Pada 21 Maret 2019, saya diundang Bung Zein, koordinatoriat Wartawan Parlemen RI untuk menjadi narasumber bersama Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Maruarar Sirait, anggota DPR dari Fraksi PDIP, dan Sirajudin Abbas, peneliti SMRC dengan topik dialog “Survei Pemilu, Realita atau Rekayasa.”
Survei adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur yang sama pada setiap orang, kemudian jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis.
Menurut Earl R. Babbie (Survey research methods) bahwa ada tiga langkah penting yang menentukan keberhasilan penelitian survei:
1) Membuat angket, dengan mengumpulkan data. Caranya mengajukan pertanyaan tertulis dan dijawab tertulis pula.
2) Memilih sampel, yang dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang diamati.
3) Mengumpulkan data dengan wawancara atau angket.
Survei Pemilu
Survei Pemilu sangat penting karena merupakan sarana untuk mengumpulkan informasi dari kelompok yang mewakili sebuah populasi, sehingga bisa mengetahui lebih dini apa maunya rakyat dalam Pemilu.
Dengan demikian, survei Pemilu tidak lain ialah kegiatan penyelidikan yang dilakukan kepada pemilih dalam rangka mengetahui kecenderungan pemilih dalam Pemilu mau memilih siapa dalam dalam Pemilu.
Pertanyaannya, mengapa banyak sekali hasil survei tidak sesuai dengan realita.
Pertama, tingginya dinamika di masyarakat menjelang Pemilu. Jika ada isu negatif yang dilontarkan lawan politik bisa menggerus elektabilitas seorang calon.
Kedua, lembaga survei sudah menjadi institusi bisnis, yang menjadikan survei sebagai sarana utama mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga mengabaikan kejujuran dan kebenaran dalam melakukan survei.
Ketiga, lembaga survei merangkap jadi konsultan politik, sehingga hasil survei dipublikasikan untuk menggiring publik supaya memilih calon yang membiayai survei lembaga tersebut.
Keempat. Kesalahan metodologi dalam survei dan pengambilan sampel, tetapi faktor ini tidak dominan karena lembaga survei sudah sangat terlatih dalam melakukan survei.
Tidak Percaya Hasil Survei
Saya tidak percaya hasil survei berbagai lembaga survei, alasannya, pertama, hasil survei yang dilakukan lembaga survei banyak tidak sesuai dengan realita. Saya lebih percaya hasil survei pribadi yang saya lakukan dengan turun ke masyarakat bawah melakukan wawancara.
Kedua, lembaga survei pada umumnya tidak netral. Hasil survei mereka banyak tidak sesuai dengan fenomena sosiologis di masyarakat.
Ketiga, hasil survei lembaga survei telah dijadikan sarana untuk menggiring publik untuk memilih calon yang membiayai lembaga survei.
Oleh karena itu, hasil survei berbagai lembaga survei dalam Pemilu, bagi saya hanya sebagai informasi dan pembanding dengan hasil survei pribadi yang saya lakukan sejak Pemilu Presiden secara langsung mulai 2004 sampai sekarang.
Siang ini diskusi di Press Room DPR RI pic.twitter.com/VYn3WC5Sw4
— Musni Umar (@musniumar) March 21, 2019
Tak Percaya Hasil Survei, Akademisi Musni Umar Sebut Prabowo-Sandi akan Menang Pilpres https://t.co/Hj9THcybSi lewat @tribunnews
— Tribunnews.com (@tribunnews) March 21, 2019
Saat jadi narasumber di Press Room DPR siang ini bersama Fadli Zon, Maruarar Sirait, Sirajudin Abbas pic.twitter.com/4yrKfwmc3d
— Musni Umar (@musniumar) March 21, 2019
Hasil Survei SMRC Anies Sandi kalah Pilgub DKI. Faktanya Anies-Sandi jadi penguasa di DKI. Hasil survei terbaru lembaga serupa Jokowi-Ma'ruf 54%. Apa masih percaya? https://t.co/Zh732xLuRI
— Musni Umar (@musniumar) March 11, 2019
Lembaga SurveI SudaH Menjadi Industri yang memperdagangka hasil survei demi mendapatkan uang https://t.co/DeYR0ZpWqc
— Musni Umar (@musniumar) March 26, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
