Seluruh bangsa Indonesia yang mencintai kejujuran, kebenaran dan keadilan, sangat berharap putusan MK Mahkamah Konstitusi dalam mengadili sengketa hasil pemilihan Presiden 2019, bisa menghadirkan rasa keadilan rakyat.
Setidaknya ada lima alasan, MK sebaiknya dalam memutus sengketa pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 memperhatikan dan mempertimbangkan rasa keadilan rakyat.
Pertama, dalam Pilpres 2019, rakyat sebagai pemilik kedaulatan, merasa bahwa kedaulatannya diduga keras telah dirampas dengan sebuah kecurangan. Fakta-fakta persidangan di MK tidak bisa dibantah bahwa telah terjadi dugaan kecurangan Pilpres sebagaimana dikemukakan pakar IT Prof. Jaswar Koto.
Ahli biometric software development, Jaswar Koto,yang dihadirkan Tim Prabowo-Sandiaga menyebut ada kesalahan input data di sistem penghitungan (Situng) KPU. https://t.co/mPfCICzYOz
— detikcom (@detikcom) June 20, 2019
Kedua, kisruh Pilpres harus diakhiri. Cara mengakhiri kisruh Pilpres hanya satu, MK memutus Pilpres memenuhi rasa keadilan rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Ketiga, sudah terlalu banyak korban nyawa Pemilu 2019. Hampir 700 orang petugas Pemilu meninggal dunia, korban kerusuhan 21-22 Mei 2019, belum yang luka dan cidera serta mereka yang hilang. Jika kisruh Pilpres berlanjut, tidak tertutup kemungkinan timbul korban lagi. Belum yang dituduh makar dan yang mengasingkan diri keluar negeri.
Sebagai bentuk tanggungjawab kpd Allah dan rakyat Indonesia, sy sdh usulkan kpd Presiden Jokowi sebaiknya dibentuk Tim Pencari Fakta Kematian Petugas Pemilu yg saat ini sdh 554 org wafat dan sakit 3.788 org https://t.co/mCsNg1Ub5c
— Musni Umar (@musniumar) May 7, 2019
Keempat, tercabik persatuan dan kesatuan bangsa. Sulit dirangkai kembali kebersamaan, persaudaraan, persatuan dan kesatuan, jika MK akhirnya memutus sengketa Pilpres tidak memenuhi rasa keadilan rakyat. Dampaknya, MK akan kehilangan kredibilitas, tidak dipercaya dan rakyat memilih jalannya sendiri.
Kelima, kasus sengketa Pilpres jika diputus tidak memenuhi rasa keadilan, maka rakyat yang merasa gagal memperoleh keadilan di Indonesia, akan mendorong supaya kasus dugaan kecurangan Pilpres 2019 dibawah ke Mahkamah Internasional.
Oleh karena itu, Ketua dan seluruh Hakim Mahkamah Konstitusi tidak punya pilihan kecuali memutus sengketa Pilpres 2019 dengan mendasarkan kepada keadilan substantif, keadilan yang dirasa adil oleh rakyat yang menuntut Pemilu Luber dan Jurdil. Putusan MK ini penting jika tidak ingin bangsa ini terus mengalami konflik berkepanjangan.
Demikian juga dalam hal pelaksanaan dan pengawasan pemilu, pemerintah menyerahkan sebagian besar wewenangnya kepada partai politik peserta pemilu, sedangkan pemerintah lebih menempatkan diri sebagai fasilitator.
— Musni Umar (@musniumar) June 24, 2019
Pengaturan ttg PNS tdk boleh mnjd angg. dan pengurus partai politik dimaksudkan utk menjg netralitas tersbt. Dgn demikian, PNS dpt memberikan pelayanan kpd masyarakat secara profesional, optimal, adil dan merata tanpa mempertimbangkan golongan maupun aliran politik yang ada.
— Musni Umar (@musniumar) June 25, 2019
Kecurangan Terbuka
Dugaan kecurangan selama ini ditutup rapat. Tidak ada media mainstream yang memberitakan berbagai kecurangan yang di duga keras terjadi dalam Pemilu.
Akan tetapi, melalui persidangan di MK, para saksi ahli dan saksi fakta dari BPN Prabowo-Sandi telah mengemukakan kesakdian mereka.
Prof Jaswar Koto yang sama sekali tidak dikenal publik Indonesia, karena mengabdi di luar negeri, sebagai saksi ahli IT tampil memukau dan meyakinkan publik Indonesia tentang kecurangan Pilpres. Modus kecurangan Pilpres dibeberkan dengan sempurna.
Selain itu, Hairul Anas Suaidi, yang bertindak sebagai saksi fakta membeberkan pengalamannya sewaktu mengikuti TOT saksi yang dilaksanakan TKN Jokowi-Ma’ruf. Kesaksiannya menggegerkan karena salah satu pemateri mengemukakan bahwa “kecurangan bagian dari demokrasi.” Pematerinya sudah membantah bahwa dia mengucapkan hal itu. Akan tetapi, bertanya? Apakah bukan bagian dari perang total yang pernah diucapkan.
Hairul Anas Suaidi, salah seorang saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandi, menyeret nama Moeldoko di persidangan sengketa pilpres yang digelar di MK. Kenapa? #sidangsengketapilpres #pilpres2019
via @20detik https://t.co/apqcshLYRZ
— detikcom (@detikcom) June 20, 2019
Caleg PBB sekaligus pembuat robot pemantau situng KPU, Hairul Anas Suaidi, bersaksi untuk Tim Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa Pilpres 2019. Apa kata Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra? #sidangsengketapilpres #pilpres2019
via @20detik https://t.co/o5tF7VnewB
— detikcom (@detikcom) June 20, 2019
Hairul Anas Suaidi juga mengungkapkan ungkapan pemateri yang lain bahwa aparat tidak seharusnya netral dalam Pilpres.
Dalam praktik dilapangan terjadi dugaan kecurangan dan aparat tidak netral.
Semoga semua fakta yang terungkap dalam persidangan di MK, menjadi bahan bagi Ketua dan Hakim MK untuk memutus sengketa Pilpres 2019 secara adil dan memenuhi rasa keadilan rakyat.
Sidang putusan gugatan hasil Pilpres 2019 'dipercepat'. Sidang putusan yang mulanya dijadwalkan digelar pada Jumat, 28 Juni diputuskan menjadi Kamis, 27 Juni. #SidangSengketaPilpres https://t.co/BTWPbm98Le
— detikcom (@detikcom) June 24, 2019
BW: Hasil Akhir Bukan Urusan Saya, Biarlah Allah yang Menentukan https://t.co/oSU0PCkzmK
— VIVAcoid (@VIVAcoid) June 24, 2019
Minta Hakim Adil, Tim Hukum 02 Baca Ayat Alquran di Penutupan Sidang MK #SidangMKdiKompasTV pic.twitter.com/KBe0mZwGnk
— KOMPAS TV (@KompasTV) June 25, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Sebagai Sosiolog sy hanya bs mnlis dan berhrp semg ptsn MK ttg sengketa Pilpres 2019 bisa hadirkan rs keadilan rakyat. Jika tdk, sy duga protes sosial akan terus terjadi. Kalau itu terjadi, bgs kita smkn sulit. MK tumpuan terakhir utk selamatkan bgs. https://t.co/hZpIVF7jm6
— Musni Umar (@musniumar) June 25, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
