Turki memiliki sejarah panjang. Pernah dikuasai kekaisaran Byzantum (Romawi Timur) dengan ibu kota Konstantinopel.
Pernah konstantinopel jatuh ke tentara Salib, kemudian dikuasai kembali. Selama 16 abad konstantinopel diperintah kekaisaran Romawi dan Byzantium (Romawi Timur 330-1204 dan 1261-1453, lalu (1204-1261) dan Ustmaniyah atau Ottoman (1453-1922).
Pada 29 Mei 1453, tentara Islam yang dipimpin Mehmed II atau populer dengan gelar Muhammad Al Fatih dari Daulah Ustmaniyah atau sering disebut di barat Ottoman Empire berhasil menaklukkan kekaisaran Byzantium.
Setelah Daulah Ustmaniyah menaklukkan Konstantinopel, maka pusat pemerintahan Daulah Ustmaniyah dipindahkan ke Konstantinopel dan diubah namanya menjadi Istanbul. Selama 469 tahun Daulah Ustmaniyah memerintah, wilayah kekuasaannya meliputi Asia, Afrika dan Eropa.
Hagia Sophia: Salat Jumat pertama setelah 86 tahun, sambutan 'Allahu Akbar, terharu dan merinding', antusiasme masyarakat mengikuti ibadah. Dua mahasiswa Indonesia mengikuti salat Jumat di seputar Hagia Sophia. https://t.co/iDFlydndX8 pic.twitter.com/oJBnp5c5XX
— BBC News Indonesia (@BBCIndonesia) July 24, 2020
Republik Turki Berdiri
Daulah Ustmaniyah runtuh, setidaknya disebabkan tiga penyebabnya. Pertama, perang dunia I (1914-1918) yang dimenangkan oleh sekutu. Sementara Daulah Ustmaniyah berada di blok yang kalah.
Dampak dari kemenangan sekutu dalam perang dunia I, pihak yang menang membuat berbagai syarat perdamaian yang merugikan pihak yang kalah.
Kedua, gerakan dalam negeri. Militer giat mendirikan komite rahasia untuk menggulingkan Sultan Hamid II dari Daulah Ustmaniyah. Salah seorang pemimpinnya Mustafa Kemal.
Ketiga, gerakan Turki muda yang dipimpin Ahmad Reza, Muhammad Murad, dan Pangeran Sahabuddin.
Pada tahun 1908, mereka mendesak Sultan Hamid II menghidupkan kembali konstitusi 1876, lalu dilakukan pemilu dan Ahmad Reza menjadi pemimpin di Majelis Agung (Parlemen) Turki.
Pada 1919-1923 dibentuk Pemerintah Majelis Nasional Agung, yang lebih dikenal pemerintah Ankara, dengan Perdana Menteri Mustafa Kemal Attaturk.
Pada 29 Oktober 1923 Republik Turki di proklamirkan sebagai negara merdeka.
Erdogan recites holy Quran at Hagia Sophia just before the first Friday prayers in the ancient building in 86 years pic.twitter.com/FJvnKwtWbH
— Ragıp Soylu (@ragipsoylu) July 24, 2020
Sekuler, Hagia Jadi Museum
Negara Turki yang baru didirikan adalah negara sekuler. Syariat Islam dan simbol-simbol keislaman yang pernah dilaksanakan di masa Daulah Ustmaniyah dilarang untuk digunakan, termasuk azan dalam bahasa Arab diubah ke dalam bahasa Turki.
Hagia Sophia, pada saat pasukan Islam mengalahkan pasukan Byzantium dan berhasil menguasai Konstantinopel, Mehmed II yang populer dengan julukan Muhammad Al Fatih, Hagia Sophia diubah menjadi Masjid.
Setelah Mustafa Kemal memimpin republik Turki, Hagia Sophia diubah menjadi museum.
Istanbul’s historic Hagia Sophia hosted its first Friday Muslim prayers in 86 years. pic.twitter.com/UEqD9CscUF
— Al Jazeera English (@AJEnglish) July 25, 2020
Erdogan: Hagia Kembali Jadi Masjid
Hampir 90 tahun lamanya, Hagia jadi museum, baru pada 24 Juli 2020, Hagia Sophia secara resmi dikembalikan menjadi Masjid dengan shalat Jumat bersama.
Perubahan Hagia Sophia menjadi Masjid didahului dengan putusan pengadilan di Turki yang mencabut putusan yang menetapkan Hagia Sophia menjadi museum.
Dengan putusan pengadilan, Presiden Erdogan meresmikan perubahan Hagia Sophia menjadi Masjid.
Keputusan mengubah Hagia Sophia menjadi Masjid mendapat penentangan keras dari Yunani, Amerika Serikat, Uni Eropa dan berbagai berkumpulan gereja di dunia, tetapi Presiden Erdogan tidak bergeming.
Thousands of Turks performed prayers at Hagia Sophia for the first time in 86 years — in pictures https://t.co/CvyLe7eI4P pic.twitter.com/GXw0Uz9NlR
— Al Jazeera English (@AJEnglish) July 25, 2020
Penting Persiapkan Kader
Perjuangan umat Islam Turki untuk kembali kepada Islam memerlukan waktu yang panjang, pengorbanan harta dan jiwa raga yang tidak sedikit.
Umat Islam Turki sukses mempersiapkan kader yang kuat iman dan takwanya kepada Allah, memiliki ilmu pengetahuan dan kepemimpinan.
Presiden Erdogan merupakan contoh sukses pengkaderan yang sangat hebat dari bangsa Turki setelah Daulah Ustmaniyah runtuh. Dia hafal Alqur’an, menghayati isinya, dan Alqur’an menjadi spirit dalam memimpin Turki dan dunia Islam.
Indonesia sebagai negara yang mayoritas Muslim, sangat penting dan mendesak menciptakan banyak kader Muslim seperti Erdogan untuk memimpin Indonesia menjadi negara yang baik, di mana para pemimpinnya jujur, adil, benar, dan tidak korupsi.
Contoh negara yang harus dibangun telah digambarkan dalam Alqur’an yaitu “baldatun thayyibatun wa rabbun gafur,” negara yang baik, Allah mengampuni para pemimpin dan penduduknya.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Sekitar 350 ribu rakyat Turki memadati Masjid Hagia Sophia halaman Masjid dan berbagai jalan menuju Masjid utk shalat Jumat. Sblm Shalat Jumat, Erdogan, Presiden Turki melantunkan ayat2 Alqur'an dgn fasih. Turki dibawah Erdogan tlh berubah. https://t.co/8CDaRtmXQj
— Musni Umar (@musniumar) July 25, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
