Banjir yang melanda berbagai daerah di Indonesia, seharusnya mempersatukan rakyat dan para pemimpinnya untuk bahu-membahu, bergotong-royong untuk menolong saudara sebangsa dan setanah air yang mengalami musibah banjir.
Justeru yang terjadi adalah sebaliknya, menjadikan banjir sebagai sarana untuk menciptakan permusuhan di masyarakat.
Kasus yang terjadi di DKI Jakarta sebagai contoh sangat memprihatinkan karena banjir sebagai sarana untuk mengobankan permusuhan dan kebencian diantara sesama warga DKI Jakarta.
Pada hal setiap tahun banjir melanda Jakarta. Dalam karya Zainuddin HM yang terekam dalam data Jakarta go.id. Jakarta pernah mengalami banjir yang amat dahsyat sebanyak lima kali.
Saking dahsyatnya banjir yang melanda Jakarta, monumen nasional dan bundaran hotel Indonesia tenggelam tidak bisa dilintasi kendaraan. Bahkan istana kepresidenan pernah mengalami banjir di masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Semua banjir dahsyat yang melanda Jakarta, tidak ada yang demo memprotes Gubernur dan meminta ganti rugi atas musibah banjir yang dialami warga Jakarta.
Berbagai elemen warga DKI kawal Anies sbg respon terhdp pendemo yg tuntut Anies mundur gegara banjir. Sy turunkan tulisan utk gambarkan dahsyatnya banjir di masa lalu. Tdk ada demo. Demo ke Anies bersifat politis. https://t.co/g8pQ1kQ3Ty
— Musni Umar (@musniumar) January 15, 2020
Demo banjir utk menuntut pertanggungjawaban Anies hanya demo bayaran pengalihan perhatian dr korupsi Jiwasraya, Asabri dan suap di KPU yg diduga libatkan partai penguasa. Sy apresiasi Bang Japar dan mbak Fahira Idris Kawal Anies. https://t.co/Y7UuQ1451i
melalui @GoogleNews
— Musni Umar (@musniumar) January 13, 2020
Pamer Trotoar Baru Cikini, Warganet: Keren Pak Anies! https://t.co/Kgfl1u3U5J
— VIVAcoid (@VIVAcoid) January 14, 2020
Anies Didemo Gegara Banjir
Pada 31 Des.-1 Jan 2020, hujan lebat melanda Jakarta dan sekitarnya sehingga mengakibatkan Jakarta, Bekasi, Depok, Bogor, Banten dan sebagainya mengalami banjir.
Walaupun hujan sangat deras selama 14 jam dan Jakarta mengalami banjir, tetapi aktivitas ekonomi tetap berjalan normal, bundaran Hotel Indonesia tidak tenggelam, begitu juga jalan MH Thamrin, Monumen Nasional dan berbagai jalan protokol di Jakarta.
Beberapa kawasan yang sudah rutin mengalami banjir, belum mampu dicegah tidak banjir. Artinya berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dari waktu ke waktu, termasuk di era Gubernur Anies Baswedan telah memberi hasil.
Pertanyaannya, apa yang membuat sekelompok warga Jakarta demo menuntut Anies mundur? Setidaknya ada tiga dugaan yang dijadikan alasan untuk mendemo Anies.
Pertama, untuk mengalihkan perhatian publik dari perdebatan korupsi di Jiwasraya, Asabri, suap di KPU dalam kasus PAW yang libatkan partai penguasa sebagaimana saya telah kemukakan dalam tulisan singkat di twitter yang banyak dikutip media online.
Kedua, melampiaskan kemurkaan melalui isu banjir di Jakarta atas kekalahan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 yang menghantarkan kemenangan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno.
Ketiga, untuk menghabisi Anies dengan isu tidak becus kerja, sehingga karir politiknya berakhir lebih cepat. Ini politik balas dendam untuk menghabisi lawan politik.
Para pembenci Anies pakai akal, mata dan nurani, mustahil Jakarta raih penghargaan prestisius dari Amerika Serikat ttg Transoortasi di DKI kalau Anies tdk becus kerja. https://t.co/7hj9a72vCD
— Musni Umar (@musniumar) January 16, 2020
Surabaya Banjir, Warganet Salahkan Anies https://t.co/HIQuym7BJ9
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) January 15, 2020
Ketika para pendukung Jokowi ramai-ramai menyerang Anies Baswedan di media sosial.
Majalah Tempo edisi minggu ini. https://t.co/7bGGYP8On8
— TEMPO.CO (@tempodotco) January 16, 2020
Politik Adu Domba Anies-Jokowi
Banjir yang melanda Jakarta tidak hanya dijadikan sarana untuk demo menuntut Anies mundur karena dianggap gagal, tetapi yang lebih berbahaya, Anies di adu domba dengan Presiden Jokowi.
Saya prihatin sekali karena ada yang terpanjing dengan membuat poster, bahkan ada yang membuat polling Anies versus Jokowi.
Menurut saya Anies tidak mungkin dihadap-hadapkan dengan Presiden Jokowi.
Pertama, Anies adalah tim inti Jokowi dalam pemilihan Presiden 2014. Anies secara pribadi sangat dekat dengan Presiden Jokowi.
Kedua, perombakan kabinet Jokowi-JK dan Anies harus terpental dari kabinet Jokowi-JK, tidak ada dendam politik karena harus dipahami karena representasi Muhammadiyah di Kabinet Jokowi-JK tidak ada. Dalam rangka politik akomodasi, Muhammadiyah harus diberi tempat di kabinet. Tempat yang paling tepat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jadi sama sekali tidak benar, rumors yang dikembangkan lawan politik bahwa Anies diberhentikan sebagai Menteri karena tidak becus kerja.
Ketiga, hubungan Anies dengan Presiden Jokowi tidak ada masalah. Kalau ada masalah, maka bisa saja Presiden Jokowi menolak melantik Anies-Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Keempat, secara protokoler, setiap ada acara resmi Presiden Jokowi di Jakarta, Anies selalu hadir, begitu juga saat Presiden Jokowi mau melakukan lawatan keluar negeri. Anies selalu ikut melepas.
Kelima, Anies secara hirarkis pemerintahan adalah bawahan Presiden Jokowi. Maka janganlah di adu domba untuk memecah belah keduanya. Kalau ada perbedaan adalah wajar dalam alam demokrasi. Tugas kita mempersatukan. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
https://www.instagram.com/p/B7TKs7ggrsZ/
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Banjir sebagai musibah sejatinya mempersatukan kita. Yg terjadi sebaliknya membuat adu domba. Yg amat memprijatinkan dan hrs diallkhiri ialah mempertentengkan Anies dan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi adalah atasan Anies.https://t.co/6MEcybSJuN
— Musni Umar (@musniumar) January 17, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
