Dalam negara demokrasi, rakyat berhak mengeritik mereka yang diberi amanah memimpin. Sama ada sebagai Wali kota/Walikota, Bupati/Wakil Bupati, Gubernur/Wakil Bupati Presiden/Wakil Presiden serta para pembantu Presiden (para menteri).
Kritik yang dilancarkan terus-menerus kepada Anies Baswedan, Gubernur DKi Jakarta, misalnya mengenai masalah banjir, disatu sisi kita prihatin karena tidak mencerminkan keadilan, kebenaran dan kejujuran.
Akan tetapi, kritik banjir ke Anies di sebagian wilayah di DKI Jakara mengandung hikmah.
Pertama, merasa di kontrol (diawasi) oleh warga, sehingga Gubernur Anies dan jajaran Pemprov DKI Jakarta bekerja lebih keras untuk melayani warga Jakarta.
Kedua, warga menyuarakan masalah banjir merupakan bentuk partisipasi yang harus diapresiasi. Dengan demikian Gubernur Anies dan jajarannya lebih waspada terhadap banjir.
Ketiga, kritik banjir ke Anies sebaiknya dimaknai sebagai wujud dari rasa memiliki DKI Jakarta. Walaupun ditengarai kritik yang dilancarkan ke Anies sarat dengan dendam dan kebencian, karena calonnya kalah dalam pemilihan Gubernur 2017, tetapi lebih baik positive thinking saja.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan Pemprov DKI ikut bertanggung jawab mengatasi banjir di underpass Kemayoran, Jakarta Pusat. Anies menyebut pihaknya telah mengirimkan 8 mobil pompa air. #Banjir https://t.co/XoAufT2v8Y
— detikcom (@detikcom) January 26, 2020
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) menegaskan sepatutnya penanganan banjir di underpass Kemayoran menjadi tanggung jawab Pemprov DKI. https://t.co/SoXBfWKmtZ
— detikcom (@detikcom) January 26, 2020
Sekitar 243 warga Jakarta mendaftarkan gugatan ke PN Jakpus. Mereka menggugat Gubernur DKI Anies Baswedan dan meminta ganti rugi Rp 42,3 miliar karena banjir. https://t.co/lPx8IBhtsd
— detikcom (@detikcom) January 13, 2020
Tidak Dilapor ke Polisi
Sebaiknya kritik warga kepada para pejabat, tidak dilaporkan ke polisi.
Setidaknya ada tiga alasan, sebaiknya para pejabat tidak melaporkan mereka yang mengeritik ke polisi.
Pertama, untuk melindungi Marwah polisi dari cercaan publik. Selama ini, polisi selalu dalam posisi dipersalahkan. Memproses laporan pejabat dipersalahkan publik karena dianggap hukum tajam ke bawah.
Kedua, untuk melindungi demokrasi. Rakyat dalam negara demokrasi berhak mengeritik pejabat publik. Bentuk kritikan bisa bermacam-macam dari sindiran sampai yang paling keras.
Para pejabat publik sebaiknya tidak tipis telinga, cepat marah dan enggan menerima kritik.
Ketiga, untuk melindungi rakyat. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan jangan hanya diperlukan saat pemilihan umum (pemilu). Setelah pemilu, rakyat diperlakukan sebagai musuh kalau mengeritik.
Ingin PAN Jadi Oposisi, Calon Ketum PAN Drajat: Malu di Koalisi https://t.co/xymacjXT1c
— TEMPO.CO (@tempodotco) February 8, 2020
Ragu-ragu Oposisi SBY, Antara Watak dan Dosa Masa Lalu https://t.co/xhOtNxxbhE
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 5, 2020
Melalui Buku #KamiOposisi, Mardani Ali Sera Bicara Oposisi Santun dan Beradabhttps://t.co/oWdisgl376
— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) February 7, 2020
Apresiasi Anies
Sebagai sosiolog saya apresiasi Anies karena walaupun dikritik bahkan dihina, tidak melaporkan mereka mengeritik dan menghinanya.
Wajar kalau ada warga pendukung Anies yang melapor ke polisi, tetapi amat disayangkan tidak pernah diproses secara hukum. Ini titik lemah dalam penegakan hukum.
Walaupun begitu, saya menaruh simpati dan apresiasi kepada Anies karena tidak pernah ada niat, kata dan perbuatan untuk melaporkan para pembenci, pendendam dan pengeritik mengenai banjir dan segala persoalan di Jakarta.
Sikap Anies yang legowo menerima kritikan, hinaan dan caci-maki, sebaiknya dicontoh oleh pejabat publik dan siapapun yang diberi amanah memimpin.
Jadikan kritik sebagai pemacu, pemicu serta spirit untuk bekerja lebih baik.
Beda Gaya Dengan Risma, Anies Perlakukan Penghinanya Sebagai Teman Kritik #TriRismaharini #Netizen #RepublikMerdeka https://t.co/2z4rY69M8t
— REPUBLIK MERDEKA | RMOL.ID (@rmol_id) February 4, 2020
Wali Kota Risma telah mencabut laporan penghinaan melalui media sosial oleh Zikria Dzatil. Namun hingga kini, Zikria masih mendekam di Polrestabes Surabaya. https://t.co/PDdTUZtWHS
— detikcom (@detikcom) February 9, 2020
Rivalitas antara pendukung kedua sosok ini makin tajam. Setiap ada kejadian, pikiran alam bawah sadar para pendukung langsung membandingkan keduanya. > #Regional https://t.co/59FuOJi79O
— Kompas.com (@kompascom) February 10, 2020
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Kritik banjir yang dilancarkan warga DKI ke Anies, diambil hikmahnya. Kritik, spirit utk bekerja lebih keras lebih baik. Wajar juga jika para pendukung Anies beri pembelaan. Dlm ngr dmkrs setiap wrg bisa sindir, kritik pjbt publik dan beri pembelaan https://t.co/JIp2x669an
— Musni Umar (@musniumar) February 10, 2020
Tonton Juga:

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
