Di dalam negara demokrasi, kritik terhadap mereka yang sedang memegang kekuasaan adalah hal yang lazim.
Tidak ada negara yang menganut sistem demokrasi, yang rakyatnya dipasung dan mulutnya dibungkam.
Oleh karena di dalam negara demokrasi, rakyat merdeka mencari nafkah untuk menghidupi dirinya. Sebaliknya dalam negara komunis yang totaliter, negara menafkahi warganya, tetapi warganya dipasung tidak merdeka menyampaikan pendapat dan dilarang mengeritik penguasa.
Akan tetapi, budaya menerima kritikan belum bersemi di kalangan penguasa, sehingga mereka balik kepada mereka yang mengeritik.
Pr Menteri hrs tebal kuping. Tdk blh mrh dan emosi klu dikritik. Klu jadi pjbt publik, hrs thn banting. Sy sj yg bkn pjbt publik-bkn menteri diserang sgt kasar. Sampai disbt rektor bodoh. Sdh minta maaf msh ada yg buat video agar sy ditngkp polisi. https://t.co/IdX3xnn1sl
— Musni Umar (@musniumar) April 5, 2020
Reminder kita semua: pasal penghinaan terhdp Presiden sdh dicabut MK. Walaupun begitu, saya nasihatkan spy kt tdk menghina Presiden atau siapapun karena perbuatan tsb dilrng Alqur'an. Mari kita amalkan "Qul khairan Au liyasmut" berkt yg baik atau diam https://t.co/RB0Z3sZHod
— Musni Umar (@musniumar) April 6, 2020
Kapan ekonomi akan pulih setelah dihantam krisis corona? #EkonomiRI
via @detikfinance https://t.co/s1o98mxrYv
— detikcom (@detikcom) April 7, 2020
Melawan Pengeritik
Mereka yang berkuasa, pada umumnya melakukan serangan balik kepada pengeritik denga menggunakan tiga cara.
Pertama, membuat undang-undang yang berisi pasal-pasal yang dikenakan kepada setiap pengeritik penguasa.
Kedua, membayar buzzer untuk menyerang para pengeritik penguasa. Siapapun yang mengeritik penguasa, mereka akan serang dengan kata dan kalimat yang amat kasar dengan menjelek-jelekkan para pengeritik.
Selain itu, para pengeritik dilaporkan ke aparat untuk diproses secara hukum dengan tuduhan seperti telah mencemarkan nama baik, menfitnah, menghina dan sebagainya.
Ketiga, menggunakan aparat untuk memproses secara hukum para pengeritik.
Sejatinya kita berterima kasih ke Rizal Ramli krn pandangannya yang tjm dan solutif tentang ekonomi Indonesia. Kalau tdk ada beliau, kita dan mrk yang bukan ekonom tdk tahu bhw ekonomi Indo. sdg bermslh. Pd hal kalau ekonomi bermslh, semua rakyat Indonesia alami kesulitan. https://t.co/7dtI5UldPM
— Musni Umar (@musniumar) April 6, 2020
Bikin malu ?? Ini karena budget ‘sosialisasi’, ‘pembinaan” dan “influenser” besar sekali. Tapi itu hanya elite mahasiswa yg dikooptasi dan bikin malu diri sendiri ?? Majoritas mahasiswa masih sangat kuat rationalitas dan nuraninya. https://t.co/l2e5jHgUDR
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) April 7, 2020
Defisit APBN Melebar hingga Rp853 Triliun https://t.co/a8fAbo5exD
— MSNIndonesia (@MSNindonesia) April 7, 2020
Kritik ke Penguasa Itu Nasehat
Kritik itu pahit tetapi bagaikan obat yang menyembuhkan. Pada umumnya obat adalah pahit, tetapi baik karena bisa menyembuhkan penyakit yang diidap.
Begitu pula dalam negara demokrasi, harus ada kritik dari parlemen atau dari cerdik pandai karena sejatinya rakyat berdaulat.
Kritik dalam negara demokrasi adalah nasehat yang diberikan kepada penguasa agar memperbaiki kesalahan yang dilakukan atau supaya melakukan sesuatu yang baik, atau melarang penguasa melakukan yang tidak baik.
Oleh karena itu, sepahit apapun kritik harus didengar dan sebaiknya diterima dengan lapang dada.
Di dalam Alqur’an surat Al Ashar ayat 3 ditegaskan, orang-orang yang beriman diperintahkan memberi nasihat untuk mewujudkan kebenaran.
Selain itu, juga diperintahkan untuk memberi nasehat supaya sabar. Hal tersebut ditegaskan dalam Alqur’an: “wa tawaashau bilhaqqi wa tawashau bisshabri.” (Hendaklah memberi nasehat kepada kebenaran dan memberi nasehat kepada kesabaran).
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Menjadi penguasa di alam demokrasi hrs sabar dan tahan banting. Lawan kritikan dgn karya nyata. Jgn pakai buzzer utk serang pengeritik. Kritik itu nasehat untuk kebaikan bersama. Baca tuntas tulisan saya hari ini. Terima kasih. https://t.co/Ks84bnC9bA
— Musni Umar (@musniumar) April 7, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
