Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 menurut para netizen merupakan Pemilu terburuk sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia.
Pandangan tersebut tidak sepenuhnya saya amini karena Pemilu di masa Orde Baru juga banyak kecurangan. Hanya pada masa itu, media sosial belum ada. Monopoli media sepenuhnya ditangan pemerintah.
Kecurangan dipertontonkan dg telanjang. Demokrasi sdg dikebiri, suara rakyat dimanipulasi, kotak kardus penuh misteri, surat suara dicoblosi sendiri, cara menghitung diakali. Inilah pemilu terburuk sepanjang sejarah RI.
— FADLI ZON (Youtube: Fadli Zon Official) (@fadlizon) April 20, 2019
Sebaikmya @KPU_ID dan polisi berhenti berikan ancaman kepada rakyat yg melaporkan kecurangan pemilu krn yg memperjuangkan kejujuran pemilu adalah para emak2. Bayangkan perjuangan Ibu kalian saat Ibu kita melahirkan dan membesarkan kita.
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) April 20, 2019
Saat ini walaupun media dikuasai dan dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah, tetapi ada media alternatif bagi oposisi dan masyarakat yaitu media sosial.
Melalui media sosial segala kecurangan dan ketidak-adilan dalam Pemilu dibeberkan, sehingga semua mengetahui.
Sebagai contoh kecurangan masif dalam Pemilu, Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Afifudin mengatakan bahwa “Pengawas Pemilihan Umum menemukakan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di 4.859 TPS tidak netral (CNN Indonesia, 17/4/2019).
Pantas kalau banyak sekali kecurangan Pemilu 2019 karena pagar makan tanaman. Bawaslu Sebut Ribuan KPPS di Pemilu 2019 Tidak Netral https://t.co/4JjhwoUfjh
— Musni Umar (@musniumar) April 20, 2019
Bawaslu mencatat terdapat KPPS yang mencoblos sisa surat suara yang tidak terpakai. Setidaknya hal tersebut terjadi di sekitar 860 TPS.
Selain itu, menurut Afifudin ada KPPS yang memutuskan menutup TPS sebelum pukul 13.00 waktu setempat. Hal ini terjadi di 3.066 TPS.
Disamping itu, menurut Afifudin terdapat mobilisasi Pemilih untuk menggunakan hak pilih di 436 TPS. Ada saksi yang menggunakan atribut dengan unsur atau nomor urut peserta Pemilu di 2.497 TPS.
Sampai dengan malam ini, Pak @prabowo belum dan tdk memutuskan menerima utusan Pak Jokowi yakni Pak Luhut untuk bertemu beliau di Kertanegara, Pak Prabowo masih Fokus memperjuangkan dan mengawal agar rakyat terus mengawal C1.
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) April 20, 2019
Kolaborasi Tidak Netral
Sejatinya yang tidak netral tidak hanya penyelenggara Pemilu, tetapi saya menduga juga aparat dan birokrasi.
Kalau penyelenggara Pemilu dan birokrasi tidak netral, Bawaslu bersama Polisi bisa melakukan pemeriksaan dan menyeret mereka ke pengadilan. Publik menduga ada pembiaran, sehingga publik memaknai sebagai “persekongkolan.”
Kolaborasi tidak netral, yang menghadirkan kecurangan masif dan terstruktur, tidak terjadi di semua daerah, tetapi dipastikan di Jawa Tengah berdasarkan informasi Ali, anggota DPRD Kabupaten Purbalingga, terjadi seperti itu dan rakyat tidak berdaya menghadapinya.
Kecurangan terjadi dimana-mana. Ali, anggota DPRD Kab. Purbalingga Jateng beritahu sy siang ini jelang Pemilu, PKH dari Kemsos RI diluncurkan ke setiap rumah Rp 4 juta. Syaratnya coblols 01. Coblos Sisa Kertas Suara, Tujuh KPPS Terancam Dipecat – VIVA https://t.co/vYVrnMjvOW
— Musni Umar (@musniumar) April 19, 2019
Hadirkan Militansi Masyarakat
Kondisi semacam itu, semakin mendorong masyarakat bersatu untuk mengakhiri kecurangan dan ketidak-adilan. Massa semakin solid, kuat dan besar mendukung Prabowo-Sandi, karena kecurangan yang bersifat masif dan terstruktur semuanya merugikan Prabowo-Sandi.
Massa yang mendukung Prabowo-Sandi sangat militan dan saya yakin mereka tidak takut mati dalam membela keadilan dan kebenaran.
