Tulisan ini diinspirasi oleh suatu masalah yang menjadi sorotan publik karena sebanyak 37 kampus ancam sanksi mahasiswa yang ikut demo (cnn indonesia.com, 15/10/2019).
37 Kampus Ancam Sanksi Mahasiswa yang Ikut Demonstrasi https://t.co/X68Ma6J8fB
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 14, 2019
Berita tersebut menjadi topik pembicaraan di media sosial. Setidaknya menurut saya ada tiga alasan publik, yang menyebabkan ramai yang memperbincangkan hal itu.
Pertama, alasan konstitusional. UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Selanjutnga 28 UUD 1945 menyatakan: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapakan dengan undang-undang.”
Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Dimuka Umum. Dalam pasal 1 ayat (1) ditegaskan “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warganegara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Ketiga, alasan sosiologis. Dalam negara demokrasi, sejatinya rakyat adalah berdaulat. Rakyat sebagai pemilik kekuasaan berhak menyampaikan pendapat dimuka umum dan apatur pemerintah berkewajiban melindungi rakyat yang menyampaikan pendapat dimuka umum.
Kemerdekaan Menyatakan Pendapat
Dalam negara demokrasi, rakyat mempunyai hak dan kewajiban.
Dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 Bab lll Hak dan Kewajiban terdapat pasal 5 yang mengatur hak dan kewajiban warganegara dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Adapun hak tersebut ialah untuk:
a. mengeluarkan pikiran secara bebas;
b. memperoleh perlindungan hukum
Selanjutnya pasal 6 menegaskan: “Warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:
a. menghormati hak-hak orang lain;
b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c. menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.”
Hak menyampaikan pendapat, hak aksi itu dijamin oleh UUD dan UU Nomor 9 Tahun 1998. https://t.co/xEaTdTIL2v
— Republika.co.id (@republikaonline) October 15, 2019
Mulai Besok Hingga Pelantikan Presiden Demo Mahasiswa Dilarang https://t.co/ZwyG5Z8dqw
— Tempo Nasional (@temponasional) October 14, 2019
Pelantikan dikawal oleh 31.000 personel yang disebar dalam tiga ring pengamanan. https://t.co/PpYIT4Swgf
— Republika.co.id (@republikaonline) October 15, 2019
Kewajiban Aparat
Selain warganegara mempunyai hak dan kewajiban dalam menyampaikan pendapat di muka umum, aparatur pemerintah mempunyai kewajiban yang diatur dalam pasal 7 bahwa “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warganegara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghormati asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Polisi Tak Terbitkan STTP Demo Hingga Jokowi Dilantik https://t.co/oYCUs3LLyy
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 15, 2019
Kapolda Metro Jaya tidak akan mengizinkan demo saat pelantikan presiden. Hal itu untuk menjaga situasi kondusif. #DemoMahasiswa #PelantikanPresiden https://t.co/EfCtk4iHzG
— detikcom (@detikcom) October 14, 2019
Mahasiswa ITB akan kembali turun ke jalan menyuarakan Perppu KPK. https://t.co/4LZeue9k4U
— kumparan (@kumparan) October 16, 2019
Bentuk Penyampaian Pendapat
UU Nomor 9 Tahun 1998
pasal 9 ayat mengatur penyampaian pendapat dimuka unum. Ayat (1) menjekaskan “Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a. Unjuk rasa atau demonstrasi
b. Pawai
c. Ralat umum, dan atau
d. Mimbar bebas.”
Selanjutnya pasal 10 ayat (1) menegaskan bahwa “Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulus kelada Polri.
Selanjutnya ayat (2) memerinci bahwa “Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggungjawab kelompok.”
Seterusnya pasal 10 ayat (3) menjelaskan bahwa “Pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) selambat-lambatnya 3×24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.”
#TuntaskanReformasi Demo BEM SI di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Kamis 17/10/2019 – 13.00 #MahasiswaBergerak ✊? https://t.co/9qfTmp0ACL pic.twitter.com/5n43RB2qBP— #KataNalar (@ZAEffendy) October 16, 2019
AMAR: Demo di DPR, 6 Pelajar dan 1 Mahasiswa Terancam DO https://t.co/4dxGAzV3sO
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 16, 2019
BEM SI menilai polisi menghalangi keinginan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi karena tak menerima 'izin' aksi 15-20 Okober. BEM SI akan mengeluarkan sikap. https://t.co/OSW9InAV1d
— detikcom (@detikcom) October 15, 2019
Ancam Mahasiswa
Berdasarkan alasan konstitusional, alasan yuridis dan sosiologis yang dikemukakan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa larangan demonstrasi yang tidak lain adalah melarang kemerdekaan menyatakan pebdapat dimuka umum, harus ditolak karena sebagai negara hukum semua tindakan yang dilakukan harus sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku.
Begitu pula ancaman sanksi terhadap mahasiswa dari 37 kampus yang melakukan demonstrasi harus disadarkan bahwa mengancam untuk menjatuhkan sanksi melanggar hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
Semoga tulisan ini memberi penyadaran kepada bangsa Indonesia khususnya pimpinan perguruan tinggi untuk memegang dan mengamalkan konstitusi dan undang-undang dalam mengemban tugas.
Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater.#OtakUntukDPR #TuntaskanReformasi pic.twitter.com/XdPxAOhrOu
— KM ITB (@KM_ITB) September 24, 2019
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Setidaknya 37 kampus tlh ancam mahasiswa utk diberi sanksi jika mlkkn demo. Pelarangan itu bertentangan dgn Konstitusi pasal 28 UUD 1945 dan UU No. 9 Thn 1998 ttg Kemerdekaan Menyatakan Pendpt di Depan Umum. Ini respon saya. https://t.co/LacxLl21UZ
— Musni Umar (@musniumar) October 16, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
