Datuk Najib Razak, mantan Perdana Menteri Malaysia telah diputus Mahkamah Tinggi Malaysia bersalah korupsi 1MDB (1 Malaysia Development Berhad).
Putusan Mahkamah Tinggi Malaysia yang menyatakan bahwa Datuk Najib Razak bersalah korupsi 1MDB merupakan kemenangan rakyat Malaysia dan masyarakat dunia yang anti korupsi.
Mahkamah Tinggi Malaysia Juga menerima 7 dakwaan jaksa terhadap Najib Razak, diantaranya penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang dan sebagainya.
Para penyelidik di AS mempercayai bahwa, secara keseluruhan, lebih dari US$4,5 miliar atau Rp63 triliun dicuri dari 1MDB.
Pengadilan Malaysia menetapkan mantan PM Najib Razak bersalah atas tujuh dakwaan korupsi terkait skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB). #NajibRazak #Malaysia https://t.co/rg2iBs3ypy
— detikcom (@detikcom) July 28, 2020
Kasus 1MDB, Eks PM Malaysia Najib Razak Divonis 12 Tahun Bui https://t.co/gisd5FAWd6
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 28, 2020
Skandal 1MDB, Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur memvonis mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak penjara selama 12 tahun.https://t.co/xMxclIJPV7
— Katadata.co.id (@KATADATAcoid) July 29, 2020
Mengapa Terjadi Korupsi?
Korupsi terjadi, setidaknya disebabkan 5 faktor. Pertama, faktor pemimpin yang serakah. Sipemimpin memanfaatkan kekuasaan yang dipegang untuk memperkaya diri dan keluarga.
Kedua, faktor lingkungan. Lingkungan sipemimpin sudah biasa melakukan korupsi. Siapapun pemimpin yang diberi amanah untuk memimpin, mereka akan ciptakan situasi supaya sipemimpin terlibat korupsi.
Ketiga, faktor political interest. Biaya untuk mempertahankan apalagi meraih kekuasaan sangat mahal. Seorang pemimpin partai politik memerlukan dana yang besar untuk memenangkan pemilihan umum. Sumber dana bagi pemimpin yang sedang berkuasa seperti korupsi 1MDB. Dana dari hasil korupsi antara lain untuk biaya partai politik untuk memenangkan pemilihan umum (PRU) dan untuk kepentingan pribadi sang pemimpin.
Keempat, tidak ada kontrol dari parlemen. Mayoritas anggota parlemen menyokong penguasa.
Kelima, semua media menyokong pemerintah, sehingga tidak ada kontrol (pengawasan).
Keenam, akademisi dan ulama dipasung dengan undang-undang, sehingga tidak berani menyampaikan kebenaran apalagi mengeritik.
Riza dituduh mencuci uang yang diduga diterimanya dari 1MDB, lembaga yang didirikan ayah tirinya, Najib Razak. Sebagian uang itu diduga dipakai memproduksi film The Wolf of Wall Street yang dibintangi Leonardo Dicaprio. https://t.co/iRb63jet04 pic.twitter.com/jRPPe0Ac0F
— BBC News Indonesia (@BBCIndonesia) May 15, 2020
Najib Razak dinilai bersalah atas semua dakwaan. https://t.co/YbNfoGRTlV
— Republika.co.id (@republikaonline) July 28, 2020
Najib Razak diadili terkait skandal penyalahgunaan uang Rp 143 miliar dari BUMN 1MDB, dan penyalahgunaan kekuasaan. #kumparanNews https://t.co/4MVQQVSCCF
— kumparan (@kumparan) July 28, 2020
Eksekutif Wajib Dikontrol
Kekuasaan selalu menggoda dan sering membuat mereka yang sedang berkuasa lupa diri.
Oleh karena itu, negara yang menganut sistem demokrasi menerapkan teori Montesquieu, yaitu pemisahan kekuasaan yang dikenal dengan konsep Trias Politica yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Eksekutif menjalankan undang-undang. Agar eksekutif tidak salah jalan, maka ada lembaga legislatif yang berfungsi membuat undang-undang dan mengawasi kekuasaan eksekutif.
Selain itu, ada kekuasaan yudikatif yang melaksanakan penegakan hukum.
Kalau kekuasaan legislatif, mayoritas mendukung kekuasaan eksekutif, media maintream semua mendukung kekuasaan eksekutif, sementara akademisi, ulama, mahasiswa (masyarakat Madani) dipasung dengan undang-undang, sehingga tidak bisa menyampaikan kebenaran, maka kasus korupsi seperti 1MDB bisa terjadi di manapun termasuk di Indonesia.
Untuk mencegah terjadinya korupsi 1MDB, maka kekuasaan eksekutif wajib dikontrol oleh anggota parlemen dan masyarakat madani.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Mereka yg memegang kekuasaan suka lupa dan terlena nikmatnya kekuasaan. Itulah yg dialami Datuk Najib Tun Razak, mantan Perdana Menteri Malaysia. Dia terseret kasus rasuah 1MDB yang menurut penyelidik AS mencapai US$4,5 milyar atau Rp 63 triliun. https://t.co/w1GxJQo0UI
— Musni Umar (@musniumar) July 29, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
