Partisipasi mewujudkan pemilu damai tanpa curang merupakan tulisan yang semoga dapat membuka pikiran, hati nurani pembaca sehingga kedamaian untuk melaksanakan Pemilu 2019 tercapai.
Damai itu indah, setiap orang tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan harus berjuang mewujudkan kedamaian.
Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia yang bisa mengganggu suasana damai pada Pemilu 2019 ialah tingginya kecurigaan masyarakat bahwa Pemilu akan dilaksanakan curang.
Setidaknya ada 5 indikator yang membuat masyarakat menduga keras bahwa Pemilu akan dilaksanakan curang demi mempertahankan kekuasaan. Pertama, DPT Pemilih ganda. Kedua, pemilih siluman. Ketiga, pemilih orang gila. Keempat, kotak suara kardus. Kelima, ASN, POLRI dan TNI tidak netral.
Dugaan akan terjadi kecurangan dalam Pemilu 2019, harus segera ditepis dan cepat disampaikan kepada kepada masyarakat bahwa hal itu tidak benar. Tidak hanya mengatakan tidak benar, tetapi diberikan jawaban yang rasional, argumentatif berlandaskan hukum dan fakta-fakta serta dilakukan upaya pencegahan.
Pertama, Bawaslu dan KPU harus cekatan dan responsif dalam menjawab berbagai tuduhan dan menegaskan komitmen Bawaslu dan KPU bahwa Pemilu akan dilaksanakan tidaku curang.
Kedua, KPU dan Bawaslu harus bekerjasama memecahkan masalah yang dipersoalkan masyarakat dan peserta Pemilu seperti Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda, pemilih ganda, pemilih orang gila dan sebagainya.
Ketiga, Bawaslu RI dan KPU RI harus melakukan self control di internal masing-masing di pusat sampai di tingkat paling bawah (TPS) untuk memastikan bahwa tidak ada siapapun sebagai agen yang sengaja dibayar untuk melakukan perbuatan curang demi menguntungkan pasangan Calon Presiden-calon Wakil Presiden tertentu dan para calon anggota parlemen dari partai politik.
Keempat, Bawaslu secara berjenjang harus melakukan pengawasan terhadap KPU Pusat, KPUD Provinsi, Kabupaten dan Kota serta petugas KPPS di TPS untuk memastikan bahwa Pemilu dilaksanakan Langsung Umum Bebas Rahasia (Luber) Jujur dan Adil (Jurdil).
Kelima, DKPP harus menegakkan dan menjaga kemandirian, integritas dan kredibilitas penyelenggara Pemilu, memeriksa, mengadili dan memutus pengaduan dan laporan tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Bawaslu dan KPU. Semuanya dilakukan untuk memastikan bahwa Pemilu dilaksanakan secara adil sesuai undang-undang dan tidak ada yang melakukan kecurangan.
Keenam, tokoh masyarakat (informal leader/civil society) wajib berperan aktif untuk mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan dalam Pemilu serentak 2019.
Saya sudah kemukakan pandangan dalam tulisan di https://t.co/s3L8fzoQO9 supaya pemilu damai. Syaratnya harus jujur, adil, tdk curang, pakai politik uang, aparat netral. Kalau tdk, pasti Rizieq Shihab Serukan Perlawanan Jika Ada Kecurangan Pemilu https://t.co/EkR3NmlwGR
— Musni Umar (@musniumar) March 22, 2019
Partisipasi Mewujudkan Pemilu Damai
Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran aktif.
Dengan demikian partisipasi Pemilu 2019 berarti turut berperan serta dalam kegiatan Pemilu 2019.
Kegiatan yang sangat penting dan utama dilakukan dalam Pemilu 2019, pertama, partisipasi memilih Calon Presiden-Calon Wakil Presiden, memilih calon anggota legislalif (anggota parlemen) disemua tingkatan (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, Kota, Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) Pemilu 2019.
Kedua, ikut melakukan pengawasan dalam proses penyoblosan di TPS dan ikut mencatat hasil perhitungan suara di TPS untuk mencegah terjadinya manipulasi hasil pemungutan suara di TPS, PPS. PPK, Kabupaten, Kota dan Provinsi serta di KPU melalui penyedotan suara oleh Tim Cyber pasangan Capres-Cawapres dan partai politik tertentu.
