Prof. Dr. Yahaya Ibrahim, mantan Rektor Univ. Sultan Zainal Abidin (Unizsa) Malaysia mengemukakan bahwa dalam pilihan raya umum (pemilu) ke-14 di Malaysia tidak ada politik uang.
Hal tersebut dikemukakan Prof Dr Yahaya Ibrahim dalam perbincangan di Swissbel Hotel Simatupang Jakarta Selatan (4/11/2019).
Di Malaysia, para menteri yang dilantik Presiden Jokowi terutama dari kalangan profesional mendapat pujian dari negara jiran. Yg memberi pujian diantaranya Prof Dr Yahaya Ibrahim, mantan Rektor Univ. Sultan Zainal Abidin Malaysia. Di Indo. dikritik https://t.co/bnmWxSKAZh
— Musni Umar (@musniumar) November 5, 2019
Menurut Direktur Global Education Services, uang partai Barisan Nasional yang dikumpulkan dari hasil korupsi (rasuah) 1MDB sangat besar, tapi rakyat Malaysia tidak terpengaruhi dengan politik uang dilakukan BN. Mayoritas rakyat Malaysia memilih (mengundi) para calon anggota parlemen dari Pakatan Harapan dan hasilnya Barisan Nasional tumbang setelah memerintah Malaysia semala 62 tahun sejak Malaysia merdeka 31 Agustus 1957.
Saya merespon pernyataan Prof. Yahaya Ibrahim dengan mengatakan bahwa populasi Malaysia tidak besar hanya 31,62 juta (2017) mayoritas masyarakat Malaysia tingkat pendidikannya sudah tinggi. Selain itu, income per kapitanya tahun 2019 sudah mencapai $32.501, dan kemiskinan sudah tidak besar jumlahnya.
[Infografik] Populasi Malaysia pic.twitter.com/Ob5BI5CHjq
— BERNAMA (@bernamadotcom) May 15, 2019
Pemilu di Malaysia diikuti ol. 14.940.624 pemilih terdaftar, yakni pemilih biasa 14.636.716, 300.255 pemilih melalui pos, 3.653 pemilih luar negeri. Teknologi dlm pemilu di Malaysia digunakan dalam pendaftaran pemilih online, informasi hasil pemilu & kampanye di media sosial. pic.twitter.com/WskWvFYf4V
— Perludem (@perludem) October 1, 2019
Sementara populasi Indonesia banyak, terbesar keempat di dunia yaitu 270 juta jiwa (2018), pendidikan masih banyak yang rendah, tingkat kemiskinan masih tinggi, income perkapita $4.120.
Kalau Malaysia dapat melaksanakan pemilu (PRU) tanpa politik uang, maka Indonesia belum sanggup melaksanakan pemilu tanpa politik uang. Walaupun undang-undang melarang adanya politik uang, tetapi faktanya politik uang masih sulit dihilangkan di Indonesia.
Para elit politik yang menjadi calon anggota parlemen di semua tingkatan bersaing untuk merebut suara dari pemilih, sementara pemilih (pengundi) yang masih miskin, akan memilih siapa yang memberi uang lebih besar.
Foto satelit malam hari yang dipublikasikan NASA mengungkap peta penyebaran penduduk Indonesia dan ketimpangan kemakmuran. Coba lihat di mana saja?https://t.co/mkztWLIjg6
— DW Indonesia (@dw_indonesia) July 6, 2019
Tdk ada mantan caleg yg tdk berkeluh kesah ttg politik uang. Rakyat tdk mau pilih klu tdk diberi uang jlng hr pencoblsn. Pilpres, pileg, pilkada dan pilkades sdh jadi arena dagang. Rakyat mau pilih kalau diberi uang. Yg beri uang lebih bsr itu dipilih. https://t.co/V1ZnMNG2HV
— Musni Umar (@musniumar) June 30, 2019
Para elit politik yang menjadi calon anggota parlemen, untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih (pengundi), terpaksa melakukan politik uang dengan membeli suara para pemilih dari kalangan rakyat miskin.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Koalisi Pakatan Harapan yg dipimpin Tun Mahathir Mohamad teLah memenangi Pilihan Raya Umum ke-14 tanpa politik uang. PRU 14 luar biasa karena menumbang Barisan Nasional yg berkuasa sejak Malaysia merdeka dan hantarkan Tun Mahathir jd PM dlm usia 92 tahun. https://t.co/mdVVc1Qmnu
— Musni Umar (@musniumar) November 6, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
