Tiga partai pengusung Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 yaitu Gerindra, PKS dan PAN meraup kursi di DPRD DKI secara signifikan dalam Pemilu serentak 17 April 2019.
Pertama, Partai Gerindra meraup 19 kursi di DPRD DKI, naik 4 kursi dari periode sebelumnya 15 kursi.
Kedua, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperoleh 16 kursi, naik 5 kursi dari periode sebelumnya sebanyak 11 kursi.
Partai Amanat Nasional (PAN) membuat kejutan di DKI Jakarta. Pada periode sebelumnya, PAN hanya memperoleh 2 kursi di DPRD DKI. Akan tetapi, periode 2019-2024, PAN merauh 9 kursi, yang berarti naik sebanyak 7.
Kursi ketua DPRD DKI akan menjadi jatah PDI-P, sebagai pemenang pemilu. Sementara jatah wakil ketua ditempati Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. https://t.co/Bj245J49wf
— Kompas.com (@kompascom) August 29, 2019
https://twitter.com/PKSJakarta/status/1165771643437768705
Dukung Gubernur DKI Jakarta @aniesbaswedan kampanyekan gerakan mengurangi polusi udara, Anggota DPRD Fraksi PAN DKI Jakarta naik angkot saat hadiri pelantikan.https://t.co/htFp9HfUf5 pic.twitter.com/15n0U8xKhD
— DPP PAN (@Official_PAN) August 26, 2019
Perubahan Secara Demokratis
Meningkatnya perolehan kursi tiga partai politik pengusung Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sangat mengesankan karena terjadi secara demokratis.
Harus diakaui pergolakan politik dalam pemilihan Gubernur DKI dan reuni 212 memberi kontribusi adanya perubahan peta politik di DKI Jakarta.
Selain itu, pengaruh psikologis kemenangan Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta memberi kontribusi positif meningkatnya perolehan kursi tiga partai politik pengusung Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI.
Menurut saya, meningkatnya dukungan warga DKI terhadap 3 partai politik pengusung Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI merupakan political genuine yang lahir dari kesadaran politik masyarakat Jakarta, bukan mobilized participation dari kekuasaan seperti terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
DKI Jakarta berhasil masuk dalam jajaran tiga kota terbaik di dunia dalam hal perbaikan sistem transportasi dan mobilitas kota. https://t.co/s5fb1eFysz
— DW Indonesia (@dw_indonesia) July 1, 2019
Efek Anies dan Lulung Ubah Peta Politik di Kebon Sirih https://t.co/fs9zHBtHHt
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 27, 2019
Harapan kpd anggota DPRD DKI Jakarta utk melaksanakan fungsi2 dgn penuh tanggungjawab. Fungsi legislasi Perda yg mihak rakyat. Fungsi anggaran yg mihak wong cilik. Fungsi pengawasan. Fungsi representasi warga DKI yg multi etnis agama suku bangsa asal usul https://t.co/4aXwt9gSec
— Musni Umar (@musniumar) August 26, 2019
Anies Beri Contoh Dalam Bangun Demokrasi
Pemilihan umum serentak di DKI tahun 2019 sangat demokratis.
Gubernur Anies sama sekali tidak mengarahkan apalagi menginstruksikan seluruh aparat birokrasi yang dipimpinnya untuk memenangkan tiga partai pendukungnya dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Sikap politik Anies yang demokratis dalam pemilu serentak 2019, perlu dicontoh para Gubernur, Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia pada masa mendatang.
Pertama, tidak menggunakan kekuasaan untuk memerintahkan seluruh aparat yang dipimpinnya untuk memilih calon anggota DPRD dari partai politik yang mendukungnya dalam pemilihan Gubernur yang lalu. Ini baik dalam membangun dan membudayakan demokrasi.
Kedua, memberikan hak demokrasi dan kebebasan kepada warga DKI yang berdaulat untuk bebas memilih calon anggota DPRD dari partai politik manapun.
Dampaknya 3 partai pengusungnya meningkat perolehan kursi di DPRD DKI, tetapi PDIP tetap memenangkan Pemilu di DKI dengan perolehan 25 kursi di DPRD DKI. Begitu juga Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meraih 8 kursi di DPRD DKI.
Kalau Anies tidak demokratis, dia bisa memerintahkan seluruh aparatnya untuk melakukan mobilisasi supaya rakyat tidak memilih PDIP ataupun PSI. Anies tidak menggunakan cara itu. Anies percaya bahwa demokrasi cara terbaik yang harus dibangun bersama dan pemimpin daerah harus beri contoh dan teladan.
Ketiga, memberi contoh dalam pengamalan demokrasi. Semua tahu bahwa dalam demokrasi yang berdaulat (berkuasa) adalah rakyat, tetapi dalam praktik demokrasi rakyat hanya jadi alat penguasa dan pemilik modal untuk melanggengkan kekuasaan dan hegemoni ekonomi melalui kolaborasi penguasa-pengusaha.
Anies memberi contoh dalam berdemokrasi bahwa rakyatlah yang berdaulat (berkuasa). Kekuasaan rakyat yang diwujudkan dengan memilih calon anggota DPRD DKI yang akan mewakili kepentingannya sebagai warga DKi harus bebas, tidak boleh diintervensi oleh penguasa untuk memenangkan kelompoknya.
Semoga tulisan ini memberi pencerahan dan penyadaran dalam upaya kita membangun demokrasi yang substantif di masa depan.
Jakarta International Stadium (JIS) direncanakan rampung pada Oktober 2021. Berikut spesifikasi rancangan yang akan dibangun. https://t.co/j6dcoBC86Y
— detikcom (@detikcom) August 28, 2019
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Syahbandar melaporkan pekerjaan proyek MRT fase II dari Bundaran HI ke Kota masih terus berjalan. Sudah sampai mana? https://t.co/nZrjeCiyEn
— detikcom (@detikcom) August 28, 2019
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap pengurus FKUB DKI 2019-2024 dapat merawat kerukunan umat beragama. https://t.co/eV8GAP3RAL
— kumparan (@kumparan) August 28, 2019
Data Dinas Kehutanan yang dilansir pada April 2018 menyebutkan terdapat 35 hutan kota yang tersebar di Jakarta dengan luas mencapai 194,14 hektare. https://t.co/shFeYrlML7
— TEMPO.CO (@tempodotco) August 27, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Gub. Anies tlh beri contoh dan tldn dlm berdemokrasi. Dia tdk gunakan kksnnya utk menangkan partai yg mencalonkan dirinya dan Sandi dlm Pilgub DKI. Rakyat dibiarkan bebas mmilih wklnya yg akan duduk di DPRD. Rakyat tahu Gerindra, PKS, PAN pendukungnya https://t.co/Mwzpkg4iPm
— Musni Umar (@musniumar) August 29, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
