Persepsi mayoritas masyarakat Indonesia saat ini, banyak pihak membungkam media mainstream. Mayoritas media nasional pada umumnya tidak bisa memberitakan berbagai peristiwa penting secara bebas dan bertanggungjawab. Peristiwa yang terjadi di masyarakat, dengan gelombang massa yang sangat banyak, seperti Aksi 212, Reuni 212 dan lain sebagainya.
Bukti lain dugaan media dibungkam ialah program ILC TV ONE yang setiap hari Selasa malam ditayangkan dan ditonton jutaan orang, tidak tayang. Karni Ilyas, Presiden ILC menyebut alasannya sedang “cuti panjang.”
Publik memaknai “cuti panjang” program ILC di TV ONE dilakukan karena ada dugaan upaya pembungkaman. Oleh karena secara finansial, TV ONE akan kehilangan salah satu program acara dengan pendapatan iklan yang tinggi, jika ILC tidak tayang sebab pemasang iklan batal memasang iklan, yang berarti tidak ada dana masuk dari program ILC.
Doa dan dukungan terbaik untuk ILC & bang @karniilyas, semoga selalu diberikan kesehatan dan kemudahan, sukses dan semangat.
Junjung tinggi kebebasan pers di era demokrasi https://t.co/CDQtoWaCsU— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) May 7, 2019
Lebih Banyak Mudaratnya
Sejatinya membungkam media mainstream merugikan berbagai pihak. Pertama, masyarakat sangat dirugikan sebab berita di media tidak diberitakan secara independen, bebas dan bertanggungjawab. Dampaknya masyarakat tidak mendapatkan berita yang seimbang dan adil dari sumber yang kredibel dan terpercaya. Sering berita yang dikonsumsi cenderung menyesatkan, tidak jelas dan tidak transparan.
Padahal menurut saya, salah satu fungsi media mainstream adalah menyajikan berita yang mencerdaskan bangsa. Kalau media dibungkam, maka masyarakat sebagai konsumen berita tidak tercerahkan dan tidak terdewasakan. Otomatis yang rugi seluruh bangsa Indonesia.
Bagaimana kita bilang ada kebebasan pers tapi demo besar #PertaminaAvtur luput dari media kecuali TVONE…dah gitu jokowi dapat award dari dewan pers…hebat ya. https://t.co/QPUax21vH8
— #GS2021KolaborasiYuk (@Fahrihamzah) February 20, 2019
Harga tiket pesawat turun adalah hoax selama 6 bulan ini… Pemerintah saat ini tdk punya daya sama sekali… Saya percaya janji Sandiaga Uno saat kampanye di Manokwari papua akan menurunkan harga tiket pesawat akan terealisasi saat Prabowo menjadi presiden..amin
— zoelhan abbas (@zoelhanabbas) May 5, 2019
Bersyukur mudiknya pake kereta, bukan pesawat, sedih liat temen2 yang mau pada mudik tapi terkendala ongkos semoga Allah lancarkan rezeki kalian buat beli tiket pesawat PP. Mau ketemu orang tua banyak pengorbanannya ya ?
— putri (@putridwicholid) May 11, 2019
Kedua, pemilik media mainstream dirugikan. Kalau media mainstream dibungkam, maka masyarakat tidak percaya pemberitaan media mainstream pada umumnya. Dampaknya, masyarakat tidak mau menonton TV, membaca koran dan mendengar berita di radio. Dampak lanjutannya, perusahaan pemasang iklan tidak mau memasang iklan di media mainstream karena minim penonton, minim membaca koran dan minim pula yang mendengarkan radio.
Ketiga, pemerintah dirugikan. Persepsi masyarakat bahwa yang membungkam media agar tidak bersuara, tidak memberitakan secara independen suatu peristiwa, adalah pemerintah. Padahal belum tentu pemerintah yang membungkam media. Bisa saja pemilik media mainstream yang kepentingannya sama dengan kepentingan penguasa, kemudian secara simbiosis mutualistis saling melindungi. Instrumen yang dipergunakan adalah media mainstream yang dalam penguasaannya.
Akan tetapi, di era sekarang membungkam media, sama saja bunuh diri karena citra pemerintah bisa runtuh di mata publik. Kalau citra runtuh, maka tidak akan dipercaya publik. Selain itu hal yang paling penting adalah demokrasi yang tidak berjalan dengan seharusnya.
Pengekangan terhadap kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat oleh warga negara, pengekangan kebebasan pers dan tindakan represif sejenisnya adalah cerminan sistem demokrasi yang tidak berjalan baik. Berikut 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945:
Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Demokrasi dengan kecerdasan.
Demokrasi yang berkedaulatan rakyat.
Demokrasi dengan rule of law.
Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara.
Demokrasi dengan hak asasi manusia.
Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka.
Demokrasi dengan otonomi daerah.
Demokrasi dengan kemakmuran.
Demokrasi yang berkeadilan sosial.
Mengenang Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa & gerakan rakyat pro-demokrasi.
Tetaplah jaga & tegakkan demokrasi di Indonesia.
Jangan sia-siakan perjuangan & pengorbanan mereka.#TragediTrisakti#KedaulatanDiTanganRakyat pic.twitter.com/pZOHefrJfs— aries (@d4nk13) May 11, 2019
Lari ke Media Sosial
Fenomena sosial saat ini, mayoritas rakyat menggunakan media sosial. Bukan hanya itu, rakyat lebih percaya pada media sosial.
