Lapar dan dahaga pada siang dan sore hari sangat dirasakan bagi mereka yang melaksanakan puasa.
Hikmahnya bisa menghadirkan empati dan kepedulian kepada mereka yang belum beruntung dalam hidup ini, yaitu kaum marjinal yang digambarkan Allah dalam Alqur’an surah Al Maa’uun:1-3.
ارایت الذی یکذب بالدین فذاک الذی یدع الیتیم ولا یحض علی طعام المسکین
Tahukah kamu orang yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Firman Allah tersebut memandu kita untuk memberi perhatian yang besar kepada mereka yang kurang beruntung dalam hidup ini, yang merupakan representasi dari kaum marjinal yang miskin, yang sangat penting diberi empati dalam wujud menolong mereka untuk maju dan jaya dalam hidup ini.
Sifat jujur merupakan mahkota kehidupan yang amat penting dipegang dan diamalkan setiap orang. Nabi Muhammad SAW diberi gelar Al Amiin krn kejujurannya. Puasa Ramadhan melatih diri kita jujur. Yg tahu kita puasa atau tdk, hanya diri kita dan Allah. https://t.co/VbNWBSd7o4
— Musni Umar (@musniumar) May 29, 2019
Mekanisme Pembangunan Masyarakat Miskin
Mekanisme menolong mereka yang miskin dan lemah yaitu mereka yang kaya, memiliki harta benda diwajibkan mengeluarkan zakat harta, zakat fitrah, infaq, sedekah dan bahkan wakaf.
Dana yang terhimpun dari zakat, infaq dan sedekah, melalui Badan Zakat Nasional (BAZNAS) atau Badan Amil, Zakat, Infaq, Sedekah (BAZIS) kemudian dialokasikan untuk biaya pendidikan anak-anak masyarakat dan biaya pelatihan serta modal pengembangan usaha.
Selain itu, sumber dana pembangunan masyarakat miskin dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Golongan yang lemah (المستضعفین) dan orang-orang miskin masih sangat besar jumlahnya di Indonesia.
Untuk memotong lingkaran kemiskinan yang masih dialami sebagian bangsa Indonesia, dan untuk memajukan masyarakat miskin, maka harus dilakukan:
Pertama, penguasa dan parlemen di semua tingkatan membuat affirmative policy (kebijakan pemihakan) dengan membuat UU atau Peraturan Daerah, yang menjadi dasar dan pegangan untuk memajukan golongan yang lemah dan miskin.
Kedua, para pejabat di pusat dan daerah berdasarkan UU atau Peraturan Daerah melakukan affirmative action (aksi pemihakan) yang memihak kepada mereka yang lemah yang terdiri dari anak-anak yatim yang miskin dan orang-orang miskin dan anak-anak mereka.
Ketiga, mengutamakan pendidikan anak-anak orang miskin dari SD sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan gratis bagi semua tidak tepat. Sejatinya yang harus gratis hanya mereka yang miskin dan tidak mampu.
Keempat, akses permodalan kepada orang-orang kecil seperti yang dilakukan Prof. Muhammad Yunus di Banglades melalui Grameen Bank. OK OCE tidak cukup, karena hanya melatih para calon entrepreneurs, tetapi mereka harus diberi akses permodalan dan tempat berusaha.
Kelima, pembinaan yang berkesinambungan. Tidak boleh panas-panas tahi ayam.
Dengan mendayagunakan zakat, infaq dan sedekah serta melakukan lima hal yang dikemukakan di atas, maka manifestasi dari puasa Ramadhan yang menghadirkan empati kepada kaum marjinal bisa mengubah hidup anak yatim yang miskin dan orang-orang miskin.
Sebagai alumnus UI saya bangga 9 Menteri alumni UI masuk di kabinet Presiden Jokowi-JK. Tetapi sebagai Sosiolog kebanggaan pupus karena kehidupan rakyat jelata tidak semakin baik. Kemiskinan masih disekitar 29 juta dgn batas garis kemiskinan Rp 12 ribu perkepala
— Musni Umar (@musniumar) February 2, 2018
Menggugat Kemiskinan di Indonesia: Batas Garis Kemiskinan Tidak Masuk Akal https://t.co/Xn0GraqcMB
— Musni Umar (@musniumar) February 25, 2019
Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