Pertanyaannya, dari mana saya tahu mereka militan dan tidak takut mati? Saya hadir dan wawancara dengan banyak orang dalam aksi 212 tahun 2016 dan reuni aksi 212 tahun 2018.
Pertama, keyakinan teologis yang bersumber dari keyakinan Agama yang menginspirasi mereka mau berjuang seperti pernyataan seorang ibu bersama suami dan dua anaknya kepada saya ketika sama-sama menginap di Hotel Takes and Mansion Jl. Taman Kebon Sirih Jakarta dalam reuni 212 tahun 2018. Saat sarapan pagi, saya berkenalan dan menanyakan motivasi mereka hadir di reuni 212. Dia menjawab bahwa satu keluarga mau masuk syurga bersama dan untuk masuk syurga tidak cukup salat, tetapi harus ikut berjuang tegaknya kebenaran dan keadilan.
Saya sebagai sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta menyampaikan syukur kepada Allah serta mengucapkan terima kasih kpd seluruh massa reuni aksi 212, ulama dan panitia. Alhamdulillah reuni berjalan damai dan tertib. Semoga kita semua dpt pahala dari Allah.
— Musni Umar (@musniumar) December 2, 2018
Kedua, mereka hadir di Monas dengan biaya sendiri atas komando ulama yang mereka sangat hormati yaitu Habib Rizieq Shihab yang saat ini hidup di pengasingan Makkah Al Mukarrmah Arab Saudi.
Ketiga, mereka meyakini dengan berjuang (berjihad) Indonesia lebih baik dan kehidupan mereka akan berubah menjadi lebih baik.
Saya sudah kemukakan pandangan dalam tulisan di https://t.co/s3L8fzoQO9 supaya pemilu damai. Syaratnya harus jujur, adil, tdk curang, pakai politik uang, aparat netral. Kalau tdk, pasti Rizieq Shihab Serukan Perlawanan Jika Ada Kecurangan Pemilu https://t.co/EkR3NmlwGR
— Musni Umar (@musniumar) March 22, 2019
Keempat, memperjuangkan tegaknya kebenaran dan keadilan adalah wajib. Dalam berjuang tidak hanya pengorbanan harta, tetapi jika perlu dengan nyawa, dan balasannya jika wafat dalam berjuang menurut mereka adalah syurga.
Kelima, mereka berjuang dengan hadir di Monas sesuai petunjuk ulama harus damai tidak boleh melakukan kekerasan apalagi anarkis yang merusak.
Fraksi PDIP dan Fraksi Nasdem DPRD DKI dan lain-lain sebaiknya berpikir ulang untuk menghajar Anies-Sandi melalui Interpelasi ataupun juga karena tuan-tuan akan berhadapan dgn jutaan massa seperti aksi 212. Jangan pancing rakyat utk marah. Sebaiknya kita bekerjasama bangun Jkt.
— Musni Umar (@musniumar) January 25, 2018
Oleh karena itu, dalam berbagai tulisan dan pernyataan, saya selalu menyerukan supaya Pemilu dilaksanakan dengan langsung umum bebas rahasia (Luber) jujur dan adil (jurdil) karena saya tahu kecurangan yang masif dan terstruktur seperti sekarang ini akan dilawan oleh kekuatan rakyat.
Saya yakin, TNI yang berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat begitu pula Polisi, tidak mungkin menembaki jutaan massa yang berkumpul damai untuk memprotes kecurangan dan ketidak-adilan Pemilu yang dipertontonkan.
Sebagai sosiolog saya merasa yakin, semua akan berakhir damai dan dipastikan tidak ada people power jika Prabowo-Sandi ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pemilihan Presiden 2019.
"People power… people power…," teriak para pendukung Prabowo. https://t.co/uCc4Q0xC9W
— detikcom (@detikcom) April 18, 2019
Simak artikel yang ditulis oleh Prof. Musni Umar – Sosiolog/Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta pada 27 Maret 2019 (3 minggu) sebelum #Pemilu2019 #Pilpres2019 berlangsung. Semua kekuatiran dugaan pelanggaran & kecurangan terjadi…?#SaveOurDemocracy 02 62%https://t.co/84lzbP4qMM
— #KataNalar (@ZAEffendy) April 22, 2019
Mayoritas rakyat tdk akan terima kalau KPU menyatakan pemenang Pilpres 2019 bukan Prabowo-Sandi. Rakyat tahu Prabowo-Sandi dicurangi secara masif. KPU-Bawaslu dan seluruh jajarannya bekerjalah dgn jujur dan benar hentikan kecurangan https://t.co/Lw6KAa3IPd
— Musni Umar (@musniumar) April 21, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
