Ma’ruf Amin, Wakil Presiden RI dalam sambutan secara virtual pembukaan seminar internasional bertajuk “Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid” untuk memperingati 65 Tahun Universitas Ibnu Chaldun mengatakan bahwa mayoritas Muslim masih mengalami ketertinggalan, khususnya di sektor ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan lainnya. Salah satu penyebabnya karena banyak orang yang berpikir sempit (Kamis, 11/2/2021).
Berpikir sempit merupakan salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk Muslim masih tergolong under developed country dan mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan (IPTEK), dan bidang lainnya.”
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia itu memberi contoh perilaku berpikir sempit yang muncul akhir-akhir ini ialah terkait adanya kelompok yang menganggap pandemi Covid-19 konspirasi elite global, sehingga hal itu menghambat penanganannya.
Ia menyebut cara berpikir sempit juga menghambat dan kontraproduktif dalam upaya membangun kembali peradaban Islam.
Contoh sederhana cara berpikir sempit adalah tidak percaya bahwa Covid-19 adalah nyata atau percaya pada teori-teori konspirasi, tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk menanganinya.
Menurut Wapres Ma’ruf, cara berpikir sempit merupakan salah satu penyebab munculnya sifat radikal, egois, dan tidak mau menghargai perbedaan, sehingga jika hal itu terus dibiarkan akan dapat merusak tatanan kehidupan negara yang toleran.
“Cara berpikir sempit juga bisa melahirkan pola pikir yang menyimpang dari arus utama atau bahkan menjadi radikal yang dapat menjustifikasi kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Karena itu, saya tidak ingin umat Islam, ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini.”
Cara berpikir merupakan kunci utama untuk menentukan kemajuan atau kemunduran suatu peradaban. Sehingga, cara berpikir yang harus dikembangkan dan diutamakan oleh umat Islam dalam mengamalkan ajaran agama ialah moderat (wasathyah).
Menurut Wapres, cara berpikir yang moderat dan dinamis tersebut berarti bahwa kita tidak bisa hanya memahami secara tekstual pada teks semata serta menolak perkembangan ilmu pengetahuan.”
Tidak Abaikan Agama
Menurut Wakil Presiden RI, dalam menyikapi persoalan kehidupan sehari-hari, umat Islam tidak bisa juga bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan dan mengabaikan agama, karena hal itu akan menimbulkan pola pikir liberal.
Menurut dia, harus ada batasan dalam menjalankan kehidupan beragama, yakni di tengah-tengah antara tidak berpedoman pada teks semata dan tidak menjadi liberal.
“Dengan demikian, cara berpikir Islami itu tidak tekstual dan tidak liberal, la tektualiyan wala liberaliyan, tetapi moderat,. wasathiyan atau tawassuthiyan.”
Berikut foto-foto kegiatan
Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