Kelebihan media sosial ketimbang media mainstream. Pertama, kecepatan informasi. Setiap peristiwa di manapun, dalam sekejap bisa diketahui.
Kedua, mudah diakses. Setiap orang dimanapun berada asalkan ada sinyal, bisa mengakses berita yang terjadi di seluruh dunia.
Ketiga, media sosial merupakan medium untuk mengkritik. Saat ini hampir seluruh lapisan masyarakat menggunakan media sosial dan siapa saja mereka bisa kritik. Oleh karena itu, mereka yang dalam kekuasaan, jangan alergi dikritik, harus membiasakan mendengar kritik dari masyarakat. Saya Musni Umar, selalu di kritik setiap harinya, walaupun banyak hinaan tetapi terdapat netizen dengan kritik membangun yang selalu saya hargai.
Kita memerlukan kritik supaya kita semakin matang. Jangan alergi pada kritik.
— Musni Umar (@musniumar) January 31, 2018
Keempat, murah dan fleksibel. Setiap orang bisa menggunakan media sosial melalui hand phone yang dimiliki untuk berhubungan dengan keluarga, teman dan masyarakat luas.
Kelima, bisa membangun bisnis, mengurus dan mengendalikan usaha serta menjadi tokoh media sosial atau yang istilahnya jaman now, “influencer”. Semua hanya melalui media sosial. Dari rumah, sekolah atau kantor, bisa melalui handphone untuk mengeluarkan kritik dan pendapat, mempublikasikan pekerjaan yang sedang digarap, dan bahkan melakukan aksi sosial dengan hasil yang nyata dan bisa membantu kehidupan masyarakat lain yang sedang membutuhkan.
Dengan adanya kegiatan Jumat Berkah ini agar dapat meringankan beban mereka. #genbi #genbibengkulu #energiuntuknegeri #mudacerdasberkualitas #aksisosial #sosialgenbibengkulu pic.twitter.com/AvqMWVoH8u
— GenBI Bengkulu (@genbibengkulu) May 5, 2019
MN FORHATI Kerjasama Taman Impian Jaya Ancol Bergerak ke Tanjung Lesung#MNFORHATI #AksiSosial #PsikoSosial #KampungSumur #TanjungLesung #Ancol https://t.co/sh2lgQMyuQ
— Syahrir Lantoni (@Syahrir_Lantoni) February 24, 2019
Nurhayati (Mak Enung), kini merasa lebih bahagia. Usaha jualan lauk matangnya semakin meningkat dan berkah. Berawal dari berjualan dengan dijinjing, Mak Enung kini sudah memiliki motor sendiri. pic.twitter.com/CBCwBq9cI5
— LAZ Al Azhar (@LAZALAZHAR) May 12, 2019
Keenam, melalui media sosial, seluruh kegiatan oposisi bisa disebar-luaskan ke masyarakat luas walaupun tidak diberitakan oleh media mainstream. Walapun begitu kita harus selalu berhati-hati, untuk kegiatan seperti ini selayaknya kita harus teliti melihat siapa yang kita baca media sosialnya, sering sekali oknum yang tidak bertanggung jawab sengaja memberitakan berita yang tidak benar bahkan melalui website sekalipun. Selalu kembali merujuk ke website resmi atau akun media sosial yang aktifitasnya terlihat jelas dan sering di update. Foto di profile juga sebaiknya di perhatikan, apabila terlihat wajahnya secara jelas dan namanya tertulis secara jelas berarti orang tersebut bertanggung jawab akan isi media sosial yang telah dia publikasikan. Akun dengan foto bukan dirinya, foto buram atau tidak ada foto diri sendiri ada kemungkinan akun tersebut tidak bisa dipercaya.
Oleh karena itu, membungkam media mainstream tidak ada gunanya, bahkan lebih banyak mudaratnya sebab rakyat bisa hijrah menggunakan media sosial untuk melakukan apa saja yang ingin dilakukan. Apabila media sosial menjadi media utama yang lebih dipercaya rakyat akan banyak bermunculan gerakan yang tidak sesuai dengan Demokrasi dan Pancasila. Kegiatan yang cenderung ekstrim dan tidak sesuai nilai-nilai kebangsaan. Walaupun ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kembalikanlah kepercayaan rakyat kepada media mainstream, pengekangan kebebasan pers janganlah diteruskan.
Saya berpendapat tim yang dibentuk untuk mengawasi omongan para tokoh tidak diperlukan. Kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat merupakan hasil perjuangan reformasi. Penikmat hasil reformasi mau membungkam para tokoh dan rakyat. Ini keterlaluan.
— Musni Umar (@musniumar) May 7, 2019
Jurnalisme sudah lama mati…tinggal dikubur saja…dan pengumuman musim pemakaman media dan kebebasan pers telah diumumkan.. #RIPJurnalis https://t.co/cEzJbslzto
— #GS2021KolaborasiYuk (@Fahrihamzah) May 6, 2019
Saran dan komentar? Caranya click logo biru lalu click icon reply.
Media bebas dan merdeka mrpkan instrumen demokrasi. Tdk ada demokrasi tanpa pers yg bebas dan bertanggungjwb. Persepsi publik saat ini, media mainstream dibungkam. Ttp Mudaratnya lbh bsr dr manfaatnya krn ada medsos sebagai pelarian utk kritik pemerintah https://t.co/2B9wDD9JWs
— Musni Umar (@musniumar) May 12, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
