Bangsa Palestina sangat kecewa keputusan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain berdamai dengan Israil karena mengkhianati bangsa Palestina yang sudah lama dijajah, dianeksasi dan diokupasi tanah-tanah rakyat Palestina oleh Israil.
PM Palestina menyebut momen ini sebagai hari berkabung bagi dunia Arab.
"Kita akan menyaksikan hari berkabung dalam sejarah dunia Arab, kekalahan lembaga Liga Arab, yang tidak bersatu tapi terpecah," ujar PM Palestina, Mohammad Shtayyeh, Selasa (15/9). https://t.co/7sodFvIwDT pic.twitter.com/XJoXCv5WZj
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) September 19, 2020
Jejak Konflik Israel-Arab hingga Berujung Aksi Normalisasi https://t.co/BqGHxKglDd
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) September 16, 2020
Menurut saya, bangsa Palestina tidak usah banyak berharap terhadap negara-negara Arab. Setidaknya ada lima alasan yang mendasari saya berpandangan seperti itu.
Pertama, agenda utama negara-negara Arab ialah melindungi kepentingan mereka sendiri, bukan memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina dan membebaskan Masjid Al-Aqsa
Kedua, negara-negara monarkhi yang kaya-raya, sulit diajak berjuang untuk membebaskan Palestina dan Baitul Maqdis dari penjajahan Israil karena daya juang mereka yang kaya-raya lemah lantaran takut mati dan terlalu cinta dunia.
Ketiga, bersatunya Turki dan Iran untuk melawan Israil, diduga telah dijadikan alat oleh Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, dan Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israil, untuk menakut-nakuti negara-negara Arab yang kaya-raya dan terpaksa mencari perlindungan kepada Amerika Serikat dan Israil dengan berdamai dengan Israil.
Keempat, berbagai perang yang dilakukan bangsa Arab terhadap Israil tidak pernah mereka menang karena berperang melawan Israil, sama saja berperang melawan Amerika Serikat karena negara adidaya itu merupakan pendukung dan pelindung utama Israil.
Kelima, Amerika Serikat sudah lama menjadi pelindung negara-negara monarki di Timur Tengah. Negara adidaya itu mempunyai pangkalan militer di berbagai negara di Timur Tengah. Dengan alasan keamanan, maka ketika Donald Trump memaksa negara-negara Arab berdamai dengan Israil, mereka pasrah dan mengikuti kemauan Trump yang tengah kepepet takut kalah dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat awal November 2020.
Konflik panjang antara Israel dan negara-negara Timur Tengah sudah ada sejak abad ke-19. Namun, akhirnya Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain resmi mencapai kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel. Berikut jejak konflik selengkapnya. #CNNIndonesia #… https://t.co/VlUtzQEtgb
— detikcom (@detikcom) September 19, 2020
UEA berdalih, normalisasi hubungan dengan Israel seperti mendobrak suatu tabu https://t.co/oYjxvr6NR4
— Republika.co.id (@republikaonline) September 19, 2020
Politik Penjajah
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat telah menjalankan politik penjajah yaitu pecah belah (Devide et impera) untuk melemahkan dan menguasai dunia Arab dan dunia Islam
Trump menekan negara-negara monarki yang kaya di Timur Tengah untuk berdamai dengan Israil. Tentu janjinya untuk nemastikan keamanan dan keselamatan negara-negara monarki di Timur Tengah.
Akan tetapi negara-negara Arab yang berdamai dengan Israil atas prakarsa Amerika Serikat, sangat tega membiarkan negara Yahudi itu meneruskan penjajahan, penindasan terhadap bangsa Palestina dan pencaplokan tanah-tanah Arab.
Amerika Serikat memecah Timur Tengah, pada hakikatnya bukan mau menolong bangsa Arab, tetapi untuk melanjutkan penjajahan ekonomi Amerika Serikat di Timur Tengah.
UEA dan Bahrain serta beberapa negara Arab dan Afrika yang diperkirakan akan berdamai dengan Israil atas tekanan Amerika Serikat, akan mengubah geopolitik di Timur Tengah.
Akankah Indonesia mengikuti jejak UEA dan Bahrain? https://t.co/dEiqX69JEt
— Republika.co.id (@republikaonline) September 19, 2020
Pertama, secara politik, semakin memperkuat posisi Israil. Sebaliknya semakin memperlemah posisi politik Palestina. Akan tetapi ke depan, perjuangan bangsa Palestina untuk mewujudkan kemerdekaan, akan lebih menonjol perjuangan bersenjata yang dimotori Hamas.
Kedua, akan semakin solid dan kuat blok yang melawan Israil dan Amerika Serikat di Timur Tengah karena adanya persekutuan Iran, Turki, Rusia, China, Suriah, dan Palestina (Hamas).
Ketiga, terbentuk dua blok kekuatan besar di Timur Tengah yaitu Israil, Amerika Serikat, dan beberapa negara Arab disatu pihak, dan blok lain yaitu Tukri, Iran, Hamas (Palestina) dibantu Rusia, RRC dan beberapa negara Arab.
Keempat, dunia Arab dan dunia Islam akan semakin terpolarisasi karena adanya dua kekuatan besar di Timur Tengah sehingga perdamaian abadi semakin jauh dari kenyataan.
Jika melihat kekuatan dan daya juang bangsa Palestina yang di motori Hamas, dibantu Iran, Turki, Rusia dan RRC, dan para pejuang seperti Hizbullah, jika terjadi perang total, maka akan dimenangkan kelompok ini karena memiliki misi suci perjuangan yaitu membebaskan Masjidil Aqsa dan mengakhiri penjajahan terhadap bangsa Palestina.
Saran dan komentar? silahkan reply di twitter status dibawah ini (click logo biru dan reply).
Bgs Palestina dijajah https://t.co/ixaJPbHgEC ada gunanya berharap pd dunia Arab. Palestina hrs berjuang mlwn Israil. Perjuangan bs ratusan thn lamanya. Banyak bgs yg terjajah akhirnya merdeka stlh berjuang.
Indonesia berjuang utk merdeka 3,5 abad lamanyahttps://t.co/gBxw28MDjD— Musni Umar (@musniumar) September 19, 2020

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
