Indonesia telah merdeka 74 tahun dan sudah membangun selama 53 tahun. Akan tetapi dilihat dari perspektif sosiologis, kita patut sedih dan prihatin.
Pertama, kemiskinan masih merajalela. Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan Maret 2019, penduduk miskin Indonesia turun jadi 25,14 juta orang (Kompas.com, 15/07/2019).
Penduduk miskin Indonesia 25,14 juta bukanlah jumlah yang kecil. Bandingkan jumlah penduduk Singapura 5,612 juta jiwa (2017) dan Malaysia 31,62 juta jiwa (2017).
Jumlah penduduk miskin berkurang karena garis kemiskinan yang menentukan miskin tidaknya setiap penduduk terlalu kecil, yaitu Rp425.250 per kepala perbulan atau Rp14.175 perhari. Pada hal sulit dibayang hidup dengan penghasilan perhari Rp14.175. Dengan penghasilan Rp1.5 juta perbulan atau Rp50.000 perhari, masih sulit untuk hidup di berbagai kota di Indonesia.
Jika batas garis kemiskinan ditetapkan misalnya Rp1.5 juta perkepala perbulan atau Rp50.000 perhari, maka jumlah penduduk miskin Indonesia bisa mencapai ratusan juta jiwa. Pada hal penghasilan sebesar itu, jauh dari cukup untuk hidup layak, makan 3 kali, biaya sekolah anak, biaya listrik dan sebagainya.
Kedua, tingkat pendidikan penduduk miskin rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Databoks, 17/7/2018).
Masalah tersebut sangat kompleks karena mereka yang kurang pendidikan dan tidak ada kepakaran (keahlian) sulit maju. Buktinya pembangunan Papua termasuk Trans Papua, tidak mengubah nasib hidup masyarakat Papua. Walaupun Papua merupakan bagian dari indonesia, mereka tetap miskin dan kurang fasilitas seperti fasilitas pendidikan.
Situasi di Papua amat menyedihkan. Sulit dikendalikan krn masyarakat sdh menjadikan aparat sebagai musuh. Massa berhadapan dgn aparat yang jumlahnya pasti tdk seimbang dgn jumlah massa. Doa semoga sgr hadir kedamaian di tanah Papua https://t.co/ZRjPMRPZBZ
— Musni Umar (@musniumar) August 29, 2019
Sandiaga Uno prihatin dengan kondisi Papua pasca demo rusuh di Jayapura. Sandiaga mengajak masyarakat saling merangkul. https://t.co/GqmfuL8vo7
— detikcom (@detikcom) August 30, 2019
Papua berduka, darah tertumpah. Jiwa yang merasa terabaikan larut dalam amarah. Tenang sebentar, uraikan satu-persatu ego ini. Coba lihat dalam lubuk hati, apakah damai yang kau cari? Sudahilah, kembalikan 'Tanah Mutiara Hitam' yang berkilau dengan damai. #Papua #PapuaDamai pic.twitter.com/ETCDeGh7bI
— detikcom (@detikcom) August 30, 2019
Ketiga, pengangguran terjadi di mana-mana. Solusinya, para pencari pekerja terpaksa menjadi pengemudi ojol (ojek online). Sedang Masyarakat miskin, menyiasatinya dengan bekerja serabutan, tetapi income yang diterima minim dan tidak menolong.
Sejatinya ada lapangan kerja, tetapi mereka yang dari kalangan masyarakat miskin dengan tingkat pendidikan yang rendah, tidak dapat diterima bekerja di pemerintahan dan swasta.
Selain itu, masuknya investasi China di Indonesia dan di Papua, tidak menolong karena dana, teknologi, mesin, dan tenaga kerja kasar di bawah semuanya dari RRC.
Disamping itu, investasi China malah menimbulkan masalah baru bagi Indonesia. China investasi dibidang peleburan baja, dan semen. Dampaknya, Krakatau Steel (KS) sebuah BUMN yang sudah malang melintang tidak dilindungi. Akibatnya, KS terancam bangkrut dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya.
Investasi China lainnya yang menimbulkan masalah adalah imvestasi semen. Dampak negatifnya, industri semen dalam negeri terancam gulung tikar, sebab semen China lebih murah harganya.
