Dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dengan tegas disebutkan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Makna dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain: Percaya dan taqwa kepada Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Selain itu, menjamin setiap warga negara untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu.”
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan, suka tidak suka dan mau tidak mau harus menurut agama yang dianut. Tidak ada Ketuhanan Yang Maha Esa tanpa agama.
Ajaran agama mengajarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, yang bersumber dari kitab suci.
Setiap 17 Ramadhan, kita.peringati Hari turunnya Alqur'an di seluruh Masjid dan bahkan di istana negara. Tahun ini karena Covid-19 Peringatan Nuzulul Qur'an kita absen peringati. Insya Allah ramadhan ini kita khatam Alqur'an dan dalami isinya. https://t.co/neuktWbJf5
— Musni Umar (@musniumar) May 9, 2020
Tokoh agama dari Kristen, Protestan, Katolik, Islam keberatan dengan Perpres Miras https://t.co/ngvz5apBM2
— Republika.co.id (@republikaonline) March 1, 2021
Pembuatan dan Pengamalan UUD 1945
Implementasi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam membuat undang-undang dan peraturan, mutlak merujuk kepada ajaran agama yang bersumber dari kitab suci.
Konsekuensi dari itu, maka setiap produk Undang-undang atau Peraturan, tidak boleh dibuat yang bertentangan dengan ajaran agama yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Undang-undang atau peraturan apapun yang dibuat tidak boleh berlawanan atau bertentangan dengan ajaran agama yang dianut bangsa Indonesia.
Begitu juga dalam pengalaman semua produk undang-undang atau peraturan, tidak boleh diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika sebuah undang-undang atau peraturan dibuat yang berlawanan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersumber dari kitab suci.
Saya apresiasi Ketua MK semoga slrh Hakim MK senafas pernyataan Ketua MK dlm memutus gugatan dugaan kecurangan Pemilu 2019, sehingga putusan MK adalah manifestasi dari rasa keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa https://t.co/VGA82a6rHp
— Musni Umar (@musniumar) June 12, 2019
#TahukahAnda bahwa UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan antara tahun 1999 dan 2002. – http://t.co/kiPf45trNx
— Wikipedia bahasa Indonesia (@idwiki) August 17, 2013
Larangan Jilbab dan Miras
Konsekuensi dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sebagaimana dikemukakan diatas, tidak boleh ada undang-undang atau peraturan yang dibuat bertentangan dengan ajaran agama yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Sebagai contoh, peraturan tentang larangan memakai jilbab di sekolah. Kalau larangan itu bertentangan ajaran agama, maka peraturan itu wajib direvisi, agar Pancasila dengan sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sumber utama dalam pembuatan undang-undang atau peraturan tidak dilanggar apalagi dicederai.
Begitu pula peraturan tentang investasi Miras. Minuman keras (miras) bertentangan dengan ajaran agama, karena mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya.
Oleh karena SKB larangan memakai jilbab, bertentangan dengan ajaran agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia, maka SKB tersebut harus dicabut atau sekurang-kurangnya direvisi.
Begitu pula peraturan tentang investasi Miras di provinsi yang bukan mayoritas Muslim, berdasarkan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang bersumber dari ajaran agama, oleh karena ajaran agama melarang miras, maka suka tidak suka dan mau tidak mau, peraturan investasi miras harus dicabut.
Miras Bakal Beredar Hingga Kaki Lima
Lampiran Perpres No 10 tahun 2021 mengatur peredaran miras hingga kaki limahttps://t.co/JWZbwuto0A#MirasPangkalSejutaMaksiat #Miras #MirasIndukMaksiat #MirasPenghancurBangsa #mirasantika pic.twitter.com/m26Q1NF9cP
— Republika.co.id (@republikaonline) March 2, 2021
miras adalah penyebab kematian utama di Papua. https://t.co/gnF59Rechi
— Republika.co.id (@republikaonline) March 1, 2021
Larangan membuat undang-undang atau peraturan yang bertentangan dengan sila pertama dari Pancasila merupakan konsekuensi logis bangsa Indonesia menjadi negara berketuhanan.
Oleh karena itu, SKB tentang Jilbab dan Peraturan tentang Investasi Miras di Provinsi Papua, NTT dan Sulut tetap tidak boleh karena “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam sila pertama Pancasila bukan hanya untuk umat Islam tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia yang berbhinneka dalam beragama.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
