Salah satu peristiwa penting tahun 2019 yang ramai dibicarakan publik ialah impor pangan seperti beras, gula, garam dan jagung.
Alasan klasik yang dikemukakan pemerintah untuk melegalkan impor pangan ialah untuk menyediakan stok karena produksi dalam negeri belum sanggup memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Alasan tersebut dapat dikatakan hanya mengada-ada sebab sejatinya, petani Indonesia bisa memproduksi pangan nasional, dengan syarat:
Pertama, bibit dan pupuk disediakan oleh pemerintah secara cukup dan harganya terjangkau.
Kedua, petani dirangsang untuk berproduksi secara maksimal dengan menyediakan pinjaman modal kerja dengan bunga yang rendah.
Ketiga, hasil produksi petani dibeli oleh Bulog atau pemerintah menfasilitasi untuk di ekspor keluar negeri.
Di era Orde Reformasi, berbagai kebutuhan petani untuk berproduksi secara maksimal tidak disediakan. Bahkan yang terjadi, pemerintah secara besar-besaran mengimport barang-barang pangan.
Sejumlah tokoh rapat membahas rencana kebutuhan impor pangan untuk tahun 2020. Bagaimana hasilnya? #Pangan
via @detikfinance https://t.co/DObUUXn25c
— detikcom (@detikcom) December 26, 2019
IMPOR DAGING 2020 |
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengatakan, rencana awal impor daging sapi dan kerbau berkisar 60.000 tonhttps://t.co/nNJjY0ke6n
— Serambi Indonesia (@serambinews) December 26, 2019
Dampak Impor Pangan
Impor pangan besar-besaran memberikan dampak negatif kepada para petani.
Pertama, petani kehilangan semangat dan gairah untuk bekerja keras menanam karena hasil pertanian mereka harganya anjlok pada saat panen karena pemerintah melakukan impor.
Kedua, petani rugi sebab Bulog bersama DPR RI menetapkan harga hasil produksi petani lebih rendah dari harga pasar. Akibatnya hasil produsi petani tidak bisa diserap oleh Bulog. Apalagi standar kualitas yang ditetapkan Bulog cukup ketat.
Ketiga, hasil produksi pangan dalam negeri tidak jarang lebih mahal ketimbang impor karena produksi pangan yang diimpor diproduksi massal dan biaya produksi lebih murah karena suku bunga rendah dan petani mereka dilindungi oleh pemerintah.
Menyedihkan skl masih bnyk rakyat kita yg miskin butuh beras. Inin akibat impor ugal-ugalan sdr Enggar tanpa pengawasan DPR. Luar biasa rusaknya kita beras sebanyak 20.000 ton senilai Rp 160 miliar Bulog mau musnahkan. Mohon aparat usut mslh tsb. https://t.co/C2Sicj1EAG
— Musni Umar (@musniumar) December 2, 2019
Keberlangsungan Ketahanan Pangan di Indonesia https://t.co/6E91Yl8nxD #vstory
— V-STORY (@CeritaAnda_) December 29, 2019
Ugal-ugalan Impor Pangan
Impor pangan dan impor barang-barang kebutuhan dalam negeri, komisinya besar (gede). Apalagi impor pangan menurut berbagai sumber besar sekali keuntungannya dan sudah tentu besar komisinya. Komisi itu di duga dibagi ke berbagai pejabat dan partai politik.
Maka walaupun impor pangan disorot sangat tajam berbagai kalangan, impor pangan bagaikan “anjing menggonggong kafilah berlalu.”
Mengapa impor tidak bisa dihentikan? Jawabannya, karena importir dan para pejabat terkait dan diduga partai penguasa ikut kecipratan komisi impor pangan dan impor lainnya.
Bulog Buka Lelang 20 Ribu Ton Beras Turun Mutu https://t.co/MhdtsNjpA7
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) December 19, 2019
Penulis Zaky Yamani menjabarkan dlm tulisannya bgmn petani dimiskinkan scr sistematis. Dlm kalkulasinya, tiap bulan petani hanya berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu. Akhirnya petani jual lahan & Indonesia bergantung pd beras impor. #kolom #DWNesia https://t.co/bVTQX5sr8t ??????
— DW Indonesia (@dw_indonesia) November 23, 2019
20.000 ton Beras Busuk
Impor beras yang ugal-ugalan telah menimbulkan kerugian yang besar bagi negara dan para petani.
Menurut Kepala Bulog, beras busuk tidak kurang 20.000 ton. Beras yang sudah lama digudang, jika tidak segera dilepas ke pasar, maka beras akan busuk.
Begitu juga beras yang diimpor Indonesia, jika sudah lama digudang importir bisa cepat busuk jika disimpan lama digudang Bulog.
Karena impor terus, maka beras di gudang Bulog tidak bisa cepat dilempar ke pasar. Akibatnya beras 20.000 ton busuk dan dijual murah.
Jadi impor ugal-ugalan untuk meraup komisi yang besar tahun 2019, yang diduga untuk biaya pemilu telah merugikan negara, tidak hanya terkuras devisa kita, tetapi negara rugi dengan 20.000 ton beras busuk, Indonesia gagal swasembada pangan, dan para petani Indonesia terpuruk.
Apakah impor ugal-ugalan pangan terutama beras akan dilakukan lagi tahun 2020, kita berharap kepada pemerintah supaya belajar dari kesalahan tahun 2019 dalam impor pangan, tidak diulangi tahun 2020.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Catatan hitam thn 2019 impor ugal-ugalan bahan pangan. Negara, petani dan rakyat Indo. rugi besar. Kita kecam keras impor ugal-ugalan. Semoga thn 2020 tdk ada lagi impor ugal-ugalan krn pemilu sdh usai. Tdk perlu dana pemilu. Kecuali keserakahan berlanjut https://t.co/lyXBLp1ERj
— Musni Umar (@musniumar) December 30, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
