Hubungan Amerika Serikat dengan China semakin memanas. Pada 22 Juli 2020 Amerika Serikat memerintahkan China untuk menutup dan mengosongkan Konsulatnya di Houston dalam 72 jam.
China 24 Juli 2020 membalas dengan memerintahkan Amerika Serikat untuk menutup dan mengosongkan Konsulat Jenderalnya di kota Chengdu, Provinsi Sichuan, dalam waktu 72 jam.
Hubungan diplomatik AS dan China semakin memanas, setelah China memerintahkan penutupan konsulat AS di kota Chengdu. #AS #China https://t.co/md9Hz5bvWE
— detikcom (@detikcom) July 24, 2020
China desak AS batalkan penutupan konsulat China di Houston. https://t.co/ojONwBlhCK
— Republika.co.id (@republikaonline) July 26, 2020
Kantor konsulat di Houston diduga jadi pusat jaringan mata-mata China https://t.co/9K9om5Skde
— Republika.co.id (@republikaonline) July 25, 2020
8 Pemicu Konflik
Para analis dan pakar Amerika Serikat dan China mengulas 8 masalah yang mendorong semakin memanasnya hubungan Amerika Serikat dan China.
Pertama, pandemi covid-19.
Amerika Serikat menuduh China yang membuat pandemi covid-19. China sebaliknya menuduh AS dan membantah tuduhan tersebut.
Kedua, perdagangan.
Amerika Serikat menuduh China melakukan perdagangan tidak sehat. Amerika Serikat mengalami defisit perdagangan yang amat besar dengan China. Hasil produksi China dari berbagai macam kebutuhan membanjiri pasar Amerika Serikat.
Donald Trump tidak bisa menerima perdagangan antara AS dengan China yang tidak adil. Untuk mengatasi perdagangan tidak adil dengan China, Donald Trump mengenakan pajak yang besar terhadap impor berbagai jenis bahan produk China. China membalasnya dengan mengenakan pajak impor yang besar terhadap produk AS.
Ketiga, demo di Hongkong.
Untuk menghentikan demo yang sudah berlangsung lama di Hongkong, China memberlakukan undang-undang keamanan baru.
Trump memprotes dengan menandatangani perintah eksekutif untuk mengakhiri perlakuan khusus terhadap Hongkong yang memungkinkan untuk menjatuhkan sanksi dan pembatasan visa kepada pejabat China dan lembaga keuangan yang terlibat dalam memberlakukan hukum tersebut.
Keempat, masalah Uigur.
Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap pejabat, perusahaan, dan institusi China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim di Xinjiang barat China.
Kelima, kasus Jurnalis dan Mahasiswa.
Amerika Serikat membatasi jurnalis media China dari 160 menjadi 100. Begitu juga pemerintah Amerika Serikat membatasi pemberian visa kepada mahasiswa pasca sarjana yang diyakini memiliki hubungan dengan militer China.
Enam, Huawei
Perusahaan teknologi China Huawei dimasukkan ke “daftar entitas,” Departemen Perdagangan Amerika Serikat dengan alasan keamanan nasional.
Amerika Serikat berhasil mendorong negara-negara sekutunya di seluruh dunia untuk menjatuhkan Huawei.
Tujuh, Nuklir Korea Utara
Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara atas pengembangan nuklirnya.
China menghendaki sanksi ekonomi terhadap Korea Utara dicabut.
Delapan, Sengketa China Selatan.
Amerika Serikat telah mengerahkan kapal perang, pesawat tempur dan pasukan bersenjata untuk melawan China atas klaim laut China Selatan.
Sebaliknya, China melakukan hal yang sama dengan melakukan latihan perang dikawasan itu.
China Tembakkan 3 Ribu Rudal di Laut China Selatan, Gertak AS? https://t.co/UwxEqJI2vP
— Bisnis.com (@Bisniscom) July 25, 2020
Perang Dunia Tiga diprediksi bisa pecah kapan saja di Laut China Selatan. Peringatan itu muncul setelah bertahun-tahun meningkatnya ketegangan antara AS-China di kawasan perairan paling diidamkan di seluruh dunia itu.https://t.co/JuMqmM6P6h
— Serambi Indonesia (@serambinews) July 25, 2020
Perang Dunia III di Depan Mata, Rusia Tegas Bersekutu dengan China https://t.co/nkX8LLdrMx
— Viva Militer (@vivamiliter) July 25, 2020
Penyebab Utama
Penyebab utama konflik antara AS dengan China menurut saya adalah hegemoni kekuasaan global.
Amerika Serikat melihat kemajuan yang diraih China terutama dalam bidang ekonomi. Jika tidak dihambat, China akan menjadi negara super power yang mengalahkan Amerika Serikat di abad 21.
Amerika Serikat, dibawah Presiden Donald Trump tidak punya pilihan kecuali melakukan pendekatan yang keras (hard approach) terhadap China, jika perlu perang.
China dalam memajukan ekonominya, menggunakan sistem kapitalisme (sistem pasar). Akan tetapi dalam mengelola kekuasaan, China menggunakan sistem komunisme yang menganut satu partai politik.
Laut China Selatan Membara Lagi, Kok Australia Ikutan? https://t.co/7kMD3iRr9q
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) July 26, 2020
AS Tangkap Warga Singapura Mata-mata Chinahttps://t.co/K5w90Q0D76
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 25, 2020
Investor AS & China Rebutan Tanah Jarang RI https://t.co/CMpGjy39Qo
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) July 25, 2020
Indonesia Posisi Sulit
Meningkatnya ketegangaan AS dengan China, dan kini berada diambang perang, menempatkan Indonesia dalam posisi sulit.
Pertama, era Orde Baru dan Orde Reformasi, (paling tidak sampai era SBY) hubungan Indonesia-AS sangat dekat.
Kedua, era pasca SBY, terjadi pergeseran hubungan-lebih dekat ke China. Dampaknya, investasi China membanjiri Indonesia.
Akan tetapi, Indonesia berada dalam dilema, walaupun politik luar negeri bebas aktif, pasti dicurigai AS, dan mayoritas bangsa Indonesia menolak keras hubungan dekat dengan China.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Hubungan Amerika Serikat dgn China semakin memanas. Ada 8 penyebab hub. kedua itu terancam Perang. Paling terakhir Konsulat Jenderal China di Houston ditutup. China balas Konsulat Amerika di China di tutup. Mngp hub. Itu terus memburuk. Simak analisisnya https://t.co/lfQvmCkFIK
— Musni Umar (@musniumar) July 27, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
