Islamophobia adalah sebuah istilah yang dikembangkan merujuk pada prasangka buruk, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001.
Serangan 11 September adalah empat serangan bunuh diri terhadap beberapa target di New York City dan Washington, D.C. pada 11 September 2001. Pagi itu, 19 pembajak dari al-Qaeda, membajak empat pesawat jet penumpang lalu menerbangkan dan menabrakkan ke gedung pencakar langit di New York City dan Washington DC yang meruntuhkan gedung pencakar langit itu dan membunuh ribuan orang yang sedang bekerja digedung itu.
Islamophobia dipelihara dan dipertahankan dari waktu ke waktu oleh mereka yang memegang kekuasaan dan sebagian kecil masyarakat dengan memberi label kepada Islam dan umat Islam sebagai teroris, radikal dan tidak toleran.
Setidaknya ada tiga penyebab Islamophobia tumbuh dan berkembang:
Pertama, para pemimpin politik di Barat dan sebagian masyarakat sudah ditanamkan ke dalam benak mereka berbagai prasangka buruk terhadap Islam dan umat Islam.
Kedua, pertumbuhan dan kemajuan Islam serta umat Islam di Barat luar biasa, sehingga memunculkan kekhawatiran dan ketakutan bahwa Islam dan umat Islam di masa depan akan menjadi mayoritas di berbagai negara di Barat.
Ketiga, di duga merupakan warisan dari perang salib yang terus dipelihara untuk melawan dan memusuhi Islam dan umat Islam.
Hamas: Ucapan Presiden Prancis Macron Hidupkan Perang Salibhttps://t.co/yF5m3Om8Bz
— GELORA NEWS (@geloraco) October 25, 2020
Macron secara terang-terangan meyerang Islam dan komunitas Muslim global https://t.co/xEbdcwvzcp
— Republika.co.id (@republikaonline) October 25, 2020
Macron Hina Islam
Emmanuel Macron, President Prancis mengatakan, kelompok minoritas Muslim di Prancis – terdiri dari kira-kira enam juta orang – berpotensi membentuk “masyarakat tandingan”.
Macron menggambarkan Islam sebagai agama “dalam krisis”. Macron juga menyebut Islam sebagai teroris, setelah adanya pemenggalan seorang guru sejarah di Paris.
Samuel Paty itu dipenggal beberapa hari setelah mendiskusikan dan memperlihatkan gambar yang disebutnya sebagai Nabi Muhammad.
Sang presiden berkata guru itu, Samuel Paty, “dibunuh karena para Islamis menginginkan masa depan kami”, tetapi Prancis “tidak akan menyerahkan kartun kami”.
Berbagai pernyataan dan tindakan Macron yang membela pembuatan kartun Nabi Muhammad SAW telah memicu reaksi keras umat Islam.
Pertama, pembunuhan terhadap seorang guru yang bernama.”Samuel Paty” oleh seorang pemuda berumur 21 tahun yang orang tuanya berasal dari Chechniya, Rusia. Kalau Macron melarang pembuatan kartun Nabi Muhammad SAW pasti tidak ada pemenggalan kepala di Prancis.
Kedua, penyerangan gereja Nice di Prancis oleh seorang pemuda yang menewaskan 3 orang dan melukai beberapa orang.
Ketiga, kecaman para pemimpin Islam di berbagai negara seperti Erdogan, Presiden Turki, Ali Khamanei, Pemimpin Spiritual Republik Islam Iran, Imran Khan, Perdana Menteri Pakistan, Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia dan berbagai negara termasuk Indonesia.
Keempat, mengecam Macron melalui demonstrasi yang dilakukan di Turki, Banglades, Prancis dan berbagai negara. Di Indonesia, akan dilakukan demonstrasi di Kedutaan Prancis pada 2 November 2020.
Kelima, seruan boikot dan boikot semua produk Prancis di Turki, dunia Arab, Iran, Malaysia dan Indonesia.
Beberapa perusahaan Arab mulai menarik produk Prancis dari supermarket mereka. Hal ini menyusul pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam.
via @detikfinance https://t.co/1DWIazVDA9
— detikcom (@detikcom) October 26, 2020
Ribuan Warga Palestina Protes Pernyataan Macron Soal Kartun Nabihttps://t.co/i6kjUxnT9b
— GELORA NEWS (@geloraco) October 31, 2020
Kalau Macron Tidak Hina Islam
Semua peristiwa yang terjadi di Prancis dan dunia Muslim merupakan kesalahan Macron.
Tidak akan ada pemenggalan seorang guru sejarah di Prancis kalau Macron tidak hina Islam dan bela pembuatan kartun Nabi Muhammad SAW sebagai ekspresi kebebasan dan kreativitas.
Selain itu, tidak akan ada penyerangan gereja Nice di Prancis, jika Macron berkata benar dan baik, adil, tidak diskriminatif, tidak berprasangka buruk terhadap Islam dan umat Islam.
Tidak akan ada demo, kecaman dari pemimpin Islam terhadap Macron dan seruan boikot produk Prancis, jika Macron tidak hina Islam dan umat Islam.
Maka, jika mau adil dan benar, sumber masalah adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macronlah yang pantas dikecam dan dipersalahkan karena hina Islam dan umat Islam serta membela majalah yang menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