Ketiga, berpartisipasi mencegah terjadinya kecurangan Pemilu. Kecurangan Pemilu 2019 pada setiap tahapan Pemilu, misalnya dalam menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan tidak mendaftar calon para pemilih yang diduga pemilih salah satu pasangan calon Prediden-Wakil Presiden atau calon pemilih partai politik tertentu.
Keempat, ikut serta secara aktif mencegah penggiringan publik dengan membentuk opini melalui penyebar-luasan berita bohong (hoax) di masyarakat, seolah-olah pasangan calon tertentu atau partai politik tertentu sudah pasti menang. Cara semacam itu dilakukan untuk menggiring publik memilih pasangan calon Presiden – Wakil Presiden tertentu, begitu juga calon dari partai politik tertentu, karena secara psikologis publik terprovokasi memilih calon atau partai politik yang diunggulkan untuk menang.
Kelima, ikut menjaga suasana damai dan tenang di dalam masyarakat agar Pemilu dapat dilaksanakan Langsung Umum Bebas Rahasia (Luber) jujur dan adil (Jurdil).
Keenam, menggalang partisipasi masyarakat untuk menghadiri kampanye Pemilu guna mendengarkan visi misi dan program calon Presiden dan calon Wakil Presiden serta para calon anggota Legislatif (Parlemen) serta memilih Capres-Cawapres dan calon anggota parlemen di semua tingkatan.
Ketujuh, melakukan pengawasan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) seperti dikemukakan di atas, jangan sampai terjadi kecurangan dalam pelaksanaan dan penghitungan suara di TPS.
Dengan melakukan tujuh hal tersebut, maka berarti kita telah berpartisipasi menyukseskan Pemilu 2019.
Semua warga negara yang cinta Indonesia harus berpartisipasi menjaga TPS dan hasil Pemilu agar tidak dicurangi. Kalau curang rakyat pasti marah dan bakal terjadi people power. https://t.co/73AXYNqO3n
— Musni Umar (@musniumar) March 30, 2019
Peran Tokoh Masyarakat
Untuk mencegah kecurangan dalam Pemilu serentak, maka tokoh masyarakat madani sangat penting dan menentukan.
Oleh karena itu, tokoh masyarakat harus melakukan lima hal. Pertama, harus menjadi pencerah dan penyadar kepada masyarakat agar menggunakan media sosial untuk mengajak seluruh bangsa Indonesia jadi pemilih yang baik.
Kedua, tokoh masyarakat harus mengajak masyarakat luas untuk ikut serta mengawasi pelaksanaan Pemilu.
Ketiga, tokoh masyarakat mengajak masyarakat luas tidak membuat berita yang mengandung hoax (berita bohong atau yang meresahkan masyarakat.
Keempat, tokoh masyarakat harus menjadi partisipan aktif untuk mencegah terjadinya kecurangan Pemilu.
Kelima, tokoh masyarakat suka tidak suka dan mau tidak mau harus menjaga suasana kondusif, adil, damai dan tidak ada kecurangan dalam Pemilu, sehingga pesta demokrasi di Indonesia dapat dilaksanakan secara langsung umum bebas rahasia, adil serta jujur.
Kalau Pemilu dilaksanakan secara jujur, adil dan tidak ada kecurangan, maka siapapun yang memenangkan Pemilu Serentak, hasilnya diterima dengan baik oleh rakyat, pasangan calon Presiden-calon Wakil Presiden serta peserta Pemilu parlemen (Legislatif).
Mari kita wujudkan Pemilu damai tanpa curang agar hasil Pemilu diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, pasangan Capres-Cawapres, partai politik serta para calon anggota parlemen dari berbagai partai politik.
Tidak hanya hasil Pemilu diterima oleh seluruh bangsa Indonesia, tetapi Pemilu 2019 menghasilkan pemimpin nasional dan para anggota parlemen (legislatif) di semua tingkatan yang bisa membawa bangsa dan negara Republik Indonesia bangkit dan maju seperti bangsa dan negara lain di dunia.
Sangat tdk setuju kalau Bawaslu melarang memotret proses pemilu di TPS dan hasil pemilu di TPS. Pemotretan hsl Pemilu di TPS diperlukan dlm rangka pengawasan partisipatif utk mencegah kecurangan Pemilu https://t.co/I4G8yLuGPt
— Musni Umar (@musniumar) April 6, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
