Pada 12 Juni 2019, saya melakukan perjalanan ke Ambon. Tujuan akhir Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Di pesawat Batik Air yang membawa kami ke Ambon, ibukota Maluku, saya duduk bersebelahan dengan seorang dosen dari Universitas Pattimura, Ambon, yang menolak untuk menulis namanya.
Beliau bercerita tentang mahalnya tiket pesawat yang naik sampai 100 persen lebih. Kondisi ini menyulitkan rakyat yang mau melakukan perjalanan.
Akibat tiket pesawat mahal menurut dia, rakyat dan mahasiswa kembali kepada kehidupan sebelum 20 tahun silam, menggunakan kapal laut. Padahal setelah itu, rakyat banyak memilih menggunakan kapal terbang.
Dampaknya kapal penumpang yang melayari berbagai pelabuhan di Indonesia, meniadakan kamar kelas 1, 2, 3 dan 4. Seluruh penumpang tidur bersama tanpa ada kamar seperti di masa dahulu.
Masalah lain yang dihadapi dalam menggunakan kapal laut, menyita waktu yang lama. Misalnya dari Ambon ke Jakarta bisa memakan waktu satu minggu.
Pelabuhan Batam menjadi pelabuhan terpadat dengan jumlah penumpang hingga H+1 (7/6) pukul 06.00 WIB sebanyak 153.792 orang. https://t.co/0yVKzZIjzK
— detikcom (@detikcom) June 7, 2019
Padahal saat ini, kita memerlukan kecepatan tinggi karena kita hidup dalam persaingan di seluruh lapangan kehidupan. Tidak hanya bersaing dengan sesama bangsa Indonesia, tetapi bersaing dengan bangsa lain yang datang ke Indonesia atau yang mengembangkan bisnis di Indonesia dengan menggunakan jaringan internet.
Era ini menjadi tantangan nih bagi tenaga kerja Indonesia agar tak tersingkir dari persaingan dengan sistem kerja yang semakin efisien. Begini upayanya: #Industri40
via @detikfinance https://t.co/U0iITQKFOK
— detikcom (@detikcom) April 12, 2019
DPR Mana Tanggung Jawabmu?
Sang Ibu yang berprofesi dosen Universitas Pattimura, Ambon, Maluku, mempertanyakan tanggung jawab para wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sejatinya wakil rakyat di DPR harus mendengar jeritan rakyat tentang mahalnya tiket pesawat dan memperjuangkannya di DPR sesuai fungsi mereka.
Sangat memprihatinkan, para wakil rakyat di DPR hanya diam dan sama sekali tidak mempersoalkan kenaikan harga tiket pesawat yang diluar kemampuan mayoritas bangsa Indonesia untuk membayarnya. Ini ironi, bukan kemajuan, tetapi kemunduran setelah kita merdeka 73 tahun dan memasuki reformasi 20 tahun lebih.
Sebagai perbandingan, tiket pesawat di negara tetangga seperti Malaysia tidak mengalami kenaikan harga, sehingga banyak rakyat Indonesia dari Medan atau Aceh harus menggunakan pesawat Air Asia ke Kuala Lumpur, kemudian melanjutkan perjalanan ke Jakarta, atau ke Yogyakarta atau Surabaya. Menurut penuturan mereka, bisa menghemat biaya 50 persen.
Pertanyaannya, apa solusi agar tiket pesawat kalaupun naik harganya, masih bisa terjangkau oleh mayoritas rakyat Indonesia?
Menurut Ibu dosen tersebut, DPR harus bergerak karena rakyat tidak bisa berbuat apa-apa. Saya menyarankan, sebaiknya wakil rakyat di DPR yang membidangi transportasi mengundang Menteri Perhubungan RI dan pemilik perusahaan penerbangan untuk rapat kerja membahas masalah melambungnya harga tiket pesawat yang bersifat Win-win Solution. Perusahaan penerbangan dalam negeri tidak rugi dan tetap survive, sementara rakyat sebagai konsumen tidak dirugikan.
