Sejak 21-23 Mei 2019, saya berada disekitar lokasi demo memantu apa yang dilakukan massa pendemo di depan Bawaslu Jalan Thamrin Jakarta. Sebagai sosiolog, saya sebisa mungkin memantau kondisi masyarakat secara langsung. Pantauan saya menghasilkan tulisan ini, yang berjudul Gerakan hati nurani rakyat tuntut keadilan pemilu.
Saya mendengar dan menyimak orasi para pendemo yang merupakan perwakilan dari berbagai daerah dan beberapa elemen masyarakat, semuanya mengemukakan masalah keadilan.
Keadilan menurut mereka dicederai oleh kecurangan Pemilu. Masalah ini sejak proses Pemilu mulai dari Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditengarai dengan isu pemilih ganda, masa kampanye, saat pelaksanaan Pemilu dan perhitungan suara di semua tingkatan, dalam berbagai tulisan, saya sudah kemukakan pentingnya dihindari kecurangan Pemilu yang merupakan lawan dari keadilan karena bisa menjadi sumber konflik.
Akan tetapi amat disayangkan, bagai berteriak ditengah gurun pasir. Para penyelenggara Pemilu, tidak peduli dan membiarkan kecurangan terjadi. Tidak melakukan tindakan pencegahan dan melaksanakan Pemilu sesuai undang-undang Pemilu yang harus Luber dan jurdil.
Sy baru nonton video show of force polisi dgn jumlah tank yg sngt banyak dan instruksi HRS dari Makkah Al Mukarrah utk jihad total melawan kecurangan Pemilu. Kunci keselamatan bangsa dan negara terletak pd KPU. Kalau kecurangan tdk dihentikan, KPU bertanggungjawab.
— Musni Umar (@musniumar) April 23, 2019
Kerusuhan pasca pengumuman pemenang Pilpres telah terjadi. . Rakyat sdh jatuh korban. Malam ini amat parah. Saya amat prihatin. KPU dan Bawaslu hrs bertanggungjawab. Sebaiknya mundur semuanya sebagai wujud tanggungjawab. https://t.co/gq6K1KplKl
— Musni Umar (@musniumar) May 22, 2019
Hati Nurani yang Bicara
Dampak dari pengumuman hasil Pilpres 21 Mei 2019 dini hari, rakyat marah yang dituangkan dalam bentuk demo.
Dalam wawancara saya dengan para pendemo, semua mengemukakan bahwa mereka siap berjuang dan tidak takut mati.
Ini dibuktikan pada 21 Mei 2019 setelah buka puasa, shalat Magrib dan Isya, polisi minta supaya pendemo bubar. Banyak yang bubar, tetapi tidak sedikit yang bertahan dan kembali ke depan Bawaslu. Mereka nekat sekali ke lokasi demo.
Ketika saya wawancara pendemo, banyak yang mengemukakan ungkapan:
عش کریما او مت شهیدا
“Isy Kariman au Mut Syahidan”.
“Hiduplah dengan mulia atau mati syahid” (Asma Binti Abu Bakar).
Makna ungkapan tersebut bahwa apa yang mereka lakukan sekarang sebagai jihad melawan kecurangan. Kalau mereka meninggal dalam berjuang, merupakan bagian dari hidup, yaitu melakukan kemuliaan dan diakhiri dengan mati syahid. Orang yang melakukan kemuliaan dalam hidupnya, niscaya akhir hayatnya pun akan dipelihara oleh Allah SWT.
Kecurangan menurut mereka harus melawan dengan perjuangan (jihad).
Opas-opas kompeni dulu ngancam para pejuang kemerdekaan dengan berbagai tuduhan mulai tuduhan rampok, radikal, dll, itu tak membuat para pejuang2 itu takut, karena ridha Allah adl tujuan mrk Pak Opas, hidup mulia atau mati syahid begitu semangat para pejuang kemerdekaan.
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) May 12, 2019
https://twitter.com/AntonArrafi/status/1131185301194305541
Dari hasil wawancara saya dengan para pendemo yang pada umumnya enggan menyebut nama, dan melihat realitas dilapangan, saya simpulkan bahwa perjuangan mereka adalah panggilan hati nurani, yang sulit dibendung karena menuntut keadilan yang sifatnya universal.
Tidak tertutup kemungkinan, ada penyusupan untuk membuat onar dan anarkis, tetapi nampaknya para pendemo tidak takut. Buktinya jumlah pendemo 22 Mei 2019 lebih banyak jumlahnya bahkan bisa disebut berlipat kali jumlahnya.
Untuk kesekian kalinya saya menyerukan supaya demo dilakukan secara damai dan menghindari tindakan anarkis yang merugikan. Ini demi kepentingan bangsa dan negara. Mayarakat islam Indonesia di mata dunia internasional harus bisa menjaga citranya. Mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia.
Shalat Traweh peserta aksi damai di depan Bawaslu Jl. Mh. Thamrin Jkt pic.twitter.com/PyedUx7MFi
— Musni Umar (@musniumar) May 21, 2019
Pd bln Ramadhan, Allah menurunkan Alqur'an utk jadi petunjuk bagi manusia dan org2 yg Bertakwa. Di Bln Ramadhan pula terjadi pertemuran besar yg disebut perang Badar yg dimenangkan Nabi Muhammad SAW. Apa kaitannya Pemilu 2019. Ikuti ulasannya. https://t.co/168FJ3fZAR
— Musni Umar (@musniumar) May 9, 2019
Tanggapan Media Asing yang Tidak Akurat
Saya turut menyesali apa yang terjadi ketika massa berdemo di depan bawaslu.
انا لله و انا الیه راجعون
Saya ucapkan prihatin dan duka yang dalam atas wafatnya beberapa orang pendemo disekitar Bawaslu Jakarta dan mereka yg terluka. Semoga husnul khatimah. Mohon tetap sabar dan menahan diri.— Musni Umar (@musniumar) May 22, 2019
Hal ini merupakan suatu situasi yang dapat dengan mudah di jadikan wacana oleh media asing. Seperti demo di depan bawaslu bukanlah untuk menjunjung tinggi keadilan Pemilu 2019, tetapi merupakan suatu bentuk aksi anarkis oleh militan islam dsb. Bahwa pihak yang kalah secara sistematis telah memprovokasi massa.
Terbukti dari screenshot berikut ini:
Aksi 21-22 Mei 2019 ini merupakan aksi yang menuntut keadilan di Indonesia. Jangan biarkan pihak lain berkata sebaliknya. Diakhir tulisan ini, untuk kesekian kalinya saya menyerukan supaya demo dilakukan secara damai dan menghindari tindakan anarkis yang merugikan.
Berikut foto-foto ketika saya sedang memantau demo berbagai elemen rakyat di depan Bawaslu (22/5/2019)
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Sebagai sosiolog saya sengaja menginap disebuah htl di dekat Sarinah Thamrin Jkt tempat demo 21-22 Mei 2019. Tujuannya memantau pelaksanaan demo dan berusaha mengetahui apa maunya para pendemo. Hasilnya saya sajikan dlm tulisan. https://t.co/RaNxU0OeKG
— Musni Umar (@musniumar) May 23, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
