Saya mengamati dengan saksama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan perasaan gembira.
Setidaknya ada 3 alasan saya merasa gembira terhadap pelaksanaan PSBB di DKI pada hari kedua.
Pertama, ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan masker. Sebagai contoh, pedagang sayur yang setiap hari menjual aneka macam sayur, pisang, pepaya, semangka dan sebagainya di tempat kami tinggal di Cipete Selatan Jakarta Selatan, sebelum pemberlakuan PSBB tidak pernah menggunakan masker, dalam dua hari ini sejak diberlakukan PSBB selalu memakai masker kain.
Kedua, pemberlakuan PSBB dan masifnya sosialisasi serta penyadaran masyarakat, semakin meningkat kesadaran untuk menjaga diri dari wabah Covid-19. Sebagai contoh, penjual roti yang setiap pagi lewat di depan rumah dengan menggunakan motor sudah menggunakan masker.
Ketiga, ibu-ibu yang keluar rumah untuk membeli sayur dan buah-buahan dari seorang penjual yang menggunakan grobak, dalam dua hari ini memakai masker kain.
Dengan penerapan PSBB, sejumlah kegiatan warga dibatasi terutama yang melibatkan banyak orang atau berkerumun.
Jika Anda akan beraktivitas di luar ruang, maka pembaca @cnnindonesia wajib menggunakan masker. Selengkapnya terkait PSBB: https://t.co/Rf3zuFbzIq #CNNIndonesia pic.twitter.com/eUXojMDOEX
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) April 11, 2020
Pemprov DKI Jakarta menyalurkan bansos untuk warga yang terdampak Covid-19. https://t.co/QFUehBUO16
— Republika.co.id (@republikaonline) April 11, 2020
"Lihatlah jumlah sejawat kami para dokter yang meninggal dunia sudah lebih dari 30 orang," kata Abraham. https://t.co/IRcS1CmGaq
— detikcom (@detikcom) April 11, 2020
Masalah Disiplin
Kita bersyukur adanya peningkatan disiplin warga untuk mencegah dan memutus penyebaran wabah corona.
Akan tetapi, harus dilakukan pemantauan dan pengawasan tentang kedisiplinan warga dalam menaati tentang pemberlakuan PSBB.
Pertama, jangan sampai panas-panas tahi ayam. Pada awal pemberlakuan PSBB terpaksa tinggal di rumah #StayAtHome sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020.
Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, bosan tinggal
di rumah lalu keluyuran. Ini penting diawasi. Jika tidak disiplin sebagaimana yang sering kita saksikan di jalanan, maka pemberlakuan PSBB akan gagal.
Kedua, masyarakat belum memiliki tradisi dan budaya disiplin. Sebagai contoh, penggunaan Helm bagi pemotor. Kalau ada polisi, para pengendara motor menggunakan Helm, jika tidak ada polisi warga menanggalkan Helm. Bisa juga terjadi, kalau ada polisi, warga tidak kerumunan, tetapi kalau polisi sudah pergi, warga sesukanya.
Ketiga, diperlukan partisipasi tokoh agama, tokoh masyarakat.serta adanya keberanian untuk menegur siapapun yang keluar rumah tinggal menggunakan masker. Menegur dan menasihati para pemuda, ibu-ibu dan siapapun yang nongkrong dan ngobrol bareng karena bisa menyebarkan wabah Covid-19.
Dari 421 kasus tersebut, 40 orang meninggal dengan keterangan terpapar COVID-19. Sedangkan, angka kesembuhan di Jabar masih tetap berada di angka 19 orang. https://t.co/riYN1EkPSs
— detikcom (@detikcom) April 11, 2020
IPB menyatakan memiliki laboratorium berstandar internasional untuk uji Covid-19. https://t.co/e5xgLTM7hY
— Republika.co.id (@republikaonline) April 11, 2020
Bulan Ramadhan akan datang sebentar lagi. Sudahkah kamu mempersiapkan amalan-amalan menyambut bulan mulia dan penuh pahala itu?#ramadhan #viruscorona https://t.co/sWN7KZ1qLv
— detikcom (@detikcom) April 11, 2020
Maka kunci kesuksesan dalam pemberlakuan PSBB adalah disiplin warga. Dalam konteks itu, peran Polisi, TNI serta tokoh agama serta tokoh masyarakat amat diperlukan untuk mendisipkan warga yang bandel dan panas-panas tahi ayam.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
