Partai Demokrat didirikan 9 September 2001 dan disahkan Kementerian Kehakiman dan HAM pada 27 Agustus 2003 dan ikut pemilu 2004, dan langsung memperoleh 57 kursi di DPR RI.
Pada pemilu 2009 saat Presiden SBY menjadi Presiden RI, partai Demokrat meraih 150 kursi di DPR RI. Suatu capaian yang luar biasa, yang belum pernah ada partai politik apapun meraih dukungan suara dari rakyat sehebat partai Demokrat.
Akan tetapi, pada pemilu 2014, partai Demokrat mengalami penurunan perolehan kursi di DPR secara signifikan. Hasil pemilu 2014, partai Demokrat hanya meraih 61 kursi.
Pemilu 2019, partai Demokrat kembali mengalami penurunan perolehan kursi di DPR dan hanya mampu meraih 54 kursi.
Ibas Yudhoyono mengungkapkan Partai Demokrat kini hanya menonton tokoh-tokoh yang dipanggil Jokowi ke Istana. https://t.co/6jx5gUEIOI
— kumparan (@kumparan) October 22, 2019
Pagi ini, Presiden Jokowi memperkenalkan 12 calon wakil menteri untuk kabinet periode keduanya. Tidak ada satu pun kader Partai Demokrat dan PAN… #PartaiDemokrat #PAN #WakilMenteri https://t.co/ImnsUNMusS
— detikcom (@detikcom) October 25, 2019
Partai Demokrat Merosot dan Penyebabnya
Partai Demokrat yang dipimpin SBY, Presiden RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 merupakan keuntungan tersendiri bagi partai Demokrat sebab popularitas SBY sangat tinggi di mata publik Indonesia.
Akan tetapi, partai Demokrat mengalami penurunan dukungan dari rakyat dalam pemilu, paling tidak disebabkan tiga hal.
Pertama, korupsi banyak dilakukan kader partai Demokrat pada masa SBY menjadi Presiden RI.
Kasus korupsi yang banyak dilakukan kader partai Demokrat telah di eksploitasi secara besar-besaran oleh lawan politik SBY dan partai Demokrat sehingga dukungan rakyat Indonesia terhadap partai Demokrat “terjun bebas.”
Kedua, masa pemerintahan SBY selama 10 tahun digambarkan ke publik sebagai pemerintahan yang “gagal.” Dampaknya rakyat kehilangan kepercayaan kepada SBY dan partai Demokrat.
Ketiga, pasca SBY tidak memimpin Indonesia, sikap politik Demokrat di parlemen “mengambang,” tidak oposisi tidak juga pro pemerintah. Dampaknya, rakyat beralih dukungan kepada partai politik yang lebih tegas karena dianggap lebih menjanjikan.
Deddy Mizwar telah meyerahkan surat pengunduran dirinya ke Partai Demokrat. Dia akan segera bergabung dengan Partai Gelora. #DeddyMizwar #PartaiGelora https://t.co/OljdtH2DZ6
— detikcom (@detikcom) November 8, 2019
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan memberi sinyal kuat bahwa partainya akan merapat ke kabinet Pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Baca selengkapnya, https://t.co/ej8Fz0Q2vW #1newstainment #Vivacoid #Jokowi #SBY #KabinetJokowi #PemerintahanJokowi #Trending pic.twitter.com/q4pEYNTZPn
— VIVAcoid (@VIVAcoid) October 11, 2019
? REMATCH ?
BTP vs PA 212, PKS, & Partai Demokrat
Isu: rencana pengangkatan BTP menjadi direktur utama salah satu perusahaan BUMNhttps://t.co/1Ikb1S05ck
— tirtoid (@TirtoID) November 18, 2019
Partai Demokrat ke Depan
Dalam politik, citra sangat penting dan menentukan. Kalau citra suatu partai politik dicitrakan baik selalu memihak kepada rakyat, maka rakyat akan mendukung dalam pemilu.
Untuk menghadirkan citra yang positif dimata publik, hanya dua cara. Pertama, menjadi oposisi seperti yang sering dilakukan Megawati dan PDIP. Kalau kalah dalam pemilu, pasti berada diluar pemerintahan. Pada saat di luar pemerintahan, para kadernya terutama di parlemen sangat kritis terhadap pemerintah.
Kedua, menjadi bagian dari pemerintah seperti partai Golkar, PKB dan lain-lain. Akan tetapi dalam sejarah perpolitikan di Indonesia, belum pernah ada partai politik yang ikut dalam pemerintahan, menjadi pemenang dalam pemilu.
Pemenang pemilu selalu partai utama penyokong pemerintah seperti yang pernah dialami partai Demokrat. Sebaliknya, pemenang pemilu, partai oposisi utama di parlemen seperti PDIP.
Pertanyaannya, partai Demokrat mau berada dimana? Sudah terbukti mengambil sikap politik yang tidak jelas dan tidak tegas “menjadi penyeimbang” tidak dipahami rakyat. Dampaknya rakyat meninggalkan partai Demokrat dalam pemilu.
https://www.instagram.com/p/BzwbtSQHlam/

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
