Hari ini 21 Mei 2020, Orde Reformasi yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto berumur 22 tahun.
Dalam rangka memberi evaluasi terhadap Orde Reformasi, saya menulis artikel ini.
Perjuangan mahasiswa Indonesia untuk membawa Indonesia berdaulat dalam bidang politik dan ekonomi, bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), setelah 22 tahun umur Orde Reformasi, terasa sia-sia.
Sejak tahun 1974, 1978, 1980-an sampai berujung 1998, mahasiswa Indonesia berjuang menumbangkan rezim Orde Baru dan akhirnya berhasil dengan berhentinya Soeharto sebagai Presiden RI dan lahirnya Orde Reformasi tahun 1998.
Sebagai salah seorang yang pernah berjuang dan masuk penjara, merasa prihatin melihat Indonesia setelah 22 tahun Orde Reformasi.
21-23 Mei 2019 adalah noda bagi kebebasan dan demokrasi di Indonesia. Hingga kini, pelaku pembunuhan korban yang tewas ditembak tak terungkap. Tak ada kepastian hukum. Polri gagap. Negara gagal memberi keadilan bagi korban dan keluarga mereka.https://t.co/u6TYt49brY
— tirtoid (@TirtoID) May 21, 2020
Pemerintah harus menyadari bahwa menyelamatkan kepentingan ekonomi di atas kesehatan masyarakat hanya akan membawa kerugian yang justru lebih besar dan berlarut-larut. #COVID19https://t.co/DXeDoLfKbW
— The Conversation Indonesia (@ConversationIDN) May 20, 2020
Demi Ekonomi, Kasus Covid-19 di Brasil Nyaris Tembus 20 Ribu Sehari https://t.co/4aYFm00dam
— Jawa Pos (@jawapos) May 21, 2020
Oligarki Politik
Perjuangan mahasiswa Indonesia mewujudkan demokrasi melalui demonstrasi, pernyataan dan berbagai kegiatan, setelah 22 tahun reformasi, kehidupan demokrasi tidak semakin membaik. Banyak akademisi tidak berani berbicara.
Partai politik sebagai instrumen demokrasi telah dikooptasi dan dikorupsi oleh oligarki politik.
Dampaknya, pemilu hanya sebagai alat legitimasi kekuasaan bagi para elit politik. Setelah pemilu, rakyat ditinggalkan.
Tidak hanya rakyat ditinggalkan, tetapi kedaulatan politik beralih kepada oligarki politik.
Melalui partai politik, para elit politik yang memimpin partai politik mengendalikan seluruh anggota parlemen di Senayan.
Para elit politik yang disebut oligarki politik bekerjasama dengan penguasa, yang juga merupakan bagian dari kekuasaan, sehingga produk politik berupa undang-undang ditentukan oleh oligarki politik dan oligarki kekuasaan bukan anggota parlemen yang merupakan representasi dari rakyat.
4) Dinasti politik di Indonesia, bbrp mjd pesakitan KPK pd era Saya dan sesudahnya. Apakah ada di daerah anda? *ABAM* #ReformasiDikorupsi pic.twitter.com/MBxhJWO2dn
— Abraham Samad (@AbrSamad) May 21, 2020
Salah kelola tp direksinya dipertahankan? ?♂️? https://t.co/WTxX07tJ5r
— Abraham Samad (@AbrSamad) May 17, 2020
Peneliti memprediksi kontraksi ekonomi akibat gelombang kedua COVID-19 ini bisa lebih dalam bila pemerintah tetap menjalankan rencana pelonggaran PSBB tersebut. #PSBB
via @detikfinance https://t.co/i3Beuqp6fL
— detikcom (@detikcom) May 19, 2020
Oligarki Ekonomi
Oligarki ekonomi adalah para elit ekonomi yang sangat kaya yang menikmati pembangunan ekonomi Orde Baru.
Setelah tumbang Orde Baru dan lahir Orde Reformasi, mereka semakin kaya raya karena iklim yang terbangun dari reformasi adalah persaingan bebas.
Untuk melindungi dan menumpuk kekayaan, para taipan itu mendapat dukungan dari oligarki politik dan oligarki kekuasaan.
Dukungan dan perlindungan politik yang diperoleh oligarki ekonomi tidak gratis, tetapi dibarter dengan dukungan financial pada saat pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu Presiden.
Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai pemerintah seperti ingin lepas tanggung jawab melindungi masyarakat dari Covid-19 dengan menyampaikan narasi new normal atau tatanan hidup baru. https://t.co/HQOQy8xXgr
— TEMPO.CO (@tempodotco) May 19, 2020
Iuran BPJS Naik Saat Harga BBM Tidak Turun, Ubedilah Badrun: Rezim Kejam Berkedok Pro Rakyathttps://t.co/PYGmiMTXDM
— GELORA NEWS (@geloraco) May 17, 2020
Iuran BPJS Naik Saat Harga BBM Tidak Turun, Ubedilah Badrun: Rezim Kejam Berkedok Pro Rakyathttps://t.co/UOX8SmMqMq
— IndonesiaToday (@idtodayco) May 17, 2020
Demokrasi Oligarki
Dampak negatif dari oligarki politik dan ekonomi, maka sejatinya tidak ada demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Pada oligar politik yang mendapat dukungan dana dari oligar ekonomi melakukan politik uang dalam pemilu untuk meraih dukungan suara yang besar dalam pemilu.
Begitu pula oligar kekuasaan atau calon penguasa juga melakukan politik uang untuk memenangi pemilu kepala daerah dan pemilu Presiden.
Dampak dari demokrasi oligarki, maka hasil pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah dan pemilu Presiden sulit menghadirkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi karena dikorupsi oligarki politik dan oligarki ekonomi.
Dampak lain dari demokrasi oligarki, korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) sulit diberantas karena oligarki politik politik dan oligarki ekonomi merupakan persekongkolan para elit politik, ekonomi dan penguasa.
Untuk melindungi mereka dari jeratan hukum, maka undang-undang dan peraturan di buat.
Inilah kondisi yang terjadi di era Orde Reformasi dan merupakan jawaban mengapa Orde Reformasi semakin jauh dari cita-cita perjuangan mahasiswa Indonesia pada masa lalu.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Reformasi telah dikorupsi oligarki politik dan oligarki ekonomi. Baca tulisan saya berikut inihttps://t.co/IokgdFdgQw
— Musni Umar (@musniumar) May 21, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
