Pada 21 Juni 2019 sore, Radio Dakta wawancara saya tentang kebijakan patroli WhatsApp.
Kebijakan patroli WhatsApp menarik diperbincangkan. Pertama, Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam negara demokrasi, negara menjamin setiap.warga negara untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat lisan dan tulisan menurut undang-undang (pasal 28 UUD 45).
Kedua, rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak nyaman kalau aparat mematai-matai rakyat yang menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan di WhatsApp dan di manapun.
Ketiga, pemerintah menganggap penting untuk menjaga stabilitas sosial politik dan keamanan. Untuk menjaga dan memelihara stabilitas keamanan, rakyat harus dipatroli jangan menulis berita bohong (hoax).
Perbedaan pandangan antara masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan demokrasi harus diperbincangkan dan dicarikan solusinya.
Menurut saya, untuk menghentikan omongan dan tulisan yang mengandung berita bohong, bukan dengan patroli WhatsApp dan mengawasi masyarakat dimanapun, karena bisa dimaknai sebagai memasung demokrasi.
"Saya pikir tindakan seperti ini adalah tindakan pemerintah antidemokrasi. Men-detect grup WA, kemudian ruang privasi warga negara," kata Dahnil. #whatsapp #hoax https://t.co/HJxZJdHO8r
— detikcom (@detikcom) June 19, 2019
Pihak kepolisian menegaskan patroli siber yang mereka lakukan tak berarti serta-merta masuk ke dalam grup. Mekanismenya dilakukan secara periodik bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negar (BSSN). #Tekno https://t.co/4ksFEEjju4
— Kompas.com (@kompascom) June 21, 2019
Bangun Peradaban Demokrasi
Dalam negara demokrasi, rakyat dilindungi hak asasinya untuk menyampaikan pendapat secara bebas dalam bentuk lisan dan tulisan.
Akan tetapi dalam menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan, rakyat harus melakukan dengan baik.
Menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan dengan cara yang baik, menurut saya, dapat dimaknai bahwa setiap warga negara Indonesia telah berkontribusi membangun peradaban yang baik.
Menurut saya, untuk membangun peradaban yang baik, setiap warga negara harus melakukan lima hal.
Pertama, berkata yang baik. Bangsa Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang, para ilmuan dan akademisi dan bahkan setiap warga negara Indonesia harus berbicara dalam rangka memandu bangsa dan negara agar tidak salah arah yang akhirnya merugikan seluruh bangsa Indonesia. Dalam menyampaikan pandangan harus “bilhikmati walmaizhatil hasanah” (dengan penuh hikmat kebijaksanaan dan nasihat yang baik).
Kedua, menulis yang baik. Dalam menulis harus selalu mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk maju bersama, bersatu, menegakkan keadilan dan kebenaran, memberi semangat, motivasi dan jalan keluar terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara.
Ketiga, tidak menjelekkan, menghina dan merendahkan siapapun dalam berbicara dan menulis. Selain itu, dalam berbicara dan menulis harus memilih kata dan kalimat yang mengajak, berjuang bersama memajukan seluruh bangsa Indonesia secara adil dan merata.
Keempat, memilih kata dan kalimat dalam mengeritik pemerintah yang tidak menyerang pribadi, menghina dan merendahkan. Pergunakan kata dan kalimat yang baik untuk mengingatkan pentingnya membuat kebijakan yang bisa membawa kemajuan seluruh bangsa Indonesia.
Kelima, narasi dalam berbicara dan menulis untuk memajukan bersama serta mempersatukan seluruh bangsa Indonesia. Sebaiknya dihentikan politik belah bambu, yang mendukung dijunjung setinggi langit, sementara yang berpendapat kritis dan mengingatkan ditekan dan dikriminalisasi.
Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan dalam rangka partisipasi kita membangun peradaban demokrasi yang baik di Indonesia.
Zaman kemerdekaan sampai tahun 1980’an, pemilik2 media adalah wartawan-pejuang & pejuang-wartawan, sehingga idealismenya sangat kuat. Hari ini pemilik media kebanyakan tokoh2 bisnis, yg banyak kepentingan & sangat mudah ditekan oleh kekuasaan. Qua vadis press Indonesia ??
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) June 21, 2019
Hsl survei SMRC 43% rakyat Indo. takut berbicara politik pasca rusuh 22 Mei 2019. Mhs dan pr pakar dr berbagai Perguruan Tinggi sdh lama bungkam takut bcr dan menulis. Kita apresiasi pr saksi ahli dan saksi fakta berani beri kesaksian di MK. Mau kemn kita? https://t.co/sLdrqyPppH
— Musni Umar (@musniumar) June 21, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
