Salah satu rekomendasi Ijtima’ Ulama IV yang diselenggarakan pada 05 Agustus 2019 di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, ialah “menolak segala putusan hukum yang tidak memenuhi prinsip keadilan.”
Ulama yang mengadakan musyawarah di Hotel Lorin, Sentul Bogor, tidak menyebut putusan hakim. Dugaan saya, pertama, untuk memperhalus kata dan kalimat. Kedua, yang berperan dalam penegakan hukum tidak hanya hakim, tetapi juga polisi, jaksa dan bahkan pengacara.
Dalam praktik, banyak penegakan hukum yang melawan rasa keadilan masyarakat. Termasuk putusan Hakim di Indonesia banyak sekali yang melawan rasa keadilan masyarakat.
Sebagai contoh, putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilihan Presiden 2019, putusan MK dirasakan masyarakat sebagai putusan yang melawan rasa keadilan masyarakat.
Contoh lain ialah putusan Mahkamah Agung RI tentang kasus Baiq Nuril Maknun, pegawai honorer di SMA 7 Mataram, NTB, yang dipecat oleh Kepala Sekolah. Putusan MA justru menyatakan Nuril bersalah dan dihukum 6 bulan penjara, pada hal Nuril telah diperlakukan tidak sepatutnya oleh Kepala Sekolah.
Putusan MA dipersoalkan komisi hukum DPR RI dan keluar rekomendasi untuk membebaskan Baiq Nuril tanpa syarat dari hukuman.
Untuk mengakhiri putusan MA yang dianggap melawan rasa keadilan masyarakat, Presiden Jokowi mengeluarkan amnesti (pengampunan) kepada Baiq Nuril.
Selain itu, penegakan hukum yang dinilai masyarakat sebagai tebang pilih. Rakyat yang kritis dan dianggap berseberangan dengan pemerintah, hukum diberlakukan kepada mereka, sementara yang dianggap pro pemerintah, hukum tidak diberlakukan kepada mereka.
8 Keputusan Ijtimak Ulama IV
#UtangMenumpukRakyatMenderitahttps://t.co/NkeKlL5Pit— GELORA NEWS (@geloraco) August 5, 2019
Apresiasi Ijtima 4, krn syuro ulama pasti mbawa berkah. Kedua, mengharap resolusi yg dihasilkan melingkupi aspek ekonomi & budaya bukan hanya politik. Ketiga, tetap mjaga hubungan dg seluruh stake holder politik. Bangun bangsa perlu kesabaran & lentur yg sesuai dg yuridis & etis. https://t.co/Czdbd8V4rv
— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) August 5, 2019
Menurut Aziz, Baiq Nuril memang layak mendapatkan amnesti. Amnesti ini disebut menjadi kabar gembira bagi masyarakat. #BaiqNuril #Amnesti #Jokowi https://t.co/9clpPwxFZY
— detikcom (@detikcom) July 29, 2019
Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia
(MaPPT) Fakultas Hukum UI, Dio Ashar mengatakan, pembaruan KUHAP mutlak diperlukan. Kasus Baiq Nuril menunjukkan masalah hukum acara pidana, "Pertama, jangan dilupakan. Baiq Nuril sempat ditahan dalam proses penyidikan," pic.twitter.com/HpkQUKnIxa— Fakultas Hukum UI (@HukumUI) August 6, 2019
Membahayakan Negara
Andi Hamzah, pakar hukum pidana dalam tulisan yang berjudul “Keadilan dalam Kepastian Hukum” (Tempo.co, 12 Desember 2018) mengemukakan bahwa “Bahaya paling besar yang dapat mengancam stabilitas nasional adalah apabila masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap upaya penegakan hukum, yang tak mampu menghadirkan rasa keadilan dan keseimbangan keadilan di hati masyarakat.”
https://kolom.tempo.co/read/1154467/keadilan-dalam-kepastian-hukum
Lebih lanjut Andi Hamzah mengemukakan “Potret yang merisaukan masih saja tampak di depan mata kita, yakni begitu seringnya penegakan hukum justru dilakukan dengan cara-cara yang melanggar asas dan aturan hukum.”
Rekomendasi ulama tentang penegakan hukum yang tidak menghadirkan rasa keadilan masyarakat, merupakan bentuk keprihatinan yang mendalam dan protes sosial terhadap penegakan hukum yang hanya berdasarkan legalistik berdasarkan undang-undang yang dibuat Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, yang dalam banyak hal hanya untuk melindungi kepentingan kekuasaan dengan mengabaikan rasa keadilan yang bersemi di dalam hati sanubari masyarakat.
Oleh karena itu, para penegak hukum dan hakim, saatnya kita kembali menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa penegak hukum dan hakim masih ada yang bisa dipercaya karena menegakkan, mengamalkan, memeriksa, mengadili dan memutus perkara hukum berdasarkan keadilan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Seorang khatib Jum’at tiga minggu lalu di Masjid Nurul Huda Komplek Deplu Cipete Selatan Jakarta Selatan mengingatkan dengan mengutip Sabda Nabi Muhammad SAW tentang hakim. Ada tiga macam hakim. Satu di syurga, dua di neraka.
Pertama, hakim yang mengetahui kebenaran dan menetapkan hukum berdasar kebenaran dan keadilan, maka ia masuk syurga.
Kedua, hakim yang mengetahui kebenaran, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara hukum bertentangan dengan kebenaran dan keadilan, hakim seperti itu masuk neraka, karena menyembunyikan kebenaran dalam memutus perkara hukum.
Ketiga, hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara hukum dengan kebodohannya, masuk neraka, karena hakimnya bodoh dan tidak profesional.
Semoga rekomendasi Ijtima’ Ulama IV menyadarkan para penegak hukum dan hakim bahwa dalam menegakkan hukum harus benar dan adil.
Mbah Moen menitip pesan kepada para calon yang terpilih pada Pemilu 2019 agar tetap adil memegang hukum dan jangan pernah menyeleweng. Apa maksudnya? #Pemilu2019 #MantapMemilih #MbahMoen https://t.co/1bSyX3iMdn
— detikcom (@detikcom) April 17, 2019
KH Maimun Zubair atau Mbah Moen tutup usia di Mekah. Sebelum wafat, ulama kharismatik itu dikabarkan hendak salat tahajud. #MbahMoen https://t.co/wKfDwjjbBI
— detikcom (@detikcom) August 6, 2019
Kita milik Allah dan akan kembali kepadaNya
Civitas Akademika Universitas Ibnu Chaldun Jakarta menyampaikan duka yang dalam atas wafatnya KH Maimun Zoebair. Semoga husnul khatimah. Kita mendoakan beliau dgn membacakan Al FATIHAH.— Musni Umar (@musniumar) August 6, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Ijtima´ Ulamas IV menolak putusan hukum yg tdk penuhi prinsip keadilan. Rekomendasi tsb dpt dimaknai sebagai protes sosial dari ulama ttg penegakan hukum yg tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. https://t.co/j3mJ12SIgv
— Musni Umar (@musniumar) August 6, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