Sebagai sosiolog, saya mengharapkan adanya solusi yang menguntungkan rakyat sebagai konsumen dan pengusaha sebagai penyedia jasa penerbangan di dalam negeri.
Tiket pesawat mahal tlh jadi isu nasional yg gagal diatasi. Pr pakar dan praktisi bidang kedirgantaraan hrs bicara apa solusi. Yg pasti dampak sosial ekonomi akibat tiket pesawat mahal rugikan bgs dan ngr. Sila baca tulisan sy hari ini https://t.co/S8hib4GNJ5
— Musni Umar (@musniumar) June 11, 2019
Tujuan Negara Indonesia
Tujuan Negara Indonesia ini tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia 1945 alinea keempat yang berbunyi, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan, Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan Mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat tersebut juga telah disebutkan mengenai dasar dan landasan Negara Indonesia yakni Pancasila. Melalui Pembukaan Undang-Undang tahun 1945 tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan Negara Indonesia adalah melindungi seluruh Warga Negara Indonesia, mengusahakan kesejahteraan bagi masyarakat, mengutamakan pendidikan bagi generasi penerus bangsa, serta ikut serta dalam nilai-nilai luhur yang selalu ditanamkan tidak hanya di Indonesia melainkan juga di beberapa negara lain yaitu mengupayakan perdamaian dunia, dan keadilan sosial bagi seluruh warga negara.
Menurut saya, kegiatan usaha bangsa Indonesia harus juga dilindungi dari cengkraman pihak asing. Bangsa Indonesia harus menjadi tuan di negeri sendiri. Bagaimana bisa menjadi tuan di negeri sendiri kalau tidak dibina dan dikembangkan.
Oleh karena itu, saya mohon maaf tidak sependapat untuk menurunkan harga tiket pesawat harus mengundang pesawat asing untuk melayani penerbangan domestik. Bukan saja tidak lumrah, tetapi merugikan bangsa Indonesia untuk jangka panjang.
Saya berpendapat, yang bisa menolong Indonesia, hanya bangsa Indonesia sendiri. Semoga wakil rakyat yang duduk di DPR sadar akan tanggung jawab mereka.
Pengunjung Turun, Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh Rugi Rp42 Miliar https://t.co/ntIHfnkorj
— VIVAcoid (@VIVAcoid) March 15, 2019
https://twitter.com/ArLex_Wu/status/1138313937441546240
Tiket Pesawat Mahal, Bandara Kualanamu Rugi Rp 2 Miliar/Bulan. Sebelum adanya kenaikan harga tiket, normalnya berkisar antara 230 hingga 235 penerbangan per hari. Namun, saat ini jml penerbangan turun menjadi hanya 160 sampai dg 175 penerbangan per hari https://t.co/qMX9zOkNm5
— ibnu purna (@ibnupurna) June 11, 2019
Tiket Mahal, Bandara Malikussaleh Sepi Penumpang https://t.co/pv54B9sHqf pic.twitter.com/zJUU0myiHH
— Kantor Berita Aceh (@KBA_ONE) June 8, 2019
Sejarahnya panjang lebih 10 tahun ke belakang. Saya juga ada missing-link dengan Presiden, Menhub, dan Gubernur Jabar yg terdahulu. Bagaimana mereka bisa meluncurkan konsep pembangunan BIJB ini.
— Ginanjar Kamil (@GinKamil) June 12, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Bapak-Ibu anggota DPR mhn turun tangan. Tiket pesawat mahal merugikan semua. Dampak negatifnya dirasakan semua tdk hanya rakyat, tapi bandara rugi. Bandara Sultan Iskandar rugi Rp42 milyar, Pekan Baru rugi Rp 12 milyar, Kuala Namu Rugi Rp2 milyar/bln. https://t.co/4HQyJ9tPoH
— Musni Umar (@musniumar) June 13, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