Pantai Papua Nugini Tercemar Limbah Tambang Nikel China https://t.co/qvylKWqvnA
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 30, 2019
Keempat, petani dan nelayan semakin sulit hidupnya. Ini terjadi, karena pemerintah melakukan impor ugal-ugalan segala macam kebutuhan pokok diimpor. Pada musim panen padi, pemerintah impor beras. Begitu juga kebutuhan sekunder yang lain. Akibatnya harga beras dan segala macam barang anjlok harganya dan petani rugi.
Pernyataan Gub. Papua sangat menggugah. Yg diperlukan masy. Papua guru dan kehidupan. Itu tujuan kt merdeka yaitu mmjukan kesejahteraan dan mencerdaskan bgs (pendidikan). Trans Papua tdk diperlkn masy. Smg kss Papua jd pelajaran utk ubah prioritas pemb. https://t.co/WuR6Lag8aX
— Musni Umar (@musniumar) August 24, 2019
Sandiaga Uno: Kemiskinan Tinggi, Wajar Orang Papua Marah https://t.co/G8jlO0lKy4
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) August 22, 2019
Pemb. gagal mengatasi kemiskinan. Sandiaga Uno berkata: kemiskinan yg dialami masy. Papua sebabkan mrk sensitif dan mudah terprovokasi. Bukan hanya masy. Papua tapi myrts rakyat kita masih miskin. Jumlah org miskin kecil krn garis kemiskinan kecil. https://t.co/hikOC5kyew
— Musni Umar (@musniumar) August 22, 2019
Demokrasi slm 21 thn di era reformasi, hasilnya blm mampu memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah org miskin di negara kita masih sangat besar, lebih besar dari penddk Australia hampir setara penddk Malaysia https://t.co/Jg77PkewNA
— Musni Umar (@musniumar) July 17, 2019
Begitu pula, produk tekstil impor membanjiri pasar Indonesia, sehingga industri tekstil dalam negeri banyak yang bangkrut dan karyawannya di PHK.
Kelima, usaha mikro, kecil dan koperasi banyak gulung tikar. Sektor usaha mikro, kecil dan koperasi adalah penyelamat ekonomi Indonesia pada saat krisis tahun 1998.
Orde Reformasi hancurkan mereka oleh persaingan bebas. Usaha besar yang lahir dari rezim Orde Baru, melakukan penetrasi bisnis dari hulu sampai hilir, dari besar dan sampai kecil. Contohnya, Indomaret dan Alfa Mart, milik konglomerat menjama sampai di desa, dampaknya usaha mikro, kecil dan koperasi gulung tikar-tidak mampu bersaing.
Maka wajah mayoritas rakyat Indonesia dan masyarakat Papua, ditengah deru pembangunan tak berubah, tetap miskin dan termarjinalisasi.
Apakah rakyat patut dipersalahkan kalau marah? Semoga menjadi pelajaran untuk diperbaiki di masa depan.
[STOP PRESS]
Sedikitnya ada tujuh warga sipil yang tewas tertembak dalam aksi demonstrasi tolak rasisme di Deiyai. Informasi adanya korban sipil ini membantah stempel hoaks dari Puspen TNI.https://t.co/qT5PuX1QKJ
— tirtoid (@TirtoID) August 30, 2019
Kondisi Papua saat ini adl ujian serius bagi NKRI, oleh sebab itu sikap saling tolong menolong diantara semua kekuatan politik penting, agar rakyat Papua yakin Papua hrs tetap NKRI. Saran saya Pak @jokowi dan anggota kabinet bs berkantor dan blusukan tuk meyakinkan rakyat Papua.
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) August 30, 2019
Aksi solidaritas untuk Papua dan Papua Barat, kami bersama rekan2 dan teman2 datang ke @kemkominfo untuk menyerahkan somasi dan meminta pemerintah untuk #NyalakanLagi internet di Papua dan Papua Barat.@amnestyindo @KontraS @AJIIndonesia pic.twitter.com/nGJzVLWZGN
— SAFEnet (@safenetvoice) August 23, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Sangat sdrhn yg rakyat butuhkan bkn Trans Papua, Trans Jawa, Trans Sumatera dll. Gub. Papua kmkkn: yg rakyat perlukan guru dan kehidupan. Faktanya rakyat tdk dpt manfaat dari pemb. mrk tetap miskin dan terkebelakang. Wajar rakyat marah seperti di Papua https://t.co/TDPbQIAo6C
— Musni Umar (@musniumar) August 30, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
