untuk memenangkan petahana.
Ketiga, program dan bantuan dana yang digelontorkan menjelang Pemilu, dampak ekonominya sudah terbukti tidak mengubah para penerima bantuan, ekonominya menjadi bangkit dan maju.
Keempat, program dan bantuan yang dikucurkan banyak dikorupsi, sehingga lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.
Kelima, program dan bantuan yang diluncurkan pemerintah dalam jumlah besar telah menambah utang negara semakin menggunung.
Saya galau karena kita hidup dari topangan utang, tapi hidup sangat boros. Sejatinya menaikkan gaji PNS, gaji ke13 dan ke 14 dan segala macam program bantuan pemerintah, untuk menopang kemajuan ekonomi bangsa dan negara bukan kepentingan elektoral untuk memenangkan Pemilu, yang kemudian diduga menjadi sarana politik uang.
Petahana tidak usah melakukan seperti itu, karena tanpa kampanye akan terpilih kembali jika selama memimpin lima tahun membawa kebangkitan dan kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Kekuasaan milik Allah. Dia memberi kekuasaan kpd siapa yg dikehendaki dan Dia mencabut kekuasaan kpd siapa yg dikehendaki. Manusia bisa merekayasa Dia yang menentukan https://t.co/3dJOq6GOoh
— Musni Umar (@musniumar) March 10, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
