Hari ini 17 Agustus 2019 seluruh bangsa Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-74 tahun.
Dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan, Hari ini Universitas Ibnu Chaldun yang saya pimpin, menggelar apel bendera yang diikuti pimpinan yayasan, pimpinan universitas dan fakultas, serta karyawan dan mahasiswa penerima bidik misi.
Foto dgn mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi usai peringatan HUT RI ke-74 di Universitas Ibnu Chaldun pic.twitter.com/B0b0sQiLhx
— Musni Umar (@musniumar) August 17, 2019
Selain itu, saya menurunkan sebuah tulisan yang diberi judul “RI 74 Tahun Merdeka: Jadikan Rakyat Indonesia Merdeka di Bidang Ekonomi, Dimulai Dari Pendidikan Anak Bangsa”
Merdeka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
1. bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri
2. tidak terkena atau lepas dari tuntutan
3. tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa
Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa mayoritas bangsa Indonesia belum bebas dari penjajahan dalam bidang ekonomi.
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira berpandangan, gelombang PHK karena gugurnya industri dalam negeri lantaran digempur barang impor yang relatif lebih murah. https://t.co/4JMwHOcZUO
— detikcom (@detikcom) July 30, 2019
"LPG kita impor, bensin impor, tapi kan apa LPG kita setop impornya, ganti lagi kayu bakar, ganti lagi minyak tanah?," kata ESDM. #NeracaDagangRI
via @detikfinance https://t.co/c9PF1riIPO
— detikcom (@detikcom) August 16, 2019
Ini kebijakan yg rugikan bgs Indonesia. Semua kebutuhan di impor. Pd hal bisa diusahakan bgs Indonesia. Kalau cara ini diteruskan Indonesia bisa hancur. Yg untung hanya mafia dan pemegang kebijakan, rakyat tambah susah. https://t.co/xyMdV3PyEK
— Musni Umar (@musniumar) August 15, 2019
Mayoritas Belum Merdeka
Rizal Ramli, ekonom senior Indonesia yang pernah menjadi menteri di era Abdurrahman Wahid dan Jokowi pernah mengatakan bahwa mayoritas masyarakat belum merasakan arti kemerdekaan. Dia menyebut, sampai saat ini baru 20 persen rakyat Indonesia yang berada di kelas menengah atas. Mereka sudah bisa merasakan nikmatnya memiliki rumah, pendidikan, makan dan berlibur.
“Tapi 80 persen rakyat kita yang paling bawah belum merasakan arti kemerdekaan, makan saja susah apalagi sekolahin anak.” (merdeka.com, Kamis, 8 Oktober 2015).
Pernyataan itu saya yakin bukan mengada-ada, tetapi faktanya seperti itu, rakyat Indonesia masih banyak yang miskin, yang bisa dimaknai belum merdeka.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut: Maret 2019, penduduk miskin Indonesia turun jadi 25,14 juta orang (kompas.com, 15/7/2019).
Jumlah penduduk miskin tergantung besar garis kemiskinan yang digunakan. BPS menetapkan garis kemiskinan Maret 2018 sebesar Rp 425.250 perkapita atau perbulan. Jika dibagi dengan 30 hari dalam sebulan, maka garis kemiskinan sebesar Rp 14.175 perkapita perhari.
Pertanyaannya, adakah yang bisa hidup dengan penghasilan sebesar Rp 14.175 perhari? Kalau kita naikkan garis kemiskinan menurut standar Bank Dunia 2 dolar Amerika Serikat perhari dengan kurs 14.300 berarti Rp 28.600 perkepala perhari, masih jauh dari cukup untuk hidup layak.
Maka, saya sependapat pernyataan Rizal Ramli, rakyat Indonesia yang benar-benar sudah merdeka di bidang ekonomi baru 20 persen. Kalau jumlah penduduk Indonesia sekitar 265 juta jiwa, maka yang benar-benar sudah merdeka baru sekitar 53 juta jiwa.
