Saya bukan anggota apalagi pengurus Front Pembela Islam (FPI). Akan tetapi, sebagai sosiolog dan akademisi, saya merasa sangat prihatin atas pembubaran dan pelarangan FPI beraktivitas.
Setidaknya ada 6 (enam) saya prihatin atas pembubaran dan pelarangan FPI beraktivitas.
Pertama, alasan ideologis. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan Indonesia merdeka ialah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah Indonesia.”
Negara tidak hanya berkewajiban memberi perlindungan kepada setiap warga negara, tetapi menurut pasal 28 UUD 1945 juga menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Kedua, alasan yuridis. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Umum adalah merupakan perjaminan terhadap salah satu hak asasi manusia.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah sejalan dengan pasal 28 UUD 1945 dan pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.
Ketiga, alasan sosiologis. Masyarakat sebagai pemilik kedaulatan membutuhkan kehadiran FPI tidak saja dalam rangka kegiatan sosial ketika terjadi bencana alam, tetapi juga sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Keempat, alasan teologis. FPI terdepan dalam menyuarakan nahi munkar (mencegah, melarang dan menolak segala macam perbuatan yang tidak baik dan melanggar hukum positif dan hukum Islam.
Kelima, alasan manfaat. Dari perspektif kepentingan sosial, keberadaan FPI di tengah masyarakat menengah ke bawah sangat bermanfaat.
Keenam, alasan demokrasi. Dalam negara demokrasi, hak berhimpun dalam suatu organisasi dijamin oleh Undang-undang. Hanya pengadilan yang boleh membubarkan sebuah organisasi.
Sehubungan dengan 6 hal tersebut, saya berpendapat bahwa FPI tidak sepatutnya dibubarkan dan dilarang beraktivitas.
Kuasa Hukum FPI: Urusan Bubar Gampang, Usut Tuntas Pembantaian 6 Syuhadahttps://t.co/BNRMUFoAF7
— GELORA NEWS (@geloraco) December 30, 2020
Alumni 212 Minta Komnas HAM Bawa Kasus Penembakan 6 Laskar FPI Ke Mahkamah Internasionalhttps://t.co/rvT2nwoCu2
— GELORA NEWS (@geloraco) December 29, 2020
FPI Resmi Bubar, Novel Bamukmin: Tanpa Organisasi, Kami Tetap Berjuang Bela Negara Dan Agamahttps://t.co/zgJeRMZoOf
— GELORA NEWS (@geloraco) December 30, 2020
6 Alasan Pembubarkan dan Larang Kegiatan FPI
Pembubaran dan penghentian kegiatan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Kemudian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.
Dalam SKB disebutkan, ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan menghentikan kegiatan FPI.
Pertama, adanya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, isi anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 Undang-undang Ormas.
Ketiga, Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Dan sampai sekarang FPI belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SK itu. Maka, secara de jure mulai 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar,” kata Eddy.
Keempat, kegiatan ormas tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 59 ayat (3), Pasal 59, dan Pasal 82 UU Ormas.
Kelima, ada 35 orang pengurus dan anggota FPI yang pernah terlibat terorisme dan 29 orang telah dipidana.
“Disamping itu 206 org terlibat pidana umum dan 100 telah dipidana,” tambah Eddy.
Keenam, pengurus dan anggota FPI kerap melakukan razia atau sweeping di masyarakat padahal itu tugas aparat.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
