Prabowo Subianto, calon Presiden RI dalam rangka meperingati Hari Buruh Internasional tanggal 1 Mei 2019 di Senayan Jakarta, mengemukakan beberapa hal yang amat penting dianalisis.
Pertama, Prabowo bertanya kepada para buruh. Kalau kita dihadapkan pada pilihan, rakyat Indonesia diperlakukan seperti kambing atau rakyat terhormat. Mana yang dipilih? Massa buruh menjawab: “Rakyat terhormat, rakyat terhormat.”
Prabowo menjelaskan kalau jadi kambing nyerah pada nasib, kalau rakyat mau jadi terhormat harus berani membela kebenaran dan keadilan.” jelasnya.
Hari ini Pak @prabowo menemui massa buruh di Istora Senayan-Jakarta, sedangkan Bang @sandiuno mengunjungi relawan di Padang, Sumbar. Kita terus bergerak dan akan terus bergerak menjemput perubahan.
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) May 1, 2019
Ini Hasil Ijtimak Ulama III Soal Pilpres 2019 https://t.co/2oDhTKXA4c
— FADLI ZON (Youtube: Fadli Zon Official) (@fadlizon) May 1, 2019
Dari pertanyaan Prabowo kepada massa buruh dapat dianalisa:
1) Prabowo memberi penegasan bahwa rakyat Indonesia bukan kambing yang bisa diperlakukan sesuka hati dan akan pasrah atau menyerah pada nasib.
2) Prabowo mengingatkan, rakyat ingin jadi terhormat, seperti ungkapan massa buruh yang siap berjuang membela kebenaran dan keadilan.
3) Prabowo secara tersirat mengungkapkan akan melawan kecurangan, tidak akan menyerah dan akan berjuang membela kebenaran dan keadilan.
4) Secara tidak langsung Prabowo meminta kepada kaum buruh untuk bersama melawan kecurangan Pemilu.
Kedua, Prabowo menyentil pers telah merusak demokrasi. Pernyataan tersebut ada benarnya. Itu terjadi karena pemilik media seluruhnya mendukung petahana. Dampaknya media dijadikan sarana propaganda untuk mendukung petahana.
Lembaga survei yang telah dibayar mahal diberi akses seluas-luasnya oleh media untuk menyampaikan hasil “Quick Count” yang memenangkan petahana dalam pemilihan Presiden.
Untuk membenarkan yang dilakukan lembaga survei, KPU diduga menjadi institusi yang diskenarionakan menjadi alat pembenar hasil Quick Count.
Dalam input data C1 dari berbagai KPU Daerah ke pusat data KPU misalnya, berdasarkan data yang dikemukakan di media sosial, diduga keras dilakukan manipulasi data dengan menambahkan suara paslon yang didukung, dan mengurangi perolehan suara secara signifikan paslon Prabowo-Sandi untuk menyesuaikan hasil Quick Count.
"Sistem & pola input (data) Real Count KPU sejauh ini patut dicurigai mengandung unsur manipulatif untuk memberi gambaran bahwa Jkw sudah menang, dengan persentase perolehan suara dibuat mendekati hasil QC."#PemiluCurangItuKejahatan#Pilpres2019 https://t.co/s65jJf2BJ8
— #KataNalar (@ZAEffendy) May 2, 2019
Media terutama TV swasta menjadi sarana kampanye untuk mendukung petahana kembali memimpin periode ke-2 dengan tidak memberitakan secara seimbang dan adil paslon nomor 02.
Lembaga survei dan para pakar ditampilkan oleh media tertentu untuk menyampaikan pandangan tentang Pemilu yang intinya mendukung petahana. Mereka buta, tuli dan bisu terhadap berbagai kecurangan Pemilu yang banyak diberitakan media sosial.
Maka tidak salah jika Prabowo menyebut pers telah merusak demokrasi.
Semoga kawan seperjuangan kita ini baik baik saja.
Mereka berdualah yang berhasil membongkar masalah kebocoran server KPU
hingga akhirnya mereka dikriminalisasi dan diciduk#SaveArasMytha#SaveEkowBoy pic.twitter.com/rBC2Ageivl— Andy Ariwibowo (@ariwibowo_andy) April 30, 2019
Tahapan opini @KPU_ID
1) awal : sistem IT kami terbaik
2) ketemu salah data : petugas cape
3) masih salah : ada potensi petugas tdk netral
4) makin banyak salah : Situng tdk digunakan
Tapi tetap menolak audit forensikKalian berakal sehat ?
