Masyarakat yang mau mudik ke kampung halaman untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, tahun ini semua mengeluh dan memprotes akibat tiket pesawat mahal.
Saya bukan pakar dalam bidang kedirgantaraan, sehingga tidak bisa menjelaskan penyebab mahalnya tiket pesawat terbang. Biarlah para pakar bidang itu yang menjelaskan penyebab mahalnya tiket pesawat.
Sebagai sosiolog hanya ingin mengulas dampak sosial ekonomi mahalnya tiket pesawat.
Setidaknya ada empat dampak sosial ekonomi mahalnya tiket pesawat.
Pertama, masyarakat mengurangi mobilitas perjalanan termasuk mudik lebaran. Buktinya lebaran Idul Fitri tahun 2019 terjadi penurunan jumlah pemudik sebanyak 17% CNBC Indonesia, Minggu (9/6).
Jumlah Pemudik Lebaran 2019 Turun 17%, karena Tiket Mahal? https://t.co/FgEkKS3OMM
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) June 9, 2019
Sejatinya menjelang, saat dan pasca Hari Raya Idul Fitri adalah saat panen duit seluruh moda transportasi termasuk pesawat, karena puluhan juta pemudik memerlukan berbagai macam transportasi.
Peluang bisnis mudik lebaran Idul Fitri tahun ini gagal dimanfaatkan akibat mahalnya tiket pesawat. Lion Air misalnya kesulitan keuangan, sehingga mengajukan penundaan pembayaran jasa di seluruh bandara Angkasa Pura 1.
Kedua, wisatawan luar negeri akan berkurang datang ke berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga wisatawan lokal, dugaan saya mereka lebih memilih berwisata ke Malaysia, Bangkok, Singapura dan negara-negara lain yang lebih murah tiket pesawat. Dampak negatifnya, penerimaan devisa akan berkurang, dan ekonomi Indonesia bisa bertambah sulit.
Ketiga, tingkat hunian hotel merosot karena banyak orang yang mengurangi melakukan perjalanan akibat tiket pesawat mahal. Jika tidak terpaksa, tidak mau melakukan perjalanan. Dampak ikutannya, merosot tingkat hunian hotel, otomatis penerimaan pajak hunian hotel berkurang.
Pengusaha hotel mengeluhkan harga tiket pesawat mahal menyebabkan bisnis sewa kamar lesu. Bahkan tingkat okupansi atau keterisian kamar hotel turun 30% pada lebaran tahun ini.
via @detikfinance https://t.co/Bve13xANB9
— detikcom (@detikcom) June 10, 2019
Dampak negatif lainnya akibat mahalnya tiket pesawat, pengangguran meningkat karena untuk mengurangi biaya tetap (fix cost) pegawai di hotel dan restoran di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan penerimaan PAD (Penghasilan Asli Daerah) pasti berkurang. Dampak lebih jauh, masyarakat semakin sulit hidupnya.
Keempat, perusahaan pesawat terancam bangkrut. Sejatinya Indonesia yang berpenduduk 265 juta jiwa, merupakan pangsa pasar yang amat besar. Akan tetapi mahalnya tiket pesawat, rakyat mengakali dengan memilih pesawat Air Asia. Misalnya dari Jakarta ke Kuala Lumpur baru ke Medan atau Aceh. Begitu juga sebaliknya.
Penumpang pesawat asal Aceh banyak membawa paspor saat ke Jakarta. Pasalnya, mereka harus transit dulu di Kuala Lumpur, Malaysia, gegara tiket domestik mahal. https://t.co/dWiH7oCuQN
— detikcom (@detikcom) January 13, 2019
Turunkan Harga Tiket
Pikiran sederhana dan nampak logic, jika tiket pesawat dalam negeri tidak bisa diturunkan harganya, maka pesawat asing diberi izin untuk melayani penerbangan dalam negeri.
Sebagai sosiolog, saya setuju pendapat Hikmahanto Juwana, guru besar hukum internasional UI yang meminta pemerintah agar ekstra hati-hati dalam memberikan kesempatan kepada maskapai asing untuk melayani penerbangan jalur domestik.
“Jangan sampai masalah harga tinggi tiket pesawat akan meliberalisasi industri penerbangan nasional,” ujarnya, seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (6/6).
Guru Besar Hukum UI Hikmahanto Juwana meminta pemerintah agar ekstra hati2 dlm memberikan kesempatan kpd asing utk menerbangkan jalur domestik. "Jangan sampai masalah harga tinggi tiket pesawat akan meliberalisasi industri penerbangan nasional," ujarnya https://t.co/FG00j85v3d
— ibnu purna (@ibnupurna) June 6, 2019
Jika tidak hati-hati, hanya alasan tiket pesawat mahal, kemudian membuka selebar-lebarnya pesawat asing melayani penerbangan domestik, maka bisa saja mereka pada mulanya menerapkan tiket murah sesuai yang diharapkan publik.
Akan tetapi, dampaknya bisa menghancurkan perusahaan penerbangan nasional bangsa Indonesia. Setelah bangkrut, pihak asing menguasai seluruh jalur penerbangan dalam negeri, tiket pesawat pasti dinaikkan harganya.
"Di Indonesia sudah ada 24 maskapai penerbangan nasional yang bangkrut akibat persaingan yang tidak sehat. Mudah mudahan jangan ada lagi" https://t.co/QnUNPaDY1x
— DetikFinance (@detikfinance) June 9, 2019
Sekali lagi kita harus ektra hati-hati jangan karena protes tiket pesawat mahal, kemudian kita membuka selebar-lebarnya kepada perusahaan asing dengan harapan terjadi penurunan tiket pesawat oleh pesawat asing. Padahal yang bisa menolong bangsa Indonesia hanya bangsa sendiri.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai telah terjadi duopoli di industri penerbangan Indonesia. Begini penjelasannya: #Duopoli #TiketPesawat
via @detikfinance https://t.co/04ohu7xS8B
— detikcom (@detikcom) June 10, 2019
Mudik sblm atau pasca Idul Fitri telah jadi budaya. Akan tetapi rakyat saat ini yg mau mudik alami kesulitan akibat mahalnya tiket. Rakyat hanya bisa berkeluh kesah. Apa solusinya? Tulisan ini beri tips sebagai solusi https://t.co/Djvo47utaZ
— Musni Umar (@musniumar) May 28, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Tiket pesawat mahal tlh jadi isu nasional yg gagal diatasi. Pr pakar dan praktisi bidang kedirgantaraan hrs bicara apa solusi. Yg pasti dampak sosial ekonomi akibat tiket pesawat mahal rugikan bgs dan ngr. Sila baca tulisan sy hari ini https://t.co/S8hib4GNJ5
— Musni Umar (@musniumar) June 11, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
