Menjelang ramadhan tiba, para pegiat media sosial sangat ramai yang menyuarakan tuntutan “Habib Rizieq Syihab Dibebaskan” sehingga banyak dibahas di media sosial.
Fadli Zon, Anggota DPR RI dari Partai Gerindra termasuk diantaranya yang meminta supaya Habib Rizieq Syihab dibebaskan menjelang bulan Ramadhan.
Masuk akal para aktivis media sosial menuntut Habib Rizieq dibebaskan dan jutaan pendukung HRS yang silent majority menuntut supaya Habib Rizieq Syihab dibebaskan dari tahanan.
Jelang Ramadhan, Fadli Zon: Ini Waktu yang Tepat Bebaskan Habib Rizieq https://t.co/AkkBTa48Z6
— FADLI ZON (Youtube: Fadli Zon Official) (@fadlizon) March 12, 2021
Indonesia negara hukum. Konsekuensi dari itu, maka hukum hrs ditegakkan utk semua tanpa pandang bulu. Sila baca tulisan saya berikut ini. https://t.co/otM04tp70g
— Musni Umar (@musniumar) March 2, 2021
Tidak Ada Alasan Hukum
Para pakar hukum pidana, pada umumnya berpendapat bahwa tidak alasan secara hukum untuk menahan Habib Rizieq Syihab, Shabri Lubis dan kawan-kawan dari FPI.
Pertama, Pasal 160 KUHP yang dituduhkan kepada HRS bahwa dia melakukan penghasutan tidak bisa dibuktikan. Kalaupun tuduhan itu dipaksakan, siapa yang terhasut dan apakah yang terhasut melakukan tindakan pidana untuk melawan hukum. Faktanya tidak ada.
Bunyi pasal 160 KUHP secara lengkap: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Kedua, pasal yang disangkakan kepada HRS pasal 216 KUHP melawan petugas. HRS setelah dipanggil dua kali berhalangan, kemudian datang sendiri. Setelah diperiksa petugas, lalu diborgol dan ditahan. Pasal 216 KUHP itu kan melawan petugas, dalam konteks petugas sedang melakukan tugas dihalang-halangi. Kalau dalam konteks HRS itu dipanggil dua kali tidak datang seharusnya berdasar KUHP panggilan tiga kali dipaksa datang, bukan menerapkan Pasal 216 KUHP, tidak berkonteks dan tidak memenuhi unsur,”
Ketiga, ada ketidakadilan yang nyata karena hanya HRS dan pentolan FPI yang dihukum melakukan kerumunan massa. Faktanya, sangat banyak yang melakukan kerumunan massa, mulai dari para calon kepala daerah, anggota Wantimpres Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dan sebagainya.
Pendiri FPI baru Munarman, meminta aparat penegak hukum mengusut kasus kerumunan di Maumere, NTT yang dihadiri Presiden Joko Widodo atau Jokowi. #TempoMetro https://t.co/ptcN3JDptV
— TEMPO.CO (@tempodotco) February 24, 2021
Berdasarkan tiga hal di atas, maka sangat adil tuntutan para pegiat media sosial, para pendukung HRS agar imam besar itu dibebaskan menjelang bulan Ramadhan. Kecuali alasan politik, tetapi Indonesia adalah negara hukum yang harus ditegakkan.
UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 33
(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
Sumber:
https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-tentang-$H9FVDS.pdf
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45361
Adil Penegakan Hukum
Penegakan Hukum dalam arti luas ialah mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian.
Penegakan hukum dalam konteks tuntutan masyarakat agar dilakukan pembebasan terhadap Habib Rizieq Syihab, Shabri Lubis dan kawan-kawan, tidak lain ialah untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Kalau semua yang melakukan kerumunan massa di masa pandemi Covid-19 ditahan seperi Habib Rizieq Syihab, Shabri Lubis dan kawan-kawan dari FPI, maka pasti masyarakat mendukung karena penegakan hukum dilakukan secara adil dan benar.
Oleh karena hanya Habib Rizieq Syihab, Shabri Lubis dan kawan-kawan dari FPI yang diberlakukan hukum terhadap mereka, maka persoalan tersebut akan menjadi catatan dan lembaran hitam dalam penegakan hukum di Indonesia karena tidak berdasar atas kesamaan dan kedudukan hukum yang sama.
Penegakan hukum hanya kepada mereka yang dianggap bukan bagian dari yang sedang berkuasa. Sementara mereka yang melanggar hukum bebas dan bahkan kebal hukum karena merupakan bagian dari yang sedang memegang kekuasaan.
Maka penegakan hukum yang tidak adil dan tidak benar merupakan bahaya besar karena tidak hanya merugikan mereka yang diberlakukan secara tidak adil seperti HRS dan kawan-kawan, tetapi menghancurkan bangsa dan negara sebab akan ditiru generasi pelanjut bangsa dan negara ini.
Berikut Siaran Pers Kejaksaan RI
Sumber:
https://www.facebook.com/843134702533814/posts/1748069548706987/
Tambahan: Berikut Keterangan Pers Komnas HAM tetang Kasus Laskar FPI
KETERANGAN PERS
Respons Komnas HAM atas Kritik dan Rencana TP3 Mengajukan Kasus Laskar FPI ke Mahkamah Internasional
— HAM untuk Semua! (@KomnasHAM) January 25, 2021
5. Unsur lain untuk disebut sebagai pelanggaran HAM yang berat adalah adanya “pola serangan yang berulang sehingga dampak korbannya juga meluas". Unsur ini juga tidak ditemukan. Kesimpulan Komnas HAM RI berdasarkan …
— HAM untuk Semua! (@KomnasHAM) January 25, 2021
… konsepsi hukum hak asasi, baik yang berlaku secara nasional maupun internasional. Intinya, kesimpulan apakah kasus ini adalah pelanggaran HAM yang berat atau bukan, tentu saja tidak bisa didasarkan kepada asumsi apalagi dengan motif politik tertentu, …
— HAM untuk Semua! (@KomnasHAM) January 25, 2021
Dengan tidak terpenuhinya berbagai syarat-syarat substansial yang kami jelaskan di atas, maka penting bagi Komnas HAM RI untuk meluruskan hal ini kepada masyarakat luas, agar masyarakat benar-benar memahami konteks dan substansinya serta tidak membangun asumsi yang tak berdasar.
— HAM untuk Semua! (@KomnasHAM) January 25, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