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) May 2, 2019
https://twitter.com/AkunTofa/status/1123820318014038019
Aparat Tidak Netral
Prabowo mengibaratkan permainan bola kalau wasit tidak netral, maka hasil pertandingan tidak diterima penonton dan terjadi protes.
Begitu juga Pemilu, aparat sejatinya sebagai wasit bertindak netral, kalau memihak dan tidak netral, maka rakyat sebagai pemilik kedaulatan, jangan disalahkan kalau protes dan tidak terima hasil Pemilu.
Probowo juga menyindir para elit yang kaya raya yang menggunakan kekayaan mereka untuk mendukung status quo dan menghambat aspirasi rakyat yang ingin perubahan.
Menurut saya, para elit mendukung status quo untuk melindungi kepentingan mereka, karena lebih nyaman dan lebih memberi kepastian mereka bisa mempertahankan hegemoni ekonomi yang sudah digenggam, ketimbang mendukung perubahan untuk tujuan mewujudkan tujuan Indonesia didirikan seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Saya menduga, para elit rela menggelontorkan dana dalam jumlah besar dan mengerahkan media yang dimiliki untuk mempertahankan status quo walaupun dengan cara yang curang dan menghalalkan segala cara.
Cara yang ditempuh para elit tersebut amat berbahaya karena rakyat bisa marah dan terpaksa melakukan people power, padahal sebaiknya perubahan di Indonesia dilakukan secara damai melalui Pemilu yang jujur dan adil.
Memberikan semangat kpd para relawan & petugas yg sedang mengikuti penghitungan suara di PPK Koto Tangah, Padang. Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para relawan di Koto Tengah yang masih bekerja keras memastikan proses pemilu berjalan dengan jujur & adil. pic.twitter.com/yAmNcH93Zt
— Sandiaga Salahuddin Uno (@sandiuno) May 1, 2019
Di Pilpres 2019 ini ada pelajaran penting. Yang massanya diongkosi, peserta kampanye jarang penuh. Sebaliknya yang massanya bayar sendiri, bahkan nyumbang paslon, peserta kampanye selalu luber. Mari kita jaga demokrasi dengan partisipatif, bukan mobilisasi.
— Sudirman Said (@sudirmansaid) March 29, 2019
Komentar dan Saran Sangat Dihargai
Terimakasih telah membaca tulisan analisis saya. Sebagai seorang sosiolog saya, Musni Umar akan terus berusaha menulis fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Hampir setiap harinya saya menulis tentang Prabowo-Sandi karena saya secara jelas dan transparan mendukung Prabowo-Sandi dan tidak ingin para pembaca merasa di bohongi dalam hal siapa yang saya dukung.
Komentar dan saran anda sangat saya hargai. Saya sebagai manusia ingin selalu bisa belajar sampai akhir hayat. Karena saya sebagai seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan merasa pentingnya menimba ilmu setiap harinya. Saya juga menghargai apabila pembaca mendukung capres lain karena Indonesia merupakan negara Demokrasi dan setiap rakyat berhak atas pilihan masing-masing. Rakyat berhak memilih dan mengapresiasikan pilihannya tanpa tekanan, paksaan dan kecaman dari berbagai pihak. Apabila anda mendukung aktifitas yang bersifat mengecam, memaksa dan menekan perbedaan pendapat, berarti anda sama saja mendukung runtuhnya demokrasi di Indonesia, mendukung kebiasaan menekan kebebasan berpendapat untuk generasi muda, anak cucu kita dimasa depan.
Saya minta mulai dari Pak Jokowi dan Pak Prabowo dan para pendukungnya utk mengeluarkan kata dan kalimat yg mempersatukan. Lawan politik bukan berarti musuh abadi. Jgn serang pribadi dan kehormatan siapapun. Silahkan dukung 02 atau 01. Jgn hinakan dan jelekkan yg tdk didukung.
— Musni Umar (@musniumar) March 12, 2019
Dikarenakan saya bekerja full-time menjadi Rektor di UIC dan memiliki berbagai kegiatan lain diluar jadi saya tidak bisa terlalu aktif di sosial media, tetapi saya akan selalu membaca komentar pembaca walaupun tidak semua bisa saya reply. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih untuk para pembaca, apabila ada saran dan komentar tentang tulisan ini silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Prabowo, Capres RI mmiliki Pemikiran, spirit dan cita-cIta besar utk bangun IndonesIa yg berkeadilan dan berdiri diatas kaki sendiri sesuai tujuan kita merdeka yg tercntm dlm Pembukaan UUD 45 dan Pancasila terutama keadilan sosial bg slth rakyat Ind.https://t.co/wa1Vy8y1Qd
— Musni Umar (@musniumar) May 2, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
