Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020 merupakan pemilihan presiden ke-59 yang diselenggarakan pada 3 November 2020.
Hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat tersebut sampai hari ini 3 Januari 2021, belum mau dinerima Donald Trump atas kemenangan Joe Biden, walaupun hasil ellectoral college di berbagai negara bagian telah dihitung dan disertifikasi, dengan kemenangan Joe Biden sebanyak 306, sedang Trump memperoleh sebanyak 232 (BBC Indonesia, 21 November 2020).
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat tetap bersih kukuh pada pendiriannya yang menuduh pemilihan umum di Amerika Serikat sarat dengan kecurangan.
Akan tetapi klaim bahwa pemilihan Presiden Amerika Serikat penuh dengan kecurangan, Trump dan para pengacaranya tidak bisa memberikan bukti bahwa pemilihan Presiden Amerika Serikat berlangsung curang.
Mereka yang dituduh melakukan kecurangan adalah Joe Biden dan Partai Demokrat. Tuduhan tersehut sangat aneh karena pada umumnya yang biasa melakukan kecurangan dalam pemilu adalah mereka yang sedang berkuasa yaitu Presiden dan partai politik yang sedang memegang kekuasaan, bukan sebaliknya kandidat Presiden dan partai politik yang beroposisi.
Heboh Rekaman Trump Bocor, Ancam Minta Menang Pemilu di Georgia https://t.co/ZjjAfFH0eq
— VIVAcoid (@VIVAcoid) January 4, 2021
Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan soal klaim-klaimnya tentang Pilpres Amerika. Kali ini ia disorot berkat desakannya ke pemerintah negara bagian Georgia untuk mencari suara demi mengubah hasil Pilpres Amerika di sana. #TempoDunia https://t.co/H6JBB06iWC
— TEMPO.CO (@tempodotco) January 4, 2021
Merusak Citra Demokrasi
Donald Trump merupakan Presiden Amerika Serikat yang dapat dikatakan merusak citra demokrasi.
Setidaknya ada lima alasan, Donald Trump dapat disebut merusak citra demokrasi.
Pertama, sudah kalah dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat, tetapi tidak mengakui kekalahannya.
Kedua, menuduh pemilihan Presiden Amerika $erikat berlangsung curang, tetapi tidak bisa memberi bukti tentang kecurangan pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Ketiga, terus memprovokasi pendukungnya untuk demo menolak hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat karena curang, pada hal Trump dan pengacaranya tidak mampu menunjukkan bukti bahwa pemilihan Presiden curang.
Keempat, Trump memprovokasi anggota senat dari Partai Republik untuk menolak hasil ellectoral college dari berbagai negara bagian yang sudah diratifikasi.
Kelima, Trump gagal memberi contoh kepada rakyat Amerika Serikat dan masyarakat dunia bahwa dalam kompetisi pemilihan Presiden bisa menang dan bisa kalah. Kalau kalah harus secara gentleman mengaku kalah dan mengucapkan selamat kepada pemenang. Donald Trump tetap ngotot dan menganggap pelaksanaan pemilihan Presiden berlangsung curang.
Tolak Hasil Pilpres, Trump Umumkan Demonstrasi Besar-besaran 6 Januari https://t.co/vQyfUoKJgg
— SINDOnews (@SINDOnews) January 2, 2021
Desak Negara Bagian Ubah Hasil Pilpres Amerika, Donald Trump Bisa Diperkarakan https://t.co/CY9c5drO0o #TempoDunia
— TEMPO.CO (@tempodotco) January 4, 2021
Negatif di Dunia
Sikap politik Donald Trump yang tidak mau menerima kekalahan dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat 3 November 2020, telah merusak citra demokrasi dan Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi dan rujukan demokrasi di dunia.
Kita bersyukur para hakim di negara bagian dan hakim federal sangat menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran dan keadilan, sehingga potensi kerusakan dan kehancuran Amerika Serikat akibat perilaku politik Donald Trump dan pendukungnya, semoga kekisruhan dan kekacauan sosial dapat dicegah.
Kita harapkan Presiden Terpilih Amerika Serikat Joe Biden dan Wakil Presiden Terpilih Amerika Serikat Kamala Harris pada saat keduanya tanggal 20 Januari 2021 dilantik menjadi Presiden Amarika Serikat dan Wakil Presiden Amerika Serikat dapat mengembalikan rakyat Amerika Serikat bersatu padu dan demokrasi dapat bersinar kembali ke seluruh dunia dengan sinar yang membawa kebersamaan, kegembiraan, kedamaian dan kemajuan.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
