Pada 12 Feb. 2020, Pusat Pengkajian Strategis Lemhanas RI mengundang saya selaku Rektor Universitas Ibnu Chaldun menjadi narasumber dalam FGD dengan topik “Pengaruh Sengketa Amerika Serikat – Iran Terhadap Stabilitas Nasional.”
Supaya pandangan saya dibaca khalayak ramai, makalah tersebut saya sunting (edit) dalam tiga bagian kemudian dimuat di arahjaya.com
Bagian pertama
Sejak revolusi Iran 1979 dan krisis pendudukan kantor kedutaan besar Amerika Serikat di Teheran 1979, sampai saat ini hubungan Amerika Serikat dengan Iran ibarat api dalam sekam.
Pembunuhan Letnan Jenderal Qosem Soleimani, komandan pasukan Alquds, menurut saya ada tiga skenario yang ingin dicapai Donald Trump.
Pertama, untuk menghentikan perang terhadap Amerika Serikat sebagaiman dikemukakan Trump pasca tewasnya Jenderal Qosem Soleimani. Washington mendapat informasi intelijen bahwa Jenderal kawakan Iran itu tengah merencanakan sebuah tindakan kekerasan terhadap Amerika Serikat.
Kedua, untuk mengalihkan perhatian publik Amerika Serikat terhadap isu pemakzulan yang tengah dihadapi dan pemilu Presiden.
Ketiga, test the water publik Amerika Serikat apakah setuju Amerika Serikat berperang dengan Iran? Ternyata publik Amerika Serikat menentang perang dan bahkan mengutuk pembunuhan Jenderal Soleimani seperti tercermin dalam demonstrasi.
Dampak Pembunuhan
Setidaknya ada tiga fenomena yang kita saksikan dari pembunuhan Jenderal Soleimani.
Pertama, semakin solidnya bangsa Iran dalam menghadapi Amerika Serikat sebagai musuh.
Kedua, kuatnya dukungan bangsa Irak terhadap Iran dan tingginya tingkat kebencian terhadap Amerika Serikat.
Ketiga, besarnya dukungan proxy Iran di Irak, Suriah, Yaman, Libanon, dan Palestina yang siap berperang melawan Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah.
Potensi Perang
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengemukakan tidak akan berperang dengan Iran, tetapi potensi perang antara dua negara selalu terbuka.
Setidaknya ada lima alasan, perang selalu terbuka untuk terjadi antara Amerika Serikat dengan Republik Islam Iran.
Pertama, perang akan meletus jika Amerika Serikat merasa dipermalukan oleh pasukan Garda Revolusi Iran.
Sebagaimana diketahui, pasukan Garda Revolusi Iran telah menghujani “puluhan rudal” ke markas pasukan AS di Irak sebagai pembalasan atas kematian Jenderal Qasem Soleimani (3/1/2020).
Dilansir Sky News, Rabu (8/1/2020), “puluhan rudal” itu ditembakkan Divisi Luar Angkasa Garda Revolusi Iran, dan dinamai “Martir Soleimani”.
Iran launches 'revenge' rocket attacks at US troops in Iraq https://t.co/eRL0sroCVL
— Sky News (@SkyNews) January 7, 2020
Sumber keamanan kepada AFP mengungkapkan, serangan itu terjadi dalam tiga gelombang selepas tengah malam waktu setempat.
Kedua, Amerika Serikat diprovokasi oleh Israil dan negara-negara Arab yang merasa terancam terus meningkatnya kemampuan militer Iran.
Ketiga, Iran merasa dipojokkan terus-menerus oleh Amerika Serikat dengan berbagai macam embargo yang didukung sekutunya di Timur Tengah.
Keempat, untuk pmenghancurkan senjata nuklir Iran. Iran sudah berkali-kali membantah tidak ada niat membuat senjata nuklir, tetapi Amerika Serikat dan sekutunya tidak percaya.
Kelima, besarnya kekuatan angkatan perang Amerika Serikat sangat berpotensi digunakan untuk menghabisi lran.
Baca juga: Bagian ke-2 >>>
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Pada 12 Feb 2020 selaku Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jkt saya diundang menjadi slh satu Narsum dlm FGD di Lemhanas RI yg dihadiri para pakar. Supaya pandangan sy bisa dibaca dan disempurnakan publik sy sajikan dlm 3 bagian. https://t.co/TMoKaq8M3b
— Musni Umar (@musniumar) February 13, 2020
Berikut foto-foto kegiatan

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
