Pertama saya sampaikan apresiasi kepada Yang Mulia Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan sebagian permohonan Denny-Ifriadi dalam kasus sengketa pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan.
Atas putusan MK tersebut, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan segera melakukan perekrutan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk menyeleggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan karena salah satu point dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa petugas KPPS dan PPK harus baru dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Berdasarkan Putusan MK, maka paling lambat 60 hari setelah Putusan MK untuk dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Selatan.
Kedaulatan Duit
Denny Indrayana, Calon Gubernur Kalimantan Selatan dalam tulisannya berjudul “Duitokrasi Membunuh Demokrasi” yang dimuat secara luas di media sosial membeberkan dahsyatnya politik uang dalam kontestasi pemilu yang disebutnya “kedaulatan uang” membunuh “kedaulatan rakyat.”
Menyambut Putusan MK soal PSU di Pilgub Kalsel, sy akan berbagi gagasan slm 60 hari ke depan melalui kolom "Pamikiran Haji Denny". Kolom setiap hari mengulas isu aktual & penting bagi Banua.
— Denny Indrayana (@dennyindrayana) March 21, 2021
Hari ini adl Pamikiran Haji Denny yang Kedua. Klikhttps://t.co/V68DSFcXdi
Dalam penelitian saya di Solo tahun 2005-2006 dalam rangka penulisan disertasi doktor di Univ. Kebangsaan Malaysia, saya menemukan fakta sosiologis adanya “demokrasi warung” yang dipraktikkan dalam pelaksanaan demokrasi.
Dalam “demokrasi warung,” di artikan bahwa siapa yang membeli barang di warung, maka akan diberi barang. Sama halnya dalam Duitokrasi yang ditulis Denny Indrayana: “Siapa yang membeli suara, maka suara akan diberikan kepada yang membeli suara.”
Praktik jual beli suara dalam demokrasi, tidak hanya transaksi antara calon Kepala Daerah melalui Tim Suksesnya dengan rakyat pemilih sebagai pemilik kedaulatan (kekuasaan), akan tetapi dalam praktik “politik uang (money politics) yang lebih masif melibatkan petugas pemilu. Mereka mengubah angka-angka dalam perolehan suara karena dibayar oleh pemodal yang menyokong calon Kepala Daerah.
MK kabulkan sebagian permohonan Paslon @dennyindrayana-Difriadi Drajat terkait hasil Pilgub Kalsel 2020, krn terjadi pelanggaran penggelembungan suara atas Paslon Sahbirin Noor-Muhidin.
— Partai Demokrat (@PDemokrat) March 19, 2021
MK perintahkan @KPU_ID lakukan pemungutan suara ulang di 6 kecamatan.https://t.co/W08yHnfNKm
Pelajaran Pilgub DKI
Dalam demokrasi, sejatinya yang berkuasa atau berdaulat adalah rakyat. Akan tetapi dalam praktik seperti dikemukakan Haji Denny (Denny Indrayana) dan yang saya temukan dalam penelitian di Solo 2005-2006 yang berdaulat (berkuasa) adalah uang.
Pemilik modal yang menyokong calon Kepala Daerah melalui Tim Sukses membeli suara rakyat dengan harga tertentu misalnya Rp 200.000/1 suara agar mencoblos calon Kepala Daerah yang mereka dukung atau memberi uang kepada petugas pemilu untuk menggelembungkan suara dari calon yang memberi uang.
Praktik politik kotor yang selama ini dilakukan dalam Pilkada atau Pemilu, telah semakin menyuburkan korupsi dan menciptakan kesenjangan ekonomi, karena mereka yang terpilih dalam Pilkada dan Pemilu, berkolaborasi dengan pemilik modal, sehingga berbagai proyek dan peluang bisnis diberikan kepada mereka.
Dampaknya kekuasaan politik dan ekonomi terpusat kepada mereka yang menguasai politik dan ekonomi. Mereka saling mendukung, bekerjasama dan saling melindungi.
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017, melalui kekuatan rakyat yang bersatu, sanggup mengalahkan penguasa politik dan ekonomi yang bersatu, sehingga terpilih Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017.
Bagaimana Kinerja Anies-Sandi pada 100 Hari Pemerintahannya di DKI Jakarta?#pollingREPUBLIKA
— Republika.co.id (@republikaonline) January 23, 2018
100 Hari Kerja Anies-Sandi Kecewakan Kaum Pesimistis https://t.co/J2ft4F1VN8
— Republika.co.id (@republikaonline) January 25, 2018
Denny & Anies
Haji Denny dan Anies, Gubernur DKI memiliki kesamaan. Keduanya sama-sama alumni UGM). Bedanya, Haji Denny melanjutkan program master (S2) di Universitas Minnesotta, AS, dan program S3 di Universitas Melbourne, Australia.
Sementara Anies S2 dan S3 di Amerika Serikat dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland, College Park pada tahun 1997.
Kalau Haji Denny dipilih dalam PSU Pilgub Kalsel, insya Allah rakyat akan maju dan Kalsel akan masuk dunia global seperti DKI karena Gubernurnya berpendidikan hebat dan berwawasan global, insya Allah maju kotanya bahagia warganya seperti DKI Jakarta.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