Ekonom senior tersebut memprediksi ekonomi Indonesia sepanjang 2019 bakal tumbuh hanya sebesar 4,5 persen, jauh dari target pemerintah. https://t.co/kNHGcAYyfZ
— Kompas.com (@kompascom) August 12, 2019
Defisit April 2019, Terparah Sepanjang Sejarah RI Merdeka! Memang Tim Ekonomi pemerintah tidak becus, tapi dibungkus dgn pencitraan tiada henti. Apalagi pemimpin tidak paham ekonomi, ngertinya hanya proyek ?? https://t.co/kKBT1BREge
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) May 16, 2019
Tren perubahan teknologi ke depan akan didominasi oleh teknologi informasi & komunikasi, kesehatan, bioteknologi & rekayasa genetik, energi terbarukan, AI, dll~#IndonesiaBaik #YangMudaSukaData #ekonomi #Indonesia2045 #pertumbuhanekonomi #bappenas pic.twitter.com/XZV98xhpaV
— Indonesia Baik (@IndonesiaBaikId) June 11, 2019
Jalan Keluar
Para ekonom selalu mengatakan bahwa untuk memajukan bangsa Indonesia dengan pembangunan ekonomi.
Realitas yang dialami, 32 tahun pembangunan ekonomi di masa Orde Baru dan 20 tahun di masa Orde Reformasi, mayoritas rakyat tidak banyak berubah nasibnya, tetap miskin.
Kalau demikian, berarti fokus pembangunan ekonomi bukan cara yang tepat untuk membawa kemajuan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai sosiolog, saya merasa yakin untuk mengakhiri kemiskinan dan keterbelakangan rakyat hanya melalui pendidikan.
Penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim sejatinya telah dipandu Alqur’an. Dalam surat Al Baqarah ayat (185) Allah menegaskan: Alqur’an adalah petunjuk bagi manusia. Pada surat yang sama ayat (2) Allah mengemukakan: Alqur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
Salah satu petunjuk yang Allah berikan kepada manusia, ialah pentingnya pendidikan. Allah secara tekstual menurunkan ayat pertama yang berisi perintah membaca dengan kata “iqra.” Membaca adalah kunci membuka ilmu. Allah juga dalam ayat itu “yang mengajarkan menulis dengan pena.”
Menyadari hal itu, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya dihadapan anggota parlemen Indonesia pada 16 Agustus 2019 menegaskan bahwa periode kedua kepemimpinannya akan memberi fokus pembangunan sumber daya manusia, yang tidak lain adalah pendidikan.
Semoga berhasil. Dirgahayu Republik Indonesia ke-74.
Anggaran pendidikan di RAPBN 2020 sebesar 20 persen atau Rp 505,8 triliun, naik 29,6 persen dibandingkan realisasi 2015. https://t.co/veLynLLZSW
— kumparan (@kumparan) August 16, 2019
Kita yang Berpihak pada Anak, Agenda Prioritas Pendidikan Indonesia
.
Untuk percepatan perubahan pendidikan, ada ratusan hal yang saling berkaitan, namun memilih tujuan yang paling bisa menjadi pengungkit keberhasilan menjadi prasyarat kesuksesan
.
Di https://t.co/9eB62cda24 pic.twitter.com/GMPOMhcjvg— Najelaa Shihab (@NajelaaShihab) August 12, 2019
Selain sebagai wanita pertama pengibar bendera merah-putih di Cirebon, Olly juga dikenal sebagai salah seorang filantropis yang berjuang memajukan pendidikan. https://t.co/ltucHliF06
— detikcom (@detikcom) August 14, 2019
Yuk Teman-teman kita ingatkan kembali !
Pembukaan pendataan KJP Tahap 2 untuk penerima Kartu Pekerja
12 Agustus 2019 – 13 September 2019.
Untuk mekanisme dan persyaratan bisa di dilihat di infografis dan website kami
Di https://t.co/Me8kVXBItP #DisdikDKI #KJPPlus pic.twitter.com/59imA1ngix— Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (@Disdik_DKI) August 12, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Indonesia tlh merdeka 74 thn. Pemb. ekonomi slm 53 thn gagal majukan bangsa Indonesia. Yg terjadi utang menggunung, rakyat tetap banyak yg miskin. Jalan keluarnya, pemb. ekonomi melalui penddikn formal dan penddkn kepakaran. Fokuslah pd pendidikan https://t.co/7ChlfKpjam
— Musni Umar (@musniumar) August 17, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
