Tadi malam saya menonton video unjuk kekuatan (show of force) aparat keamanan dengan mengerahkan pasukan, tank dalam jumlah besar dan segala macam peralatan persenjataan dan mobil anti huru-hara.
Saya juga menonton video Habib Rizieq Shihab yang disampaikan dari tempat pengasingannya di Makkah Al Mukarramah Arab Saudi yang menginstruksikan kepada umat Islam untuk melakukan jihad total melawan kecurangan Pemilu.
Sebagai sosiolog saya harus mengemukakan hal tersebut sebagai partisipasi nyata untuk menjaga keselamatan bangsa dan negara dan negara kesatuan Republik Indonesia.
Wiranto Jelaskan Alasan Pengerahan Ribuan Brimob di Jakarta https://t.co/IpnL1fXJto
— Republika.co.id (@republikaonline) April 23, 2019
Indonesia Genting?
Adanya pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar tidak usah dimaknai negatif. Tugas aparat keamanan adalah menjaga, memelihara dan menciptakan keamanan.
Banyak pihak memaknai pengerahan aparat keamanan dalam jumlah besar adalah untuk unjuk kekuatan guna menakut-nakuti rakyat.
Saya positive thinking bahwa hadirnya aparat keamanan dalam jumlah yang sangat besar di ibukota adalah untuk memastikan bahwa Indonesia aman-tidak genting walaupun persepsi publik sebaliknya. Kalau keadaan tidak genting mengapa harus mengerahkan pasukan berikut alat perang dalam jumlah besar.
Simak artikel yang ditulis oleh Prof. Musni Umar – Sosiolog/Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta pada 27 Maret 2019 (3 minggu) sebelum #Pemilu2019 #Pilpres2019 berlangsung. Semua kekuatiran dugaan pelanggaran & kecurangan terjadi…?#SaveOurDemocracy 02 62%https://t.co/84lzbP4qMM
— #KataNalar (@ZAEffendy) April 22, 2019
Tidak Akan Anarkis
HRS sudah menginstruksikan jihad total untuk melawan kecurangan Pemilu. Instruksi itu tidak usah dianggap seolah sudah mau perang.
Rakyat dalam demokrasi adalah pemilik kedaulatan (kekuasaan). Setiap lima tahun, satu kali rakyat diberi hak untuk menggunakan kekuasaannya guna memilih Presiden/Wakil Presiden, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, memilih anggota parlemen (legislatif) di semua tingkatan serta memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).
Oleh karena itu, wajar kalau hasil Pemilu yang tercantum dalam C1 diselamatkan karena disitulah terdapat implementasi dari kedaulatan rakyat. Kalau jihad untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan suara rakyat hasil Pemilu dari kecurangan yang tidak lain merupakan wujud pengamalan demokrasi, tidak masalah dan bahkan harus didukung.
Yang penting dalam menyampaikan aspirasi dilaksanakan dengan damai, aman dan tidak anarkis. Saya yakin kalau ada people power tidak akan anarkis karena sudah terbukti dalam aksi 212 dan reuni 212 semuanya aman dan damai.
sebagai sosiolog saya tidak percaya reuni 212 akan ganggu keamanan. Umat Islam Indonesia jika tidak diganggu dan diprovokasi selalu damai. Sebaiknya jangan ciptakan ketakutan di masyarakat. Saya yakin seyakin-yakinnya reuni 212 tidak akan ciptakan gangguan keamanan.
— Musni Umar (@musniumar) November 16, 2018
Sebagai Sosiolog tidak mempersoalkan peringatan milad Aksi 212 sebagai gerakan politik. Menurut saya dakwah dan politik tidak bisa dipisahkan. Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dan mendirikan negara adalah politik. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan poltik.
— Musni Umar (@musniumar) December 1, 2017
Seruan Kepada KPU
Rakyat telah menyuarakan aspirasi mereka supaya KPU sebagai salah satu penyelenggara Pemilu agar berkata dan bertindak benar, jujur dan adil.
KPU diminta menyelenggarakan Pemilu jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU wajib netral dan independen dan tidak membiarkan terjadi kecurangan dalam setiap tahapan Pemilu, dalam penghitungan suara, di semua tingkatan, termasuk dalam entry data C1 di KPU.
https://twitter.com/AkunTofa/status/1120890929534128129
https://twitter.com/KwikKianGie_/status/1118685013283704832
Kalau Pemilu curang seperti sekarang, apa pantas dan masuk akal rakyat disuruh diam apalagi diancam mau ditembak ditempat?
Menurut saya, rakyat tidak salah dan tidak sepantasnya diam dan juga tidak salah jika berkumpul dalam people power secara damai dan aman untuk menyampaikan aspirasi. Akan tetapi, harus sabar, tenang, menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkis.
Rakyat boleh melakukan demo dalam jumlah besar untuk menyuarakan aspirasi guna menuntut KPU supaya mengakhiri kecurangan dan berdiri tegak mewujudkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Demo dalam jumlah besar ini harus dihormati karena merupakan hak demokrasi rakyat Indonesia.
Mayoritas rakyat tdk akan terima kalau KPU menyatakan pemenang Pilpres 2019 bukan Prabowo-Sandi. Rakyat tahu Prabowo-Sandi dicurangi secara masif. KPU-Bawaslu dan seluruh jajarannya bekerjalah dgn jujur dan benar hentikan kecurangan https://t.co/Lw6KAa3IPd
— Musni Umar (@musniumar) April 21, 2019
Kunci keselamatan bangsa dan negara saat ini ada ditangan KPU. Karena itu saatnya KPU memperbaiki diri, bekerja profesional, independen, benar, jujur, adil dan bertanggungjawab agar bangsa dan negara selamat dari perpecahan.
Seluruh bgs Indonesia terutama mahasiswa dan masy. madani, saatnya kita berpartisipasi menyelamatkan Indonesia dgn membantu KPU yg sdg dihajar krn buruk komunikasi politiknya. Pemilu dgn KPU yg tdk dipercaya publik, kita bisa bayangkan hasil Pemilu. https://t.co/OYo0bxf5HK
— Musni Umar (@musniumar) April 16, 2019
Indonesia dlm keadaan genting. KPU harus bertanggungjawab karena membiarkan dan bahkan diduga jajaran KPUD tdk netral. Para operator komputer KPU bermain curang dlm input data C1. https://t.co/W0D5BQW1DA
— Musni Umar (@musniumar) April 24, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
