Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diusulkan oleh PDIP dan disetujui oleh berbagai fraksi di DPR RI menjadi usul inisiatif DPR RI, telah menjadi pemicu kemarahan berbagai Ormas keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lain-lain.
Saking ramainya protes dalam bentuk pernyataan sikap dari berbagai Ormas Islam, pemerintah terpaksa menunda pembahasan RUU HIP tersebut.
Protes menolak RUU HIP dilanjutkan dengan menggelar demo besar-besaran di depan gedung DPR RI.
Selain itu, demo dilakukan pula di berbagai daerah di seluruh Indonesia, termasuk apel siaga di Jakarta dan demo besar-besaran di Bandung.
Akan tetapi, tuntutan para pendemo supaya RUU HIP dicabut dari program legislasi nasional DPR RI tidak kunjung dicabut. Pada hal puluhan RUU telah dicabut dari Prolegnas DPR, tetapi RUU HIP tetap dipertahankan.
MUI DKI: 80 Persen Umat Islam Akan Turun ke Jalan Jika RUU HIP Dilanjutkanhttps://t.co/EBY0udUKfl
— GELORA NEWS (@geloraco) July 5, 2020
https://twitter.com/hmskaban/status/1279943879152685056
Semua daerah bergolak. Saya sarankan supaya RUU HIP segera dicabut dari Prolegnas DPR RI. Dengarlah suara rakyat. Kita dlm keadaan krisis Corona diperlukan partisipasi rakyat utk mengatasi Covid-19 yg semakin menggila yg dampaknya sudah di depan mata, krisis ekonomi. https://t.co/8qfAeN8Hss
— Musni Umar (@musniumar) July 6, 2020
Mengapa RUU HIP Diprotes?
Setidaknya 3 alasan RUU HIP diprotes dan dituntut untuk dicabut dari prolegnas DPR.
Pertama, RUU HIP dituduh berbau komunis karena dalam RUU itu ada pasal yang memuat tentang Trisila dan Ekasila.
Kedua, RUU HIP dianggap sebagai pintu masuk komunisme, Liberalisme, dan Marxisme karena Ketuhanan Yang Maha Esa direduksi dalam Trisila menjadi “Ketuhanan yang berkebudayaan,”
Ketiga, ada upaya secara sistematis untuk mengubah Pancasila sesuai 1 Juni 1945. Pada hal yang diyakini bahwa Pancasila yang sesungguhnya adalah yang diputuskan pada 22 Juni 1945 yang disebut Piagam Jakarta kemudian dihapus 7 kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” pada 18 Agustus 1945 menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Hadiri Apel Siaga Ganyang Komunis, MUI DKI: Bila RUU HIP Tak Dibatalkan, Akan Ada Aksi 212 Jilid 2 https://t.co/7xCkresYe7
— IndonesiaToday (@idtodayco) July 6, 2020
"Tuntutan kami bahwa RUU HIP dicabut, dibatalkan, bukan diganti judul, bukan ditunda, dan inisiatornya harus segera diproses secara hukum," ujar ketua umum PA 212. https://t.co/jxHh67tYnA
— TEMPO.CO (@tempodotco) July 6, 2020
Kementerian Agama akan menggandeng TNI AD dan Polri untuk program peningkatan kerukunan umat beragama. Langkah ini bisa jadi justru berdampak sebaliknya—pelibatan militer dan polisi dinilai justru akan membuat konflik semakin keras di 'akar rumput'.https://t.co/uU8YDgE34J
— tirtoid (@TirtoID) July 4, 2020
TNI dan Umat Islam Penyelamat Pancasila
Sejarah mencatat, menjelang dan saat peristiwa Madiun Affair 1948 yang menjadi korban keganasan PKI adalah umat Islam.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, yang tampil memberantas PKI adalah TNI Angkatan Darat dan umat Islam.
Begitu juga, menjelang dan saat Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia tahun 1965, yang korban adalah umat Islam dan 7 Jenderal TNI.
Yang tampil menumpas pemberontakan PKI adalah TNI Angkatan Darat dan Umat Islam yang dimotori GP. Ansor, GPI, HMI dan berbagai Ormas
Islam.
Saya mengingatkan kembali, Partai Komunis Indonesia (PKI) dimasa lalu pernah diberi payung dan perlindungan dengan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis).
Yang paling keras menentang Nasakom adalah umat Islam. Banyak tokoh Islam yang dijebloskan ke penjara seperti M. Natsir, Buya Hamka dan lain-lain.
Ketika ada upaya mengubah Pancasila dengan konsep Trisila dan Ekasila, umat Islam yang dimotori berbagai Ormas Islam, kembali tampil membela Pancasila.
Mereka yang kumandangkan jargon “Saya Pancasila Saya Indonesia,” tidak kelihatan batang hidungnya dalam membela Pancasila yang mau direduksi menjadi Trisila dan Ekasila.
Dalam realitas, mereka yang tidak berkorban dalam membela Pancasila, justeru suka memanfaatkan dan menjadikan Pancasila sebagai alat untuk menstigma umat Islam sebagai anti Pancasila.
Sejarah mencatat bahwa Pancasila merupakan buah pengorbanan umat Islam yang amat besar untuk terwujudnya negara kesatuan republik Indonesia.
Akan tetapi, setelah merdeka dan Indonesia mulai membangun, umat Islam “dipinggirkan” oleh kekuatan besar luar yang berkolaborasi dengan kekuatan dalam negeri, diantaranya keturunan kolaborator penjajah di masa lalu, yang saat ini menguasai ekonomi Indonesia.
Saya ingin akhiri tulisan ini dengan mengemukakan bahwa pengawal, penjaga dan pengamal Pancasila secara nyata adalah umat Islam karena semua sila dari Pancasia merupakan ajaran Islam yang tercantum dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW.
Mengamalkan Pancasila berarti umat Islam telah mengamalkan ajaran Islam.
Selain itu, pembela, pelindung dan pengaman Pancasila paling sejati ialah aparat keamanan yang didoktrin untuk membela dan mengamankan Pancasila dan negara kesatuan republik Indonesia.
Semoga tulisan ini bermanfaat dalam upaya kita menjaga dan mengamalkan Pancasila serta menjaga negara kesatuan republik Indonesia.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Pengamal sejati Pancasila adalah umat Islam Krn mengamalkan Ketuhanan Yg Maha Esa dan sila2 lainnya dlm Pancasila berarti mengamalkan ajaran Islam. Pancasila merupakan pengorbanan dan sumbangsih terbesar umat Islam bagi Indonesia. https://t.co/3PBKmVIxEx
— Musni Umar (@musniumar) July 7, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
