Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang populer dengan akronim BPJS Kesehatan merupakan badan hukum penyelenggara jaminan sosial untuk melayani masyakarat yang sakit. Saat ini, BPJS Kesehatan defisit sangat besar.
Visi BPJS Kesehatan adalah “Terwujudnya jaminan kesehatan yang berkualitas tanpa diskriminasi.”
Adapun misi BPJS Kesehatan:
1) Memberikan layanan terbaik kepada peserta dan masyarakat;
2) Memperluas kepesertaan program jaminan kesehatan mencakup seluruh penduduk Indonesia;
3) Bersama menjaga kesinambungan finansial program jaminan kesehatan.
Saya prihatin sekali BPJS Kesehatan Terancam Tekor Rp 28 T, Pemerintah Belum Punya Solusi. Solusinya rakyat mesti sehat. Kami sekel. tiap bln bayar ke BJPS . Alhamdulillah tdk pernah gunakan jasa BPJS Kesehatan krn jaga kesehatan. Saya puasa Senin- Kamis https://t.co/3xR4AgXnMx
— Musni Umar (@musniumar) July 30, 2019
BPJS Kesehatan Defisit dan Masalah Lain Yang Dihadapi
BPJS kesehatan ini menghadapi masalah yang amat serius. Setidaknya ada tiga masalah besar yang dihadapi BPJS Kesehatan.
Pertama, BPJS Kesehatan defisit sangat besar. Menurut pemberitaan media, BPJS Kesehatan defisit hingga akhir 2019 mencapai Rp28 triliun
Rencana penaikan iuran @BPJS diusung pemerintah untuk menutup proyeksi defisit sebanyak Rp28 Triliun di tahun ini. Beberapa lembaga mengusulkan perhitungan atas besarnya kenaikan iuran, berikut pemaparannya https://t.co/WnqFigZCfO #CNNIndonesia pic.twitter.com/8sokT0FtHw
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 14, 2019
Pengertian Defisit secara harfiah ialah berkurangnya kas dalam keuangan. Defisit biasa terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan.
Dampak dari besarnya defisit yang dialami BPJS Kesehatan, maka menghadapi klaim rumah sakit yang telah jatuh tempo sekitar pertanggal 8 Juli 2019 sebesar Rp 7,1 triliun.
Kedua, banyaknya masyarakat yang sakit. Sebagai contoh, pada pagi hari sampai siang, kalau ke rumah sakit, bisa menyaksikan besarnya jumlah masyarakat yang antri untuk berobat. Ini menimbulkan konsekuensi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Pada hal iuran dari peserta BPJS Kesehatan yang dibayarkan tiap bulan tidak bisa menutup biaya pengobatan para peserta, sehingga BPJS Kesehatan mengalami defisit. Dampaknya banyak rumah sakit yang mengalami kesulitan karena klaim mereka tidak bisa dibayar dengan lancar.
Ketiga, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI memiliki keterbatasan anggaran untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, sehingga BPJS Kesehatan menghadapi masalah yang amat kronis. Dampak lebih jauh terjadi kemunduran dalam pelayanan peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit.
PDGI menuntut kenaikan dana kapitasi yang merupakan metode pembayaran dalam pelayanan kesehatan. Dana kapitasi saat ini sebesar Rp 2 ribu per pasien.#BPJS https://t.co/UfL3sjabOv
— detikcom (@detikcom) January 29, 2019
"Kita direpotkan sekali karena kasus-kasus keterlambatan atau kurang bayar dari BPJS.Kita harus menghadapi vendor. Kita sampai harus menghentikan beberapa pelayanan, pasien harus dipulangkan karena tidak jadi operasi karena tidak ada obat bius," https://t.co/N3tZtIwpnh
— NephiLaxmus (@NephiLaxmus) July 17, 2019
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku 2020 https://t.co/t7ljJKW9nr
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 12, 2019
Tunjangan Cuti Pimpinan Naik Dua Kali Lipat
Ditengah defisit anggaran BPJS kesehatan yang besar, Direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan mengusulkan kenaikan tunjangan direksi dan dewan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Anehnya Menteri Keuangan RI merespon dengan menaikkan tunjangan cuti dua kali lipat bagi anggota dewan direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dari gaji dan upah.
Padahal gaji Direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan plus bonus bisa mencapai Rp200 juta perbulan.
Seharusnya kesulitan keuangan yang dialami BPJS Kesehatan, dapat dibantu dari gaji upah direksi dan pengawas sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap kondisi keuangan yang dialami BPJS Kesehatan.
Dulu saya kurang setuju menaikkan gaji Direksi PT Askes (berubah jadi BPJS Kesehatan) dan PT Jamsostek (berubah jadi BPJS Ketenagakerjaan) krn mereka hanya "pengumpul" dan "penyalur" dana yg sdh jadi kewajiban – tdk ada persaingan apapun. Kok skrg gajinya tinggi sekali ? https://t.co/6FZAXjG3e7
— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) August 13, 2019
3 Fakta soal Tunjangan Cuti Tahunan Pimpinan BPJS https://t.co/YL1TvLCczM
— MSNIndonesia (@MSNindonesia) August 13, 2019
BPJS Kesehatan Raup Hasil Investasi 464 Persen dari Target https://t.co/tfW5ZmZjWH
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 14, 2019
Saran Jalan Keluarnya
Untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, saya mengusulkan lima langkah:
Pertama, pemerintah menaikkan anggaran belanja BPJS Kesehatan untuk menyelamatkan BPJS dari kebangkrutan.
Kedua, mengevaluasi direksi dan pengawas BJPS Kesehatan.
Ketiga, menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan dengan adil dan merata untuk meningkatkan penerimaan dana BPJS Kesehatan.
Keempat, meningkatkan efisiensi dan mencegah kebocoran anggaran BPJS Kesehatan.
Kelima, melakukan kampanye hidup sehat secara terus-menerus dengan mendorong masyarakat berolah raga, tidak merokok serta tidak meminum Miras dan mengonsumsi Narkoba.
Semoga tulisan ini menjadi sumbangsih dalam upaya menyelamatkan BPJS Kesehatan serta mendorong masyarakat hidup sehat dan sedapat mungkin tidak ke rumah sakit karena selalu sehat.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
BPJS Kesehatan alami defisit sampai akhir thn ini sekitar Rp 28 triliun. Peserta BPJS Kes akan dinaikkan iuran blnan utk ttp defisit. Aneh tunj. cuti tahunan direksi dan pengqawas dinaikkan 2 kali lipat. Apa solusinya? https://t.co/fnjzJhXOMl
— Musni Umar (@musniumar) August 15, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
